webnovel

SUKA DUKA DI PONDOK PESANTREN

Kurang lebih satu jam Panji tidur di kamar... Adzan subuh terdengar mengema. Ustadz Bakri Lurah pondok membangunkan beberapa santri yang masih tertidur. Sesampainya di kamar pojok... Ustadz Bakri tersenyum melihat Panji tidur, lalu menghampirinya sambil menguncang pundak Panji Ustadz Bakri berkata,

"Kang Panji... Ayoo bangun! Waktunya solat subuh!"

Dengan menahan rasa kantuk yang sangat berat... Panji pun bangun kemudian berjalan menuju musollah. Seperti biasanya Kyai Nuruddin pemimpin pondok Meteor Garden selalu istiqomah mengimami solat subuh. Setelah solat subuh... Sang Kyai melihat Panji duduk si sof belakang sambil tidur menundukkan kepala.

"Kang Panji...!" panggil -panggil sang Kyai,

"Kang Panji...!"

Karena matanya terpejam dan tidak mendengar panggilan sang Kyia... Kyai akhirnya berdiri lalu mendekati Panji dan duduk di depan Panji.

Kyai menepuk pundak Panji sambil berkata,

"Bagun...!"

Panji bukannya bagun, tapi merobohkan dirinya di lantai musollah.

"Salim," panggil sang Kyai.

"Sendikoh dawuh Kyai," ucap Kang Salim sambil menundukkan kepala.

"Ambilkan air satu gayung," ucap Kyai.

"Sendikoh dawuh Kyai," ucap Salim kemudian ke kamar mandi musollah.

Tak lama kemudian,

"Ini Kyai airnya," kata Kang Salim.

Setelah menerima gayung berisi air... Kyai menyiramkan air tersebut di kepala Panji.

Sontak Panji kaget membelalakkan kedua matanya. Lebih kaget lagi... Panji melihat sang Kyai duduk di depannya,

"Iya kyai."

"Kalau malam jangan lihat TV saja di warung ya," ujar sang kyai.

"Akibat sering ke warung malam - malam lihat TV... Kamu meninggalkan kewajiban mu! Kan sudah aku perintahkan, setiap subuh kamu Adzan? Eee... Enak - enakkan tidur!

Ayoo mandi, terus Ngaji," bentak Kyai sambil mengampar kepala Panji.

Sambil meringis kesakitan... Panji bergegas ke kamar mandi. Setelah itu Panji ngaji jus Ammah ke Kang Subur.

*

Matahari mulai meneranggi bumi dan pagi pun tiba.

Seperti biasa... Panji pergi ke dapur ndalem, kemudian menyapu rumah sang Kyai. Ketika Panji menyapu ruang keluarga... Panji melihat sang Kyai lagi membaca buku kitab Torekot Naqsabandiyah.

"Kang Panji," panggil Kyai.

"Iya kyai," ucap Panji mendekat.

"Saya minta maaf yaa... Karena tadi subuh aku telah mengampar kepala mu," ujar sang Kyai.

"Iya kyai," ucap Panji lirih,

"Saya yang salah Kyai, dan pantas mendapat hukuman."

"Sebenarnya... Saya itu mengampar setan yang ada di kepala mu, bukan mengampar diri mu," ucap sang Kyai,

"Agar dirimu di siplin dalam beristiqomah. Jika kamu istiqomah adzan subuh hingga 40 hari tidak putus... Kamu akan menjadi anak yang alim, kamu juga akan di kenal oleh penduduk langit. Itulah sebabnya aku memerintahkan dirimu agar istiqomah adzan subuh. Kapan lagi kalau tidak mulai dari sekarang?!! Mumpung masih muda, mumpung tinggal di pesantren...

Gunakanlah masa muda mu sebelum datang masa tua mu

Gunakanlah masa sehat mu sebelum masa sakit mu

Dan gunakanlah masa kaya mu sebelum datang masa miskin mu.

Ingat ingatlah 3 perkara ini!!!"

"Iya kyai," jawab Panji,

"Kyai... Apakah boleh aku membaca buku - buku milik Kyai yang ada di rak buku?"

"Boleh," ucap Kyai,

"Baca saja, gak apa - apa... Supaya kamu cepat alim.

Kyai mau wirid dulu yaa, kamu lanjutkan menyapunya."

Setelah merampungkan semua pekerjaan harian... Panji bergegas ke rumah kyai Asbak. Sesampai di pintu dapur ndalem, Panji uluk salam,

"Assalamualaikum," kemudian Panji masuk.

"Waalaikumsalam Kang Panji," sahut Bu Nyai Halimah,

"Kamu sarapan dulu Kang Panji, terus kamu antar es dan kue ini ke warung - warung."

"Saya barusan sarapan Nyai," kata Panji kemudian mengambil teremos es dan berlalu keluar dapur.

Setelah membantu Bu Nyai Halimah... Panji bergegas kembali ke pondok. Ketika melintasi kamar Kang Ujang teman karibnya... Panji melihat Kang Ujang dengan wajah murung. Sambil berlalu... Panji berkata lirih,

"Kang Ujang kenapa ya? Kok kelihatan sedih! Kayak janda baru di cerai suaminya saja!"

