webnovel

1.4 : Jalan-jalan Malam (1)

Hari ini benar-benar penuh petaka untuk Kiel. Masalah demi masalah getol menghampiri sejak dia tersadar jika dia bertransmigrasi. Mulai dari berhubungan dengan orang tak dikenal, kemudian bersitegang bersama pelayan … Apalagi ketika Kierra bertandang tadi. Semua meledak dalam satu waktu.

Dia kena omel iya, diserang pakai sihir iya, diancam menggunakan pedang iya, dibilang bodoh pun iya, disudutkan apalagi ... Kiel sampai kena mental rasanya menghabiskan waktu satu jam bersama adiknya itu. Bahkan sampai di taraf selepas Kierra pergi, tenaganya menguap dan badan mendadak jompo. Jangan lupakan kepala yang menjadi cenat-cenut tak karuan.

Tapi dari situ setidaknya Kiel paham beberapa hal. Ingatan original Kiel tidak semuanya dapat ia ingat. Lalu hubungan ketiga bersaudara Vaseo tidak buruk, hanya setelah mengenal busuknya Keluarga Kerajaan dan 'beban' memiliki gelar Duke dilimpahkan kepadanya, Kiel menarik diri. Hari-hari berat ia rasakan kemudian. Nah, sayang, di bagian ini Bima tak bisa mengakses apa pun dari kamar-kamar memori Kiel. Aliasnya dia tak mampu mengingat hal tersebut; beban itu dan keluarga kerajaan yang busuk. Dia hanya mengingat betapa traumanya original Kiel, harus mengangkang untuk memuaskan birahi keluarga kerajaan.

Perlu waktu yang lama bagi Kiel untuk meyakini sebagian memori Kiel yang asli terkunci. Kesimpulan ini saja ia raih setelah ia mendekam di perpustakaan khusus yang terletak di bawah kamarnya. Saat dia keluar dari perpustakaan … hari, sudah malam.

Menghela napas, akhirnya Kiel urung melakukan apa pun dan memilih makan, mandi lalu tidur. Ia tak banyak bertukar cakap dengan pelayan, tak berusaha beramah tamah pula—untuk menghindari munculnya masalah baru.

Lalu sekarang, ia sudah berbaring dan siap pergi ke dunia mimpi.

Atau setidaknya itu yang dipikirkan orang lain.

Setelah semua pelayan menjauh dari kamarnya, Kiel membuka mata. Ia bangkit dengan mata 1000 volt dan senyum lebar merekah di bibir. Wajah tenang nan kalem yang biasanya menggantung di muka seorang Kiel dei Vaseo berubah. Ia tampak kegirangan. Yah, sebenarnya yang girang Bima.

"Yosh! Daripada bobo cantik, aku lebih baik pergi menjelajah kota!" Kiel mengepalkan tangan, untuk menyalurkan semangat empat limanya, ia meninju udara. Bagi Bima yang memang hobi begadang di kehidupan lalunya, malam masih panjang. Karena itulah, tanpa menunggu lama, ia buru-buru berganti pakaian.

Berkaca, Kiel menilik penampilannya. Dia tak bisa melihat dengan jelas karena sengaja tak menyalakan batu mana pengganti lampu di atas sana dan hanya menggunakan api kecil sebagai cahaya. Jujur hal ini dia lakukan sebab Kiel tidak terlalu suka dengan bau yang ditimbulkan pasca penggunaan batu mana; terlalu wangi. Tapi ia rasa penampilannya tidak buruk juga.

Senyum kecil merekah di bibir lelaki pirang itu. Ia kemudian berlari ke arah jendela super besar, mengayunkan tangannya yang sudah berpendar merah, menjentikkannya dan seketika membuat jendela itu terbuka. Cepat ia melangkah ke beranda dan melompat dari sana. Kendali kamar Kiel berada di lantai empat, tak ada ketakutan di wajah itu, justru ia tampak penuh gairah. Detik berikutnya, dengan jentikan lagi Kiel menghilang bersamaan dengan tertutupnya kembali jendela kamar.

Hal lain yang tadi Kiel pelajari selepas kepergian Kierra adalah sihir. Dia bahkan melakukan praktik di perpustakaan setelah membaca manual. Dia memahami jika sumber energi dalam sihirnya berpusat pada 'raynen'—atau disebut mana di kerajaan lain—dan bukan menjalin kontrak dengan 'Flairy'—semacam djin di Indonesia. Karenanya, ia bisa mempelajari sihir dengan buku sebagai panduan.

Dan itu mudah. Bagi tubuhnya tentu saja.

Dalam hitungan menit, Kiel sudah berpindah tempat. Ia kini sudah berada di suatu gang gelap yang berada di ujung kota, di dekat perumahan kumuh. Sengaja ia mengambil area terpencil agar tidak ada yang mencurigai kemunculannya secara tiba-tiba.

Namun sesuatu terjadi begitu ia menapakkan kaki di tanah becek sana. Napas Kiel rasanya berat, pandangannya berputar. Ia sampai harus bersandar pada dinding penuh lumut di sana agar tidak jauh. Dan tanpa bisa dinyana, peluh mengalir di pelipis lelaki itu.

