webnovel

Sedikit Trauma

Deon dan Lia baru saja sampai ke rumah. Lia membuka kunci rumahnya, sedangkan Deon memasukkan motornya ke dalam garasi. Toh, bukan hanya pembunuh saja yang berkeliaran. Pencuri dan perampok juga sama berkeliaran jika ada waktu yang tepat.

Lia masuk ke dalam rumah diikuti Deon yang baru selesai menyimpan motornya ke garasi. Ia menutup pintu dan tak lupa menguncinya kembali. Berjaga-jaga karena kita tidak tahu kapan bahaya akan datang menghampiri.

"Kita harus ekstra hati-hati, tak boleh membukakan pintu untuk seseorang yang sama sekali tidak kita kenali," ucap Deon memperingati.

Lia mengangguk kemudian masuk ke dalam kamarnya. Ia sepertinya lelah sekali hari ini sebab ada pelajaran olahraga juga. Deon memaklumi hal tersebut.

Disaat adiknya istirahat, Deon yang berperan sebagai orang tua sekaligus kakak Lia harus sigap membuat masakan untuk makan siang kali ini. Lia sepertinya sedang kurang bersemangat. Jadi, Deon harus memberikannya stamina agar semangatnya kembali lagi.

"Hm, masak apa ya?" gumam Deon seraya berpikir sejenak.

Ada ayam, wortel, dan beberapa sayuran yang ada di kulkasnya. Ia memulai memasak dengan memotong beberapa sayuran dan menyiapkan bumbu-bumbu yang ia perlukan. Entah ia akan memasak apa hari ini, namun ia sangat telaten dalam hal apapun.

35 menit berlalu...

Masakan selesai. Ayam yang dibumbui saus pedas dan tumis brokoli yang tampaknya perpaduan makan siang yang sehat. Tak lupa, Deon membuatkan adiknya susu agar tetap sehat dan bugar. Benar-benar kakak idaman bagi semua orang.

"Lia, kemarilah! Kita makan dulu," ajak Deon dari ruang meja makan.

Tak lama kemudian, Lia keluar dengan wajah kusut dan lesunya ke meja makan. Dimana disana ada masakan yang sudah Deon buatkan dengan penuh cinta dan kasih sayang untuk adiknya.

"Hei, kenapa dengan wajahmu? Apakah ada masalah?" tanya Deon cemas. Sebab, Lia tak bersuara semenjak mereka kembali pulang.

Padahal, tadi saat ia membeli ayam Lia tampak bersemangat. Namun, kemanakah hilangnya semangat yang membara itu?

"Aku sedang tidak mood makan," jawab Lia.

"Ada masalah apa? Ceritalah, aku kakakmu. Aku berhak tahu apa yang mengganggu hari-harimu," bujuk Deon.

"Entahlah. Aku memikirkan kondisi tempat ini yang semakin tak aman. Semenjak ayah dan ibu pergi ke luar kota, dan semenjak Beni pergi semuanya tampak kacau. Aku benar-benar takut untuk terlelap sekalipun, bahkan pulang pun aku sebenarnya tak mau," ujar Lia.

Deon bergeming, ia paham apa yang Lia rasakan. Dia tampaknya trauma dengan kejadian semalam dan mengguncang dirinya. Ya, siapa yang akan baik-baik saja jika hidup kalian diteror terus-terusan setiap malam? Tidak ada.

"Aku tahu, aku juga takut disini. Tapi, kita tak bisa pergi kemana-mana. Menyusul ayah dan ibu sama saja mencari maut juga. Kita harus bertahan disini, dan aku yakin pembunuh itu tak akan kemari lagi," jawab Deon memberikan semangat.

"Seyakin itukah? Bahkan sudah ada dua korban mengenaskan disini. Aku benar-benar tak bisa berpikir jernih, kak!" tukas Lia.

"Iya, aku paham Lia. Tapi, tak mungkin bagi kita untuk menyusul ayah dan ibu. Polisi sudah bergerak cepat untuk masalah ini. Tim forensik juga terus mencari barang bukti agar masalah ini segera diselesaikan. Dan jangan kembali ada korban, percayalah.. Semua akan baik-baik saja sekarang," ucap Deon mencoba menenangkan adiknya.

"Hm, baiklah. Aku percaya padamu," sahut Lia.

