Setelah setengah jam berjalan kesana kemari, Akhirnya kara menghentikan langkah kakinya pada sebuah taman. Ia lelah karena tak memiliki tempat tujuan untuk di tuju. Bahkan teman juga ia tak punya.
Teman yang begitu diinginkan banyak orang untuk bisa mengunjungi entah kenapa menjadi tempat yang sangat hampa untuk Kara.
Baginya semuanya sama saja asal kan ada Bara di samping nya itu sudah lebih dari cukup.
Meskipun sudah berjalan kesana kemari membawa dirinya tapi rasa rindu pada Bara tak bisa untuk ia tahan lebih lama lagi. Ia merindukan Suaminya itu. Tapi ia tak punya kuasa jika harus menghubungi Bara setelah tadi sempat berdebat cukup panjang.
Ia makin penasaran tentang apa yang terjadi, sebenarnya apa yang sedang ditutupi oleh Mama dan papa mertuanya itu. Dan juga apa yang Bara sembunyikan dari dirinya.
Saat ia sedang asik-asiknya berimajinasi dengan pikirannya sendiri di belakang nya ada seseorang yang baru saja duduk dan Kara sama sekali tak peduli siapa itu. Toh siapapun punya hak yang sama untuk duduk di kursi yang kosong bukan?
"Ah! Kenapa aku tidak mati saja ya tadi? Kenapa ada yang menyelamatkan aku?" Ucap seseorang yang ada di belakang Kara, terdengar ia begitu sangat frustasi sekali saat ini.
Mendengar itu Kara yang waras langsung Menoleh ke arah belakang. Ia tak bisa melihat wajah laki-laki yang baru saja mengatakan isi hatinya. Laki-laki itu sedang menghadapi ke depan hingga kara hanya bisa melihat punggungnya saja.
"Tuhan jemput aku sekarang juga, aku capek!" Lanjut laki-laki itu lagi.
Tadi saat laki-laki itu mengatakan itu Kara hanya ingin melihat saja wajah laki-laki yang sedang mengeluh itu. Tapi saat ia mengatakan hal seperti itu, ia tak bisa tinggal diam, meskipun mereka saling tidak kenal satu sama lain tapi mengingat untuk tetap bersyukur adalah kewajiban sesama manusia bukan?
"Jangan berkata seperti itu, bahkan orang yang saat ini sudah mati saja ingin mendapatkan kesempatan untuk dihidupkan kembali hanya untuk memohon ampunan dengan sholat dan berbuat amal baik. Nah, situ udah banyak belum amal baiknya hingga minta untuk dijemput?" Ucap Kara yang langsung membuat laki-laki tersebut memutar kepalanya untuk melihat siapa yang bicara tadi.
Kebetulan pada saat itu Kara juga sedang menatapnya hingga mereka menjadi saling tatap satu sama lainnya.
"Kamu." Ucap mereka berdua serentak sambil saling tunjuk satu sama lainnya.
Setelah mengatakan itu mereka berdua kembali terdiam, mencoba menenangkan hati yang sedikit bergejolak itu.
Laki-laki itu langsung berdiri dan kemudian berjalan untuk duduk disamping Kara. Kini senyum di wajah nya mengembang dengan sempurna.
"Kara." Ucap Cowok itu saat sudah duduk di samping Kara, ekspresi nya masih sama seperti tadi, masih dengan ekspresi terkejut.
"Restu." Ucap Kara pula, ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa yang ada di hadapan ini adalah Restu, sahabat kecilnya dulu.
Setelah beberapa saat berhasil menenangkan diri akhirnya mereka berdua saling berpelukan satu sama lainnya.
"Apa kabar kamu?" Tanya Restu dalam pelukan.
"Baik kok, kamu apa kabar nya Res?" Tanya balik Kara, mereka masih berada Dalam posisi berpelukkan tanpa berniat untuk melepaskan pelukan teraneh.
"Baik juga kok, kamu kok bisa ada disini?" Tanya Restu lagi.
