webnovel

10. Manis!!!(2)

Masih dalam mode jambak-jambakan...

Randi, "Ayo!! Bagas jangan mau kalah!! Chris jangan lepasin rambutnya si Bagas! Tarik aja!!"

Dasar Randi, teman berantem bukannya dipisahin eh malah tambah dikoar-koarin. Mungkin hanya Wira yang otaknya masih normal di pertengkaran ini.

"Kalian ngapain berantem disini?! Mau jadi jagoan? Berantem saja di lapangan sepakbola biar ramai banyak pendukungnya!!"

Farhan, Randi dan Wira termasuk dua orang yang lagi jambak-jambakan itu juga menoleh kepada seorang Dosen wanita gempal yang sedang berjalan mendekati mereka.

Ia berjalan diiringi dengan tatapan para murid disana, entah takut atau karena ngeri melihat tubuh gempalnya... Entahlah~.

Namun saat melihat Farhan berada di keributan itu, seketika Dosen itu berbalik lalu mengambil cermin kecil dari saku bajunya, mengecek giginya siapa tahu ada cabe yang nyangkut, menambah bedak, memakai blush on, mengganti pakaian dan lain-lainnya, Lebay. Sungguh, Murid-murid disana hanya bisa memutar bola mata mereka dengan malas.

Beginilah ulah Dosen wanita jika bertemu dengan seorang Farhan. bukan lebay tapi Author memang sengaja membuat karakter Tampan gak ketulungan untuk Farhan biar makin greget gitu loh~

"Bu Erni, kapan mau negur bocah-bocah SD itu?". Maksudnya Randi dan kawan-kawan.

Dosen Erni, "Bentar! Ibu lupa pake lipstik"

"HAAAAHHHH!!!"

Para Siswa dan siswi menghela nafas mereka secara bersamaan.

Setelah selesai dengan urusan pribadinya, Dosen gempal itu kembali berjalan kearah Farhan.

Farhan, "Halo Bu, apa kabar?". Ucap Farhan dengan Sopan diiringi dengan senyuman manisnya.

Baru saja Dosen Erni akan menjawab tiba-tiba terdengar suara ramai bak 17 Agustusan dari kumpulan wanita.

"Kyaaaa!!!! Ya Tuhan cabutlah nyawaku!! Kak Farhan senyumnya manis banget!!" Teriak mereka bersamaan, Mungkin mereka sudah latihan.

Dosen Erni, "Saya sehat kok, ini kenapa ya ribut-ribut?". Dengan suara yang di lembut-lembutkan namun bagi Farhan dan yang lainnya merasa akan segera muntah jika lama-lama mendengarnya.

Farhan, "Tidak apa-apa Bu, ini teman-temannya istri sa-ummmph!!"

Lagi-lagi Randi menampar mulut Farhan yang keceplosan dengan tas yang dibawanya. Sontak semua yang disana terkejut termasuk Wira, Bagas dan Chris yang sudah berhenti jambak-jambakan. Mereka hanya tidak menyangka bahwa seorang Farhan di tabok dengan Tas oleh seorang pria kecil.

Randi, "Bisa gak sih tuh mulut dijaga dikit!? Bawain tas gue! Capek! Berat!"

Farhan, "Hehehe... Iya-iya sayang jangan ngambek dong, aku kan keceplosan tadi". Bisiknya namun tidak digubris oleh Randi.

Randi, "Mau bareng nggak?". Tanya Randi kepada ketiga sahabatnya.

Wira, "Mau bareng nggak?". Ulang Wira.

Chris dan Bagas, "Bareng lah masa enggak!!". Jawab keduanya serentak.

Setelah Bagas dan Chris berbaikan di depan dosen, Mereka pun dibiarkan pergi ke tempat pendaftaran diikuti Farhan sebagai penunjuk arah. Soalnya Farhan tidak betah jika harus berlama-lama dengan Dosen gempal yang menor bin lebay itu.

Mereka selalu menjadi pusat perhatian saat berjalan di koridor. Soalnya selain Farhan dan Randi, ketiga temannya juga tampan bak model-model. Para mahasiswi merasa seperti menemukan kumpulan pangeran dan satu princesnya, siapa lagi kalau bukan Randi.

Namun tiba-tiba saja Bagas yang berada di belakang Farhan memperlambat langkahnya.

Bagas, "Kok bisa ya gembel kaya lo sepupuan sama Bang Farhan". Ucapnya seraya mengkode Randi dan 2 lainnya untuk memeprlambat langkah mereka dan membiarkan Farhan berjalan lebih dulu.

Randi, "Lo udah bosan hidup apa ngomong kayak gitu sama gue??". Randi meremas-remas tangannya di depan Bagas.

Bagas, "Hehehe... Enggak manis". Bagas nyengir kuda sambil menggeleng-gelengkan kedua tangannya. Soalnya kalau Randi sedang dalam mode marah wajahnya sangat menyeramkan.

Wira, "Beneran? Tapi kok lo gak pernah cerita ke kita-kita?". Wira menyipitkan matanya curiga.

Randi, "Tau ah kalo gak percaya!!"

Randi berjalan dengan kesal mengikuti Farhan yang lumayan jauh meninggalkan mereka.

Chris, "Rasain lo pada!! Emang enak?!! Buruan bujuk sono! Hahaha...!!"

