webnovel

Peristiwa di Malam Bulan Purnama II

"Apapun yang terjadi, aku tetap tidak akan menyerahkan bocah ini kepada kalian," tegas Kakek Li Beng.

Meskipun sebenarnya dia sendiri merasa sangat ketakutan, namun nyatanya orang tua itu sedang berusaha untuk memberanikan dirinya. Dia seakan tidak perduli dengan lima orang-orang yang jahat itu. Kakek Li Beng seperti tidak takut kepada golok tajam yang dimiliki mereka.

Padahal, setiap saat senjata itu bisa saja menebas kepalanya hingga kutung.

Tapi nyatanya Kakek Li Beng tidak mengubah pendirian. Dia tetap kokoh dengan pendiriannya. Kakek tua itu ingin melindungi Li Yong. Apapun yang terjadi!

Terkadang memang ada sebagian manusia yang rela melakukan apa saja demi orang-orang yang berarti dalam hidupnya. Mereka siap mengorbankan apapun. Bahkan tidak terkecuali dengan selembar nyawanya sendiri.

Dan Kakek Li Beng termasuk ke dalam jajaran manusia seperti itu.

Dia akan melindungi 'cucu'nya bahkan meskipun harus mempertaruhkan nyawa. Baginya, Li Yong adalah segalanya. Dia rela kehilangan gubuk tuanya, dia rela kehilangan sawah ladangnya. Tapi dia sungguh tidak rela kalau harus kehilangan Li Yong yang sangat disayanginya.

"Bangsat tua! Rupanya kau ingin mampus!" bentak orang bercadar hitam tersebut.

Selama ini, dia telah mencoba untuk sabar. Dirinya belum bertindak karena tidak mau mengotori tangan ataupun goloknya.

Siapa sangka, ternyata usahanya itu sia-sia.

Oleh karena itulah, setelah mengetahui kalau usahanya dengan cara halus tidak akan berhasil, maka terpaksa dia harus menggunakan cara yang kasar.

Sembari berkata demikian, tangannya langsung bergerak. Dia membantingkan tubuh Kakek Li Beng hanya dengan satu kali pukulan tangan kanan yang sangat keras.

Suara berat terdengar. Tubuh yang sudah tua renta itu terbanting, bahkan terlempar sejauh dua tombak.

Kakek Li Beng segera bangun. Walaupun dia merasakan sakit yang teramat sangat, tapi lagi-lagi demi Li Yong, maka seluruh rasa sakit itu seakan tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Kakek tua itu berusaha melawan dengan segenap tenaga yang dia miliki. Sayangnya, bukannya mendapatkan Li Yong, dia malah mendapatkan beberapa buah pukulan yang bahkan jauh lebih keras daripada sebelumnya.

Usianya sudah tua. Kondisi tubuhnya pun sudah lemah. Sehingga wajar kalau baru beberapa pukul saja, Kakek Li Beng sudah tidak mampu melakukan apa-apa lagi. Darah segar telah merembes keluar dari lubang hidungnya. Bahkan dari mulutnya juga sama.

Seluruh tubuhnya terasa semakin sakit.

Tapi rasa sakit itu belum seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit hatinya ketika melihat Li Yong yang sudah berada dalam genggaman orang-orang kejam tersebut. Bocah itu bahkan sampai menangis histeris.

Dia terus memanggil-manggil namanya. Meminta dirinya agar memberikan pertolongan.

"Kakek, tolong aku, Kek. Aku tidak mau ikut dengan mereka. Tolong aku, Kek!"

Suara Li Yong mulai serak. Rasa takut mulai menjalari seluruh tubuhnya.

Walaupun usianya masih kecil, tapi dia sendiri sudah tahu bahwa kelima orang bercadar itu bukan manusia baik-baik.

Kakek Li Beng menggertak gigi. Dia berusaha merangkak, mencoba mendekati Li Yong dengan sisa tenaga terakhirnya.

Siapa sangka, ketika jaraknya hanya tersisa dua langkah, tiba-tiba satu tendangan keras dilayangkan oleh salah satu dari mereka.

Bukk!!!

Tubuh Kakek Li Beng terpelanting ke atas. Begitu tubuhnya sudah turun, sebatang golok sudah menunggunya.

Crashh!!!

Kakek Li Beng memelototkan kedua matanya ketika sebatang golok merobek kulit dadanya. Darah segar langsung menyembur deras dari mulut luka itu.