Kara menguraikan pelukan nya setelah beberapa saat saling berpelukan melepaskan rindu yang selalu mengusik ketenangan jiwa karena dulu mereka berpisah begitu saja tanpa ada kabar berita.
Tak ada pesan yang bisa ditemukan padahal jelas-jelas dulu itu mereka sekali saja menghemat surat satu sama lainnya waktu mereka masih kecil dulu.
"Aku lagi liburan sih, kamu sendiri ngapain disini hm?" Tanya Kara pada Restu.
"Aku bahkan tinggal disini Kar." Jawab Restu yang langsung membuat kara melebarkan Matanya karena tak percaya.
Di depan sana adalah tempat resort baru dan Begitu terkenal beberapa bulan ini dan Restu lah sang pemilik resort itu. Kini ia sudah kembali lagi ke tempat asalnya setelah merantau di negeri seberang untuk mengumpulkan modal agar bisa menjadi seperti saat ini.
Ia bukanlah orang kaya seperti Bara sahabatnya itu, ia hanya orang yang serba berkecukupan dan ia hanya ingin kalau suatu hari nanti ia cukup pantas untuk muncul dan mengaku teman Bara di hadapan orang ramai. Dan satu lagi yang sangat ingin ia lakukan yaitu menikahi Kara.
Karena Kara berasal dari keluarga mampu membuat Restu ya pernah sama Sekali Berani mengutarakan perasaannya padahal waktu itu ia tahu Bahwa Kara juga menyukainya.
Tapi lagi dan lagi, ia kalah dalam segi ekonomi. itulah kenapa ia pergi agar bisa pantas untuk meminta Kara pada waktunya nanti.
"Kamu tinggal disini?" Ulang Kara lagi, takutnya ia salah dalam mendengar.
Restu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, "Iya, kenapa?" Tanya Restu balik.
Senyum di wajahnya tak pudar sama sekali sejak tadi, entah mimpi apa ia semalam hingga bisa bertemu dengan Kara, wanita yang paling ia cintai. Bahkan semua pencapaian nya ini tak lepas dari motivasi dirinya sendiri untuk bisa menikahi Kara.
Senang? Ah, jangan di tanyakan lagi bagaimana perasaan nya malam ini. Padahal tadi ia begitu frustasi sekali. Tuhan begitu baik padanya karena di saat ia sedang jatuh seperti ini malah bertemu dengan Kara.
Wajah Kara yang semula terkejut itu kini sudah berangsur normal seperti semula lagi, bahkan ia malah tersenyum manis menampilkan lubang pipinya yang satu di sebelah kanan. Ia pikir liburannya kali ini akan terasa begitu hampa di pulau ini karena tidak ada Bara di sampingnya tapi ia salah, disaat seperti ini Tuhan malah mempertemukan dirinya dengan Sahabat lama nya Restu.
Tapi tunggu dulu, benarkah hanya sahabat lama? Ah, mana mungkin ia bisa lupa perasaan nya itu yang pernah menyukai Restu dengan Sangat sebelum restu hilang tanpa jejak.
Menyadari senyum yang tak biasa terlihat dari wajah Kara membuat Restu menaikkan alisnya. Meskipun sudah sangat cukup lama mereka tidak bertemu tapi ia begitu mengenalmu wanita di hadapannya itu. Ia mengenali Kara luar dan dalam.
"Ada apa dengan senyum mu itu hm?" Selidik Restu. Ia merasa ada hawa yang kurang mengenakkan akan terjadi setelah ini.
Kara tak menjawabnya sama sekali, ia malah sibuk sendiri dengan pikirannya. Ia menatap dengan tatapan susah di tebak kepada Restu.
Mungkin ini yang dinamakan habis gelap terbitlah terang. Habis menderita maka timbullah kebahagiaan. Ini akan menjadi liburan paling menyenangkan meskipun sebenarnya tak akan semenyenang saat bersama dengan Bara. Ah, dalam keadaan seperti ini ia masih saja bisa memikirkan Bara yang telah melupakan dirinya setiap hari itu.