Chris berlari menyusul Farhan dan Randi kemudian merangkul sahabat kecilnya itu sambil menjulurkan lidahnya kepada Bagas dan Wira.

Bagas, "Anjir si Chris!! Pasti sekarang dia lagi ngompor-ngomporin Randi biar ngambeknya awet sama kita". Tuduh Bagas.

Wira, "Tau ah! Sekarang kita kudu gimana bambang, Tau sendiri kan kalau Randi tuh ngambeknya sampai idul Fitri pun kita gak bakalan dimaafin!". Wira mengacak-acak rambutnya frustasi.

Bagas, "Kita harus menggunakan uang sebagai sogokan, biasanya juga gitu"

Wira, "Coba dulu deh, siapa tau berhasil"

Keduanya menghela nafas panjang.

Selesai mendaftar mereka memilih ke kantin kampus namun Farhan memisah karena katanya ia punya kelas pagi.

Kini mereka tengah duduk di meja salah satu kantin sambil menunggu pesanan bakso mereka.

Bagas, "Manis, udahan dong ngambeknya, dari tadi aku sama Wira kayak di anggap sampah tau gak"

Wira, "Iya Ran, maafin kita dong, Ya kita kan cuma nanya doang soalnya dari dulu lo gak pernah bilang ke kita-kita kalo Farhan itu sepupu lo"

Kedua pria tampan itu tampak sedikit memohon kepada Randi yang sedari tadi cuek dan lebih memilih untuk bermain game di hpnya. Sedangkan Chris tampak bahagia melihat kedua sahabatnya.

"Aden, ini pesanan baksonya tiga dan satu bakso super besar sama es teh manis 2 dan jus jeruk 2" Ucap ibu kantin sembari meletakkan makanan itu di atas meja mereka.

Randi, "Oh, Makasih ya bi". Ucap Randi ramah.

"Sama-sama Den silahkan dinikmati". Lalu ibu itu meninggalkan mereka.

Randi langsung mengambil bakso dan es teh pesanannya, menambahkan satu sendok cabe dan memakannya.

Chris, "Wih! Kayak orang gak pernah makan aja Lo". Namun tak digubris oleh Randi. Chris pun mengambil bakso dan es jeruknya.

Wira, "Maafin kita dong Randi, atau gini aja Lo minta apa sama kita berdua ntar biar Bagas yang bayar". Wira juga mulai makan pesanannya.

Bagas, "Iya... Eh? Babi Lo Wira! Masa iya gue semua yang bayar! Ntar kalo Randi minta rumah gimana?!".

Wira pun cengengesan menampakkan deretan gigi putihnya yang terawat.

Randi, "Ogah! Gue juga kaya kok". Randi masih fokus dengan Baksonya.

Kini Wira dan Bagas semakin pusing memikirkan cara untuk berdamai dengan Randi.

Bagas, "Gimana kalo gue beliin coklat dari Inggris gimana?".

Wira, "Iya Ran, Gimana?"

Ini adalah cara terakhir untuk meluluhkan hati Randi dikarenakan pria manis itu sangat menyukai coklat namun selalu dilarang baik orang tuanya, Rasya maupun sahabat-sahabatnya. Kalaupun ia ingin itupun harus Randi beli secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan.

Dan benar saja, Randi yang tadinya hanya fokus pada baksonya kini mulai melirik kedua pria yang disampingnya itu.

Randi, "Be-beneran nih?". Randi gugup, ia takut ketahuan jika dirinya sedang tergoda tawaran dari Bagas dan Wira.

Mendengar pertanyaan Randi yang gugup itu membuat Wira, Bagas dan Chris saling berpandangan satu sama lain. Tak lama kemudian seringai kecil tampak di setiap sudut bibir ketiganya, membuat Randi menaikkan sebelah alisnya tingkah sahabatnya.

Randi, "Kalian kenapa senyum-senyum kayak gitu? Jangan-jangan kesaambet ya?!".

Wira, "Eh? Hehehe... Enggak kok, Lo salah liat kali".

Chris, "bener tuh, Lo salah liat hehe..."

Bagas, "Jadi gimana, Mau gak? Kali ini kita gak larang Lo buat ngemil cokelat tapi ingat, only this time we let you eat coklate".

Mereka hanya gemas melihat Randi yang berpura pura berfikir padahal biasanya ia akan merengek jika tidak diizinkan.

Randi, "I-iya deh kalo kalian maksa". Randi berpura-pura terlihat sangat terpaksa, padahal ia melompat girang di hatinya.

Wira, "Jadi kitanya dimaafin nih?"

Randi, "Sebenarnya gue masih marah, tapi karena kasihan sama Lo berdua jadi gue maafin deh".

Bagas dan Chris hanya bisa tersenyum gemas.

Bagas, "Ya ampun Randi manisku~ Kalo Lo cewek udah gue serang tuh bibir!!". Dengan gemasnya ia mencolek dagu Randi.

Randi, "Ish!! NAJIS!!". Randi bergidik ngeri mendengar ucapan Bagas.

Chris, "Sekali aja ya? Gue pengen cipok lo boleh kan?". Chris juga tidak mau kalah dari Bagas.

Randi dan Wira, "Dasar homo lo berdua!!"

Dan mereka berempat pun tertawa bahagia di kantin.

Próximo capítulo