Setelah sampai di kamar... Panji langsung merebahkan badannya. Ketika baru merebahkan badannya... Tiba - tiba Kang Salim melempar ember di samping Panji.

Mendengar suara ember jatuh... Panji terperanjat kaget, sambil berkata,

"Ah! Kamu Kang, bikin kaget saja!"

Ayoo Panji ke sungai, cuci baju," kata Salim,

"Enak ya... Tadi subuh di mandiin sama kyai, hahaha...

Lagian semalam di ajak istirahat gak mau!"

"Kang Salim! Sini sebentar," kata Panji sambil tengkurap,

"Tolong pijitin badanku sebentar, nanti aku kasih rokok surya 16 satu bungkus! Capaik semua rasanya badanku."

"Walau gak kamu kasih rokok, ya tetap aku pijitin walau sebentar," ucap Kang Salim.

Sambil merasakan pijitan Kang Salim... Panji bertanya,

"kang... Mengapa Kang Ujang terlihat sedih sekali? Kayak janda yang baru di ceraikan sama suaminya?"

"Biasa Kang, anak pesantren," ucap Kang Salim,

"Semalam Kang Ujang bilang... Kiriman untuk bulan ini telat, Karena Ayahnya gagal panen Kang! Jadi, dia bingung untuk kebutuhan makan dan jajan bulan ini. Kemarin Ayah nya nitipin uang sama tetangganya uang sebesar 10 rb, kebetulan tetangganya perjalanan ke kota Serang. Jadi bulan ini Kang Ujang dapat kiriman uang sebesar 10 ribu... Aku juga bulan ini belum dapat kiriman.

Gak tau kenapa, biasanya sih! Tanggal 4 seminggu yang lalu."

Medengar ucapan Kang Salim... Panji berkata,

"Sudah Kang pijitnya, ayoo kita ke sungai cuci baju sambi mandi... Masalah uang kiriman uang jangan di pikirkan, aku ada uang kalau hanya untuk makan dan jajan!"

Setelah mengambil amplop uang pemberian Pak Haji yang di simpan di bawah tumpukan baju... Panji berkata,

"Kang Salim! Ajak Kang Subur dan Kang Ujang ke sungai... Bilang di traktir Panji beli bakso."

"Ok kang, siap!" ujar Kang Salim kemudian beranjak pergi.

Tak lama kemudian... Panji dan ketiga teman karibnya pergi mencuci baju di sungai. Di tengah jalan mereka mampir ke warung bakso. Sambil menikmati bakso dan es kelapa muda... Panji berkata,

"Kang... Kemarin lusa aku di kasih Pak Haji uang 400 rb, ini amplop isinya 300 rb untuk kalian bertiga. Kalian bagi 100 ribuan! Lumayan untuk kebutuhan kalian di pondok."

Setengah tidak percaya Kang Salim mengambil amplop yang tergeletak di atas meja, kemudian membuka dan menghitungnya.

"Aawww...! Banyak sekali uang ini... Seumur - umur baru kali ini aku melihat uang yang banyak. Ini beneran untuk kami bertiga?"

"Iya Kang, ambil saja untuk makan dan jajan kalian... Aku juga kebagian 100 rb," ucap Panji sambil mengunyah pentol.

"Yang ngasih uang Pak Haji siapa kang?" tanya Kang Subur.

"Gak tau siapa namanya? Waktu sore aku nyapu halaman rumah kyai... Tiba - tiba ada tamunya Kyai bawah mobil, kemudian ada Pak Haji keluar dari dalam mobil dan langsung memberiku amplop berisi uang ini," ujar Panji,

"Pak Haji itu sepertinya mengantar anaknya mondok di santri putri."

"Baik bener nasib mu Kang," sahut akang Ujang,

"Eeee...! Uang 100 ribu ini bisa buat makan dan jajan selama 4 bulan loh, itu pun sudah istimewa menunya."

"Biasa... Rejeki anak soleh," kata Panji sambil tersenyum,

"Udah... Uang itu kalian bagi, jangan sungkan - sungkan! Kita kan teman baik... Ayoo kita cuci baju, habis ini aku mau sekolah Diniyah!"

Setelah menjemur baju di halaman depan pondok... Panji dan para santri lainnya melaksanakan solat duhur berjamaah.

***

Setelah solat dzuhur... Panji bergegas mengambil buku tulis kemudian beranjak pergi ke pondok pesantren Arrohman seberang jalan.

Setelah berada di pelataran pondok... Panji melihat Bela yang sedang membantu ibunya jualan es dan kue. Ketika Panji berjalan mendekati Bela... Tiba - tiba ada suara yang menyapanya,

"Hai Panji... Asalamualaikum," ucap Muna yang berwajah cantik.

"Waalaikumsalam," jawab Panji.

"Mau kemana Kang Panji," tanya Muna teman satu kelasnya.

"Mau beli jajan di bawah pohon jambu," ucap Panji kemudian berlalu.

