Ini adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Kenapa … kenapa semuanya menjadi kacau seperti ini?
GREK … GREK ….
Tidak hanya tanah bagian atas saja yang bergetar hebat, tapi juga tanah yang ada di bawah, suara getaran dan retakan Mansion sudah tidak bisa dibendung lagi, sedikit demi sedikit, dinding dan tiang-tiang penyangga runtuh.
"Kau ingin kita mati bersama-sama di sini?" Sosok berjubah itu menggarahkan tangannya ke depan, puluhan monster yang datang dari atas bergerak menyerang monster yang keluar dari dalam lumpur.
Leo mendongak, sorot matanya itu terlihat semakin gelap. Bibirnya melengkung, membentuk senyuman miring.
"Kalau itu terjadi maka tidak apa-apa, Mansion ini akan jadi kuburan kita berdua."
"Kau gila!" Sosok berjubah itu berteriak, ular yang ia pijak berputar mengibaskan ekornya ke mana-mana, membuat keadaan semakin tidak terkendali. "Sepertinya kau sudah tidak bisa berpikir lagi sekarang?"
Leo tidak mengatakan apa-apa lagi, ia meraih rantai yang selama ini menjeratnya dan melompat mendekati sosok berjubah yang masih berdiri di atas kepala sang ular.
TRAK … TRAK ….
Sosok berjubah itu menjadi waspada, ia melihat ke sekeliling, ia ada di antara para monster miliknya dan monster yang keluar dari dalam lumpur.
"Kena kau," gumam Leo.
Laki-laki itu melompat dengan ringan ke belakang sosok berjubah, melingkarkan rantai ke lehernya.
"Akh!" Sosok berjubah itu terseret ke belakang, ia terjatuh ke tanah dengan suara berdebam keras.
Ular yang melihat Tuannya jatuh, membuka mulutnya, mencoba menangkap tubuh Leo dengan gigi taringnya.
"Sekarang kau paham kan, apa yang aku lakukan lima tahun ini?" Leo mencondongkan tubuhnya dan rantai itu kembali terseret.
"Bisa-bisanya aku terjebak dalam hal seperti ini?" Sosok berjubah itu terkekeh, ia menggerakkan tangannya dan rantai yang mejeratnya itu terputus. "Memangnya kau pikir aku tidak bisa apa-apa?"
Sosok berjubah itu bangkit, mengayunkan tangannya dan ular besar yang membuka mulut tadi pecah di udara, menjadi ular-ular kecil yang berlompatan ke arah Leo seperti air hujan yang berjatuhan dari atas langit.
Leo menggerakkan rantai yang masih tersisa di tangannya, menghalau ular yang berjatuhan dari atas, matanya tidak lepas menatap sosok berjubah yang terlihat akan melarikan diri.
"Ini adalah pertaruhan," kata Leo sembari menerobos tumpukan ular yang bergerak-gerak di bawah kakinya. "Mau lari kemana kau?"
Sosok berjubah itu melompat ke tengan-tengah monster yang datang dari atas, membuat pertahanan diri dari Leo yang selalu mendekatinya. Ia tahu apa yang keluar dari mulut laki-laki itu tidak main-main, pertaruhan mereka harus terlaksana.
Monster-monster menggeram dan mengangkat tangan mereka, mencoba menyerang Leo dari segala penjuru, ular-ular yang menggeliat mulai merayap naik, ingin menjerat dan mematuk laki-laki itu.
Leo tidak goyah dari tempatnya, monster lumpur yang ada di sisinya membantunya melawan dan ia mendapatkan sebuah pedang yang sudah berkarat di dalam lumpur.
PRASH!
Pedang berkarat itu mengayun, menebas monster yang mendekat dan ular-ular yang membuka mulutnya lebar-lebar. Lumpur dan darah bercampur jadi satu, erangan dan teriakan bergema dengan nyaring.
"Wah, lumayan juga."
Sosok berjubah itu menggerakkan tangannya, ular-ular yang tadinya bergerak mendekati Leo berbalik ke arah dirinya, menyatu dan kembali menjadi tongkat.
"Heh." Leo mendengkus, mengusap wajahnya yang kotor.
"Yah, aku akan lebih serius sekarang." Sosok berjubah itu mengetukkan tongkat ke atas tanah.
"Grah!" Para monster yang berdatangan di atasnya tiba-tiba saja berteriak sambil memegangi kepala mereka, tubuh mereka terhuyung-huyung dan sebagian berjatuhan.