Bima tak mengerti apa yang tengah terjadi. Hanya saja, dia tahu apa penyebab hal ini. Satu, karena Raynennya baru saja dihabisi dan dia harus menggunakannya kembali sebelum terisi penuh atau yang kedua, Kiel dei Vaseo sudah tidak menggunakan raynennya begitu lama dalam jumlah yang besar. Untuk opsi kedua, sebut saja tubuhnya 'terkejut'.

Ini bukanlah masalah besar. Di buku tertulis jika kejadian ini akan berlangsung selama lima belas menit. Tapi oh fvck! Sakit yang Kiel rasakan ini tak terperi! Bahkan kini dia sudah tak mampu menjaga bobotnya dan melorot di lorong gelap itu. Tubuhnya bergetar tak karoan dan muka memucat.

Bima yakin kalau dia tidak berbuat sesuatu, dia bisa mati! Lima belas menit dalam kondisi begini? Gila saja!

Memutar otak, ia menemukan lembaran ingatan tentang kemampuan khusus pengguna Raynen. Mereka bisa mengumpulkan 'Flaira' dan menjadikan mereka sumber energi baru. Flaira ini semacam energi murni yang dihasilkan dunia atau oleh mereka yang menggunakan 'Flairy' sebagai sumber sihir. Namun keberadaan Flaira di area perkotaan tidak sebanyak mereka yang di alam bebas.

Mengumpat, Kiel memutuskan untuk bergambling. Dia yang sudah lemas di dalam gang dan kesulitan bernapas ini memejamkan mata. Perlahan tubuhnya mengeluarkan Raynen sampai seluruh lorong itu bercahaya, lalu cepat ia menipiskan bentukan raynennya dan membuatnya seperti ular, menjalar ke berbagai arah. Selanjutnya, dalam diam ia menunggu para 'ular' itu mendapatkan mangsa dan menyalurkan energi pada dirinya.

Kiel menyandarkan kepalanya ke dinding kotor di belakangnya. Sambil menunggu, ia menyusun rencana apa yang akan dia lakukan sehabis ini. Pertama-tama dia akan mencari PUB atau BAR atau apalah yang menyajikan alkohol, Kiel ingin mencari informasi dari sana. Pertama-tama dia ingin menemukan kedai makanan terenak di perumahan kumuh ini.

Tiga menit tanpa tenaga dan dirundung rasa sakit tak terperi, Kiel merasakan listrik statis menyetrumnya. Kelereng biru langsung terbuka, ia mengerang tertahan, "kkkh," sembari memegangi dada. Setruman itu seolah membakar tubuhnya, tapi beberapa belas detik kemudian dia merasakan lebih baik. Apa artinya? Itu hanya pertanda ular yang ia buat berhasil mendapatkan Flaira.

Setelah tenaganya terisi sedikit, Kiel mencoba mengecek statusnya. Di sana ia menemukan magical power yang sudah tinggal seperdelapan, naik sebanyak 2000 poin. Untuk menjadi full, dia membutuhkan 8500 lagi.

Belum juga sakit sengatan yang Kiel rasakan mereda, setruman lainnya menjalar. Satu, dua, tiga … empat. Dan berhenti.

Kiel bergetar melihat angka yang tersaji di hadapannya 11500/12000.

"S-siapa yang menghasilkan Flaira sebanyak ini?" terengah, Kiel bertanya pada keheningan gang. Dia tahu normalnya, Flaira yang dihasilkan oleh Flairy dan kontraktornya tidak sampai angka ribuan. Lain halnya jika Flaira ini dihasilkan murni oleh alam.

"Jangan bilang … seseorang yang memiliki kontrak dengan salah satu anggota kerajaan Flairy?" gumaman meluncur dari bibir Kiel sembari beranjak berdiri. Dugaan memenuhi pikirnya. Hanya saja, dia jadi merinding sendiri memikirkan hal ini. Hanya orang pilihan yang bisa berkontrak dengan anggota kerajaan Flairy, kebanyakan dari mereka memiliki trah yang bagus; biasanya dari … bangsawan.

"Sialan!"

Firasatnya tak enak, dia bisa-bisa bertemu sesuatu tak mengenakkan jika terus tinggal di sini. Kiel buru-buru memutus koneksi dengan para ularnya dan merubah aliran raynen di tubuhnya. Cahaya pendar merah menyelimuti tubuh. Detik berikutnya ia menjentikkan jari dan tubuhnya menghilang dari sana—ia berteleport.

Beruntung dia, karena semenit setelah ia menghilang dari sana … seseorang muncul secara tiba-tiba dari udara kosong. Lelaki berema hitam dengan manik coklat yang dibalut jubah hitam mewah. Pin berantai tersemat di salah satu dada di balik jubahnya yang tersingkap. Pin itu terhubung dengan rantai dan rantai itu meliak-liuk sedemikian rupa membentuk burung.

Ia terdiam sesaat. Seekor burung cantik bak phoenik berwarna emas muncul di bahunya. Ia menolehkan kepala kesana kemari sebelum mendekatkan kepalanya yang cantik ke telinga si pemuda.

Seketika lelaki itu menegang.

"Apa?! Yang baru saja berada di sini … kak Kiel?!" gaungan itu terdengar di gang tanpa penghuni. Berikutnya, bahkan sebelum angin dapat menjawab, lelaki itu berdecak dan kembali menghilang.

Namun sebelum ia lenyap, desisan meluncur dari bibir, "lacak dimana dia, Phoe," perintah ia lontarkan. Pada siapa, tiada yang bisa menjawab.

[]

Próximo capítulo