Setelah berada di depan meja Ibu Bela... Panji berkata,

"Bela... Beli es teh," kemudian tangan Panji mengambil pisang goreng.

"Kang... Murid baru ya? Kok gak pernah kelihatan," tanya Bela.

"Iya, kemarin baru masuk kelas," ucap Panji.

"Dari pondok Meteor Garden apa dari pondok Arrohman?" kata Bela sambil memberikan segelas es teh.

"Dari pondok Meteor Garden," kata Panji sambil menerima segelas es teh.

"Kamu kok tau nama ku?" tanya Bela.

"Tau, di kasih tau Ustadzah Aisah kemarin,

"Bela... Siapa cewek itu namanya? Yang duduk di warung bakso pakai kerudung warna ping."

"Oh... Itu Neng Muna anak kelas satu Diniyah, dia santri pondok putri Arrohman, baru dua bulan dia tinggal di pesantren," kata Bela kemudian duduk,

"Dia anak jakarta Kang... Kenapa? Naksir ya?"

"Gaaak! Tanya saja, soalnya dia tadi menyapa ku. Saya ingat - ingat... Dia ternyata satu kelas dengan ku," ujar Panji.

"Kamu kelas berapa kang, dan siapa nama mu?" tanya Bela.

"Kelas satu, Namaku panji, dari Surabaya Jawa Timur."

"Ooh... Kamu yang namanya Kang Panji!" seru Bela kemudian tersenyum,

"Denger - denger gosib, katanya kamu santri yang nakal ya... Suka iseng! Bener gak Kang?"

"Gak benar itu Bel, itu cuma santri iri saja sama aku," ucap Panji.

"Kang... Nama mu terkenal loh di pondok Arrohman ini, khususnya di pondok putri," kata Bela,

"Terkenal gantengnya hehehe."

"Ha! Kamu baru sadar ya... Kalau aku ini Ganteng," kata Panji kemudian mengambil pentol,

"Bela... Kamu kelas berapa di sini? Apa kamu juga ikut ngaji di pondok?"

"Kelas dua Kang, iya kadang - kadang ikut ngaji kalau gak sibuk bantu Ibu," ucap Bela,

"Katanya kamu menjadi khodamnya keluarga Kyai Nuruddin?"

"Iya benar, emang kenapa?" tanya Panji.

"Gak apa - apa, tanya aja," kata Bela,

"Satu lagi... Latanya kamu belum bisa baca qur'an ya? Masih ngaji jus Ammah."

"Iya, belum bisa baca qur'an, masih ngaji jus Ammah," kata Panji,

"Kok kamu tau?"

"Di pondok ini... Setiap ada kejadian apa saja, para santri pasti tau," kata Bela.

"Ternyata kamu cerewet juga ya... Banyak omongnya," kata Panji santai.

"Ya... Jualan ya harus banyak omongnya Kang, kalau diam saja kan gak ada yang mau beli," kata Bela,

"Buktinya kamu betah berlama - lama di sini sama aku."

"Cocok jadi seles kamu," ucap Panji.

Bel berbunyi... Para santri bergegas masuk kelas.

Begitupun Panji dan Bela mengakhiri obrolannya.

Di dalam kelas... Ustadzah Aisah berdiri di depan papan tulis dan berkata,

"Kalian tulis apa yang saya tulis di papan ya...!" Kemudian Ustadzah Aisah menulis tulisan arab.

Setelah menulis Bahasa Arab... Ustadzah Aisah duduk di kursinya. Setelah beberapa saat... Ustadzah Aisah berjalan melihat - lihat tulisan para anak didiknya. Begitu sampai di meja Panji... Ustadzah Aisah berhenti lalu berkata,

"Kang Panji... Belajar nulisnya yang benar, yang baik, pelan - pelan ya! Kalau tulisannya jelek! Rugi sama gantengnya!!!"

Mendengar ucapan Ustadzah Aisah... Beberapa murid putri tersenyum tersipu.

Setelah selesai pelajaran nulis arab... Para murid kemudian belajar membaca. Tak lama kemudian bel berbunyi dan para santri keluar kelas satu persatu.

Sampai kelas kosong... Panji tetap duduk di bangkunya sambil menulis ulang kembali. Setelah selesai, Panji baru keluar kelas.

Dengan langkah gontai Panji berjalan ke arah pondok sambil menundukkan kepalanya. Setelah menyebrang jalan... Panji berjalan bukannya ke pondok, tapi berjalan menuju arah makam Kyai Jabat.

Setelah berada di depan makam... Panji duduk bersandar ke tiang kayu penyangga.

Sambil duduk... Tak terasa air matanya menetes, dengan suara pelan Panji berkata lirih,

"Hati ku sangat sedih sekali, aku sangat rindu sama Ayah dan Ibuku. Sudah hampir tiga bulan aku di sini... Jauh dari keluarga dan teman teman satu kampung. Kadang... Aku iri melihat teman - teman ku di jenguk orang tuanya. Mereka terlihat bahagia dan senang sekali! Aku hanya bisa melihat dari kejahuan.

Tanpa sadar... Panji merebahkan badannya kemudian tertidur pulas.

Próximo capítulo