Leo menahan napas, ia tetap waspada. Monster yang keluar dari lumpur masih ada di pihaknya, mereka tidak berhenti menyerang para monster yang menjerit-jerit.
"Aku akan mengakhiri ini dengan cepat, kau harus bersiap-siap untuk menyerahkan dirimu padaku, cintaku." Sosok berjubah itu terkekeh, tongkat yang ia pegang mengetuk lagi ke atas tanah.
Tanah bergetar lagi dan Leo bisa merasakan kalau bagian atas Mansion mulai berjatuhan, runtuh ke tanah. Monster-monster mulai berhenti berteriak dan tubuh mereka mulai membesar.
Leo tidak mengatakan apa-apa, semakin mereka berubah, semakin pikirannya terasa kosong, ia mulai melupakan beberapa hal penting. Misalnya saja, apa yang tadi ia pikirkan?
Leo tidak ingat.
Semua perhatiannya tersita pada sosok berjubah yang mulai meneriakkan beberapa kata padanya, terdengar seperti makian.
Tapi Leo tidak mengerti apa yang ia katakan, seakan-akan apa yang keluar dari mulut sosok berjubah itu bukan lagi ditujukan pada dirinya.
Laki-laki itu berjalan dengan mata menatap lurus pada sosok berjubah, langkahnya tenang menerobos para monster yang lebih tinggi darinya, tidak sekali dua kali ia harus mengayunkan pedang untuk menebas monster yang menghalangi jalannya.
"Minggir."
Leo tidak peduli seberapa kotor pakaian yang ia kenakan, kepalanya terasa sangat dingin dan langkahnya terasa kaku, semakin dekat, semakin ia merasa kalau ia harus melenyapkan sosok berjubah yang lagi-lagi mengetukkan tongkatnya ke atas tanah.
Ia tidak ingat, apa yang ia katakan tadi, tapi hatinya dengan kuat memaksa dirinya untuk mengalahkan sosok berjubah.
Ia harus.
PRASH!
Ketika Leo mengayunkan tangannya pada sosok monster yang ingin menerkamnya, ular seukuran pergelangan tangan dengan cepat melilit kakinya dan memanjat naik.
"Kau tidak akan bisa menyentuhku," kata sosok berjubah itu dengan penuh penghinaan, mata dan wajahnya masih tertutup tudung hitam, tidak jelas apakah saat ini ia sedang menyeringai atau tidak.
"Begitu? Mari kita lihat." Leo mengayunkan pedang berkarat ke monster yang terus berdatangan ke arah dirinya, ular yang memanjat naik ia hantamkan dengan gagang pedang berkali-kali.
"Aku mungkin mulai lupa," kata Leo dengan suara tertahan, giginya gemerutuk, pedang berkarat tidak akan sebagus pedang biasa, kekuatan tebasannya tumpul dan semakin tumpul ketika digunakan terus menerus.
"Tapi aku tetap merasa kau adalah orang yang harus mati sebelum aku." Leo menarik ular yang menjerat kakinya, membanting ke tanah dan ia melangkah maju.
Pedang berkarat itu menghantam tongkat sosok berjubah, suara denting yang aneh terdengar, Leo menekan dengan kuat hingga sosok berjubah itu mundur tanpa sadar.
"Grah!"
Tiba-tiba saja monster muncul dari dalam lumpur, menarik jubah hitam yang selama ini menutupi tubuh sang sosok berjubah, tidak hanya satu monster saja yang tiba-tiba menarik, tapi ada tiga dan menarik jubah hitam dengan kasar secara bersamaan.
SRAK!
Jubah hitam itu tertarik dan robek dalam satu kali sentakan, Leo mengangkat pedang dan menghantamkan kembali ke tongkat yang mulai goyah.
Jubah hitam itu tertarik, jatuh ke tanah dan memperlihatkan sosok yang sebenarnya, rambut panjang itu berkibar dan memperlihatkan warnanya di dalam kegelapan.
Rambut pirang dan mata biru itu terlihat dengan jelas, mengenakan gaun merah dengan rok berenda.
Wanita itu menelan ludah dengan wajahnya yang pucat, tangan yang memegang tongkat itu gemetar.
"Leo … kau …."
Leo tidak ingat siapa wanita yang satu ini, tapi keinginannya untuk memenangkan taruhan semakin kuat.
"Kau harus mati sebelum aku."