webnovel

Bab 17

"Nin kamu sudah bangun?" tanya Mamah.

"Iya Mah aku baru bangun," jawabku.

"Titip Adek kamu ya Mamah mau ke warung sebentar," iya Mah, aku langsung menuju Adikku yang sedang di teras.

"Eh lagi main ya?" Tanya Tante Lidia.

"Iya," jawabku ketus.

"Tante punya coklat kali mau tidak?" tanyanya.

"Tidak Tante terima kasih," jawabku, dan langsung masuk rumah.

Dari dalam rumah aku melihat dia kesal karena kami tidak menerima pemberiannya, aku menyuruh Adikku untuk tidak menerima apa pun yang Tante Lidia kasih. Mungkin dia juga heran kenapa Adikku bisa selamat, terdengar suara bel ternyata itu Ana dan Sara.

"Eh kalian sini masuk," ujarku.

"Kok rumah sepi banget Nin?" tanya Ana.

"Iya Mamah sedang ke warung dan Ayah ada urusan," jawabku.

"Terus ke mana Adik kamu?" tanya Sara.

"Itu lagi menonton TV," jawabku.

"Eh iya," ujar Sara.

"Kalian tunggu di dengan Adikku saja aku bawa minuman dan camilan dulu," ujarku.

"Oke," jawab Ana.

Karena ada Teman- temanku aku menitipkan Adikku karena aku belum mandi, selesai mandi aku pergi keluar untuk menjemur handukku ternyata ada Tante Lidia di halaman rumahku entah apa yang sedang dia lakukan, dia terlihat mengendap-endap saat aku menghampiri dia terlihat kaget dan panik.

"Tante sedang apa?" tanyaku.

"Eh ini Tante lagi mencari anting," jawabnya.

"Kenapa mencari di sini?" tanyaku.

"Iya soalnya tadi tante lewat depan rumah kamu tiba-tiba antingnya copot," jawabnya grogi.

"Ketemu antingnya?" tanyaku.

"Enggak ada mungkin enggak jatuh ke sini," jawabnya.

Dia langsung buru-buru pergi, aku sempat curiga tetapi aku tidak memikirkannya lagi aku masuk ke rumah dan ikut Menonton TV. Tidak lama Mamah datang membawa barang belanjaan, dia mengobrol dulu sebentar dengan Teman-temanku setelah itu dia pergi ke dapur untuk menyimpan barang belanjaannya.

"Eh tadi saat aku keluar aku melihat Tante Lidia sedang di halaman rumahku," ujarku.

"Memangnya dia mau apa?" tanya Sara.

"Saat aku tanya dia sedang mencari anting," jawabku.

"Kamu haru hati-hati bisa saja dia melakukan sesuatu lagi kepada keluarga kamu," ujar Ana.

"Iya kamu benar aku harus membongkar kejahatan mereka," ujarku.

"Caranya bagaimana?" tanya Sara.

"Aku juga belum tahu bagaimana caranya," jawabku.

"Kalau terjadi lagi sesuatu kamu kasih tahu kita ya," ujar Sara.

"Iya pasti," jawabku.

Terdengar suara piring jatuh, aku langsung pergi ke dapur takut terjadi sesuatu kepada Mamah. Tapi sampai di sana aku tidak menemukannya aku coba mencari ke kamar mandi tetapi tidak juga menemukannya. Saat aku akan keluar ada darah menetes saat aku lihat ke atas Mamah berada di atas dia menempel di tembok sambil menggeram dan mulutnya mengeluarkan darah.

"Mamah!" Teriakku.

"Ada apa Nin?" tanya Ana.

"Lihat Mamahku." Aku menunjuk ke atas.

"Apa yang terjadi? Kenapa Tante bisa di atas? Tanya Sara.

"Aku juga tidak tahu," jawabku.

"Kalian tunggu di sini aku akan mencari bantuan," ujar Ana.

"Ayo kita berdoa Nin," ujar Sara.