Brugg!!!

Tubuhnya kembali ambruk ke tanah. Sekarang seluruh tubuh yang telah lemah itu sudah dilumuri oleh darah.

Dalam sisa-sisa terakhir hidupnya, Kakek Li Beng sempat menjulurkan tangannya. Seolah-olah dia masih ingin berusaha menyelamatkan Li Yong. Air mata telah menetes membasahi pipinya yang sudah keriput.

Hatinya benar-benar perih. Bahkan jauh lebih perih daripada luka di dada yang sedang dia rasakan sekarang.

Berselang sesaat kemudian, tubuh yang sudah lemah itu tidak bergerak lagi. Kakek Li Beng telah tewas. Tewas dalam usahanya menyelamatkan Li Yong, satu-satunya orang yang dia anggap paling berarti sepanjang hidup, bahkan sampai akhir hayatnya.

Li Yong menjerit sangat keras. Dalam ketidaksadarannya, bocah itu mengigit tangan orang yang membawanya dengan sekuat tenaga.

Kontan saja orang tersebut berseru kaget. Secara spontan dia lepaskan genggamannya.

Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Li Yong, bocah tersebut langsung meronta lalu melarikan diri ke balik semak belukar yang terdapat di sana.

Lima orang itu geram. Masing-masing dari mereka saling pandang beberapa kejap. Detik berikutnya, tanpa ada yang bicara, mereka langsung bergerak mencari Li Yong.

Lima orang bercadar tersebut segera berpencar. Mereka menelusuri semak belukar yang ada di sekitarnya. Namun sayang sekali, usaha mereka gagal total.

Li Yong tidak berhasil ditemukan.

Karena merasa pencariannya sia-sia, akhirnya mereka memutuskan pergi dengan membawa rasa kesal.

Sementara itu, ketika merasa situasinya sudah aman, Li Yong mendadak keluar dari balik semak belukar. Entah bagaimana caranya sehingga dia tidak bisa ditemukan oleh kelima orang bercadar tadi. Padahal, lokasi bersembunyi dirinya tidak berada jauh dari mereka.

Apakah ini sebuah kebetulan? Ataukah sebuah keajaiban?

Tiada yang tahu pasti akan jawaban tersebut.

Hanya saja, dalam setiap kejadian, keajaiban memang kerap kali terjadi. Percaya atau tidak, tapi fakta seperti itu sangat sering terbukti.

Li Yong segera berjalan keluar, dia kembali memastikan keadaan. Setelah yakin bahwa di sana tidak ada orang lain kecuali dirinya, bocah itu langsung berlari menghampiri Kakek Li Beng yang sudah terbujur kaku menjadi mayat.

Li Yong terus menangis tanpa henti. Tangisan bocah itu cukup lama. Sekitar sepeminum teh kemudian, akhirnya tangisan tersebut berhenti.

Entah, apakah karena semua kesedihannya sudah tercurahkan? Atau karena, air matanya sudah dihabiskan?

"Maaf, Kek. Aku harus menyeretmu, hanya dengan cara ini agar aku bisa membawamu dan menguburkanmu dengan layak," ucapnya penuh kasih sayang.

Li Yong kemudian menyeret jasad Kakek Li Beng sampai ke dalam hutan. Setelah menemukan tempat yang dirasa cocok, dia kemudian mencari kayu yang bisa digunakan untuk menggali lubang.

Tidak berapa lama, kayu ditemukan. Li Yong mulai menggali kuburan untuk kakek angkatnya tersebut. Begitu lubang telah tercipta, dia segera memasukkan jasad kakek tua itu.

Setelah proses yang cukup memakan waktu itu selesai, Li Yong sempat bersujud tiga kali di hadapan makam Kakek Li Beng. Hal itu dia lakukan sebagai bakti dan bentuk penghormatan terakhir kepadanya.

"Beristirahatlah yang tenang, Kek. Aku berjanji, suatu saat nanti, aku akan membalaskan semua ini," katanya sambil menggertak gigi.

Li Yong bangkit berdiri. Dia membalikkan tubuhnya lalu segera pergi dari sana.

Malam semakin larut. Udara semakin dingin. Seorang bocah berusia sepuluh tahun sedang berjalan seorang diri di tengah sepinya malam.

Selain pemandangan bocah kecil yang berjalan terlunta-lunta tanpa arah tujuan, di dunia ini, adakah hal lain lagi yang lebih menyedihkan?

Próximo capítulo