webnovel

38. Nana : Nona Lilin lebah (2)

"Darimana bibi tahu dia dari Las Vegas?"

Sial! Nana tertangkap basah. Dia salah, dia keliru. Tidak seharusnya Nana mengucapkan kalimat itu. Sok tahu tentang keberadaan pria sialan yang sudah menyekapnya semalaman penuh untuk menandatangani surat perjanjian. Membawa Rumi pergi dari Jakarta beberapa hari lagi.

"Bi Nana ...." Rumi memanggilnya dengan lirih. Mengerutkan keningnya kemudian. Menunggu Nana untuk menjelaskan. Berucap satu dua patah kata jika perlu.

"Makan saja." Nana mengalihkan topik pembicaraan. Kembali menyendok bakso di dalam mangkok. Tak acuh dengan perubahan ekspresi wajah Rumi sekarang.

"Bi Nana menyembunyikan sesuatu?" Rumi masih kokoh. Dia tak mau bodoh dan menurut saja. Neneknya banyak menyembunyikan hal semasa hidupnya. "Nenek sudah menyembunyikan rahasia yang besar. Aku pontang-panting sana sini untuk mencari kebenaran. Jadi aku mohon, untuk bekerja sama denganku sekali saja." Rumi memohon. Nada bicaranya melirih begitu saja. Berusaha merayu bibinya dengan tipu muslihat agar dia iba.

Mr. Tonny banyak bercerita kemarin malam. Fokusnya hanya membawa Rumi tanpa jejak dan tanpa masalah. Meskipun Mr. Tonny tahu bahwa itu tidak semudah yang dipikirkan. Rumi punya kehidupan di sini, dia punya teman, catatan sekolah, dan apapun yang menyangkut namanya. Nana hanya perlu menutupi itu dengan baik sampai kabar simpang siur yang menyertakan pertanyaan pasal keberadaan Rumi hilang ditelan masa.

"Bi Nana ...."

"Sudah aku katakan, aku tidak ingin ikut campur dalam hidupmu. Kamu sudah besar dan kamu bisa memutuskan sendiri." Nana menjawab dengan ketus. Tak mau memandang wajah Rumi. Takut kalau air mata lepas begitu saja. Dia masih berusaha membendung tangis. Semua yang didengar dari mulut pria sialan itu, benar-benar menyentuh relung hatinya yang paling dalam. Tak menyangka keluarganya berhutang besar pada seorang mafia.

"Bibi bahkan tidak penasaran kenapa seorang mafia memintaku untuk ikut dengannya?"

"Apa yang kamu ketahui dari nenek?" Nana akhirnya memulai. Napsunya hilang begitu saja. Rumi keras kepala, mirip ibunya waktu kecil. "Nama orang tua kamu? Nama ibu kamu? Hanya itu?"

"Mereka adalah seorang pembunuh. Mereka ikut sebuah organisasi ilegal di Las Vegas dan punya hutan besar dengan keluarga Mr. Tonny. Aku yang menebusnya. Singkatnya begitu," ujar Rumi mempersingkat.

Nana manggut-manggut. "Kamu paham sekarang? Haruskah aku mengulang kalimat itu juga?" Nana mengerutkan dahinya. Meminta pengertian dari si keponakan.

"Dari mana Bibi tahu tentang itu?"

Nana menghela napasnya. "Nenek, ibuku. Memangnya kenapa?"

Rumi diam membisu selepasnya. Mata Nana seakan menyimpan sesuatu di dalam sana. Kesedihannya. Ingin diungkapkan, tetapi nyatanya gengsi dan ego terlalu besar. Meluap-luap di dalam hatinya sekarang. "Salah jika seorang ibu jujur pada anaknya?"

"Jika tahu, kenapa Bibi selama ini hanya diam saja?" Gadis itu membuka suaranya lagi. Kali ini dengan tatapan yang jauh lebih tajam. Seakan ingin menghakimi keegoisan bibinya itu. "Aku berjuang mati-matian untuk mencari jawaban dan pembelaan sebab aku tak ingin diperistri oleh pria itu. Namun, bibi dengan entengnya bilang bahwa bibi sudah tahu semua ini sejak dulu?" Matanya dipenuhi dengan binar kemarahan dan kekecewaan. "Baru kali ini aku benar-benar kecewa dengan bibi."

Rumi bangun dari tempat duduknya. Ia meletakkan sendok di atas meja dengan kasar. "Aku mau tidur. Jika bibi ingin menginap, kamar nenek kosong." Gadis itu menyelesaikan kalimatnya. Pergi melangkah bersama kemarahannya.

"Rumi!" Nana menyela. Memanggilnya dengan lembut. Gadis itu terdiam di tempatnya. Tak mau menoleh. Hanya berdiri memunggungi Nana. Beginilah cara Rumi merajuk.

"Ikutlah dengan Mr. Tonny ...."

Kali ini Rumi menoleh. Tak terima dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Nana.

"Ikutlah dengan pria itu." Dia mengulang. Kalimatnya semakin tegas saja. Seakan benar berharap Rumi pergi dari hadapannya.

"Harus aku ulangi lagi? Dia pria jahat. Dia seorang mafia. Dia tidak punya hati ... dia tidak punya cinta! Dia tak ada kasih sayang dan belas kasih untuk orang-orang. Dia bahkan membantai keluarga! Membunuh orang-orang yang menghalangi jalannya! Dia iblis!" Rumi berteriak di setiap kalimat yang lepas begitu saja dari celah bibirnya.

"Ikutlah dengannya dan hidup bahagia dengan uang dan kehidupannya di sana. Menjadi istri mafia tidak mengharuskan kamy untuk berbuat keji dan membunuh orang juga. Kamu hanya perlu mendapatkan keturunan darinya lalu pergi meninggalkan pria itu dna hidup dengan jaminan yang dia berikan."

Rumi tersenyum seringai. "Uang bukan segalanya ...."

"Namun, segalanya membutuhkan uang, Rumi. Hanya itu caramu bertahan hidup jika aku tiada. Jakarta akan menelan orang seperti kita jika kita tidak bisa bertahan dengan baik. Selagi ada, ambilah kesempatan itu."

Rumi memandang dengan penuh kecewa. "Bibi sama gilanya dengan Mr. Tonny. Seharusnya Bibi saja yang menikah dengannya. Kalian akan menjadi pasangan yang cocok."

... To be continued ....

Próximo capítulo