"Sudah, kau harus mengisi tenagamu. Kau tak boleh sakit ataupun lemas sekalipun. Aku akan menjagamu apapun yang akan terjadi nanti," ujar Deon memberikan semangat.

Lia tersenyum tipis. Ia percaya akan kakaknya. Kakak satu-satunya yang selalu hebat dalam segala bidang dan menjadi kekagumannya setiap hari. Dia adalah panutan bagi Lia.

- The Silent in Midnight -

Seorang pria berjalan ke dalam sebuah apartment. Menenteng sebuah keresek hitam yang menyeruak bau amis dari sana. Sepertinya ia membawa daging. Namun, entah daging apa karena baunya sangat anyir dan kental dengan darah. Membuat siapapun merasa mual jika menciumnya.

Beruntung, keadaan apartment sedang sepi. Jadi, buatnya akan menjadi hal yang baik-baik saja sebab tak akan ada yang mencurigainya.

CEKLEK!

Pintu kamar apartmentnya terbuka, segera pria itu masuk ke dalam apartmentnya dan kembali memasang pin untuk menguncinya.

Ia menyimpan keresek hitam besar itu ke dalam lemari es yang besar. Tak lama, ia juga mencuci tangannya yang tampak bau amis juga karena memegang daging tersebut tadi.

"Huah, aku malas mencucinya. Terlalu banyak darah," ucap pria tersebut seraya mencuci tangannya sampai bersih.

Kemudian, tak lama ia bergerak menuju sofa dan merebahkan dirinya disana. Ia mengeluarkan beberapa uang dollar yang tampak sangat banyak itu.

"Uang ini harus kugunakan dengan baik. Wajahku sudah tampan, kulitku sudah putih. Apa yang akan kulakukan ya dengan uang ini?" tanya pria tersebut pada dirinya sendiri.

Ia lantas berjalan menuju sebuah gudang. Gudang yang tak ada seorang pun tahu keberadaannya. Sebab, pria tersebut tak pernah membawa masuk orang lain ke dalam rumahnya. Ia juga sudah mematikan cctv yang disimpan di gudang itu agar tak ada yang memantaunya.

Pintar dan picik, begitulah sifatnya. Pria tersebut bersiul-siul dengan bahagianya. Membawa sebuah kanebo dan semprotan pembersih. Sepertinya ia akan beres-beres.

"Pulang kerja, aku harus menengok kalian. Sebab, jika tidak kalian akan berdebu bukan? Kurang baik apa aku," ujarnya pada tiga kerangka tengkorak yang dipajang di gudangnya.

"Sebentar lagi, ada orang yang akan membeli kalian. Dan kalian juga akan memiliki teman baru lho, ayo tepuk tangan!!" serunya menatap tiga tengkorak yang kosong dan tampak bersih itu.

Ia pun tertawa sendiri melihat kelakuannya yang seperti orang gila. Tak lama kemudian, ia bergerak menyentuh kerangka-kerangka tersebut dan mengelap mereka menggunakan kanebo dan semprotan pembersih agar wangi dan bersih.

"Aku menggunakan pengawet disini, jadi kalian jangan khawatir akan membusuk dan bau. Kalian tetap akan wangi," ujarnya seraya mengelap tengkorak pertama.

Ia melakukannya dengan telaten. Bahkan tanpa ada sedikitpun debu menempel pada kerangka tersebut. Kerangka-kerangka manusia itu akan ia jual ke sekolah-sekolah dan lab yang membutuhkan kerangka itu.

Jadi, pria itu harus membuat kerangka itu bersih dan wangi setiap hari. Dengan bersiul dan mengelap, ia tampak senang sekali karena sebentar lagi akan ada masukan.

Pria tersebut pun setelah selesai tersenyum menatap ketiga kerangka manusia yang sama sekali tak bergerak dan berbicara. Hanya menatapnya kosong tanpa ada awak sama sekali.

"Semoga kalian suka dengan tempat baru kalian nanti, ya!" serunya kemudian menepuk tulang bagian pundak mereka masing-masing.

Ia lantas memutuskan keluar dari gudang itu dan beristirahat. Sebentar lagi, uang akan menjadi segalanya baginya. Dan semua akan takluk dengan uang yang ia miliki saat ini.

Próximo capítulo