Saat kami sedang berdoa Mamah tampak sangat marah kemudian dia melompat dan pergi ke ruang TV dan hampir saja akan mencelakai Adikku tapi aku langsung lari dan meraih Adikku. Lampu semua pecah seketika dan Mamah berteriak histeris dan seperti mengalami kejang.

"Apa yang terjadi?" tanya Pak Ustaz.

"Saya tidak tahu Pal Ustaz," jawabku.

"Ke mana Ayah kami?" tanyanya.

"Pergi kau Setan," ujar Pak Ustaz.

"Jangan ikut campur," ujar Mamah.

"Kenapa kamu mengganggunya?" tanya Pak Ustaz.

"Karena mereka harus di singkirkan," jawabnya.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Pak Ustaz.

"Bukan urusanmu!" Jawabnya.

Aku menelepon Ayah dan memintanya pulang karena Mamah kerasukan. Mamah malah semakin menjadi dia membawa gunting dan akan menusukkannya ke mata Adikku aku menangkisnya dan gunting itu melukai tanganku, Ana dan Sara mencoba memegangi Mamahku sementara Pak Ustaz terus berdoa agar Setan itu keluar dari tubuh Mamahku.

"Bagaimana ini aku sudah tidak kuat menahannya," ujar Ana.

"Kita harus mengikatnya," ujar Sara.

"Aku akan mengambil tali," ujarku.

"Kakak aku takut," ujar Adikku.

"Kamu tunggu dulu di sini sebentar kakak akan mencari tali dulu," ujarku.

"Cepat Nin kita sudah enggak kuat," Ujar Ana.

Aku lari ke dapur dan mencari talu saat sudah menemukan tali kami langsung mengikat Mamah dengan sangat kuat, tapi Setan itu masih tidak mau keluar dia malah semakin marah semua barang-barang di rumah terlempar dengan sendirinya dan menghantam kepala Pak Ustaz sampai berdarah, Setan itu tertawa melihat itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Ayah panik.

"Istri kamu kerasukan dan kita harus menyadarkannya sekarang juga," jawab Pak Ustaz.

"Mah sadar ini Ayah," ujar Ayah.

"Pergi Kau laki-laki pengecut sekarang dia milikku," ujar Mamah.

"Mah sadar lihat Anak-anak," ujar Ayah.

"Iya mereka akan mati!" jawab Mamah.

"Bagaimana ini pak Ustaz, selamatkan keluarga saya," pinta Ayah.

"Kita harus terus berdoa kita lebih kuat dari mereka ujar Pak Ustaz.

Mamah tersadar tapi dia tampak sangat lemas dan memuntahkan darah yang sangat banyak, cobaan apa lagi ini sekarang menimpa Mamah. Ayah membersihkan darah pada wajah dan baju Mamah kemudian membawanya ke kamar agar Mamah istirahat, Pak Ustaz dan Teman-temanku Pamit pulang.

"Saya pulang dulu ya," ujar Pak Ustaz.

"Kami juga pamit pulang," ujar Sara.

"Terima kasih ya kalian sudah membantuku, kalau tidak ada kalian dan Pak Ustaz entah akan bagaimana," ujarku.

"Iya sama-sama kalau terjadi apa-apa panggil saja saya," ujar Pak Ustaz.

"Iya Pak," ujarku.

Saat mereka pergi Tante Lidia terlihat mengintip dari dalam rumahnya, aku menatapnya dengan tajam sampai dia menutup gordennya. Karena Mamah sedang tidak sehat aku memutuskan masak untuk makan malam kami, saat aku sedang memotong bahan sayuran pisau tiba-tiba menghilang aku mencarinya ternyata ada di atas kulkas, aneh padahal tadi ada di sampingku. Aku tidak memikirkan hal-hal aneh aku fokus saja memasak.

"Makanan sudah jadi," ujarku.

"Memangnya kamu bisa masak," Ayah mengejek.

"Bisa dong," jawabku.

"Asyik aku mau makan," ujar Adikku.

"Aku mau kasih makan Mamah dulu ya," ujarku.

"Biar Ayah saja, kamu makan saja dengan Adik," pinta ayah.

"Baiklah," ujarku.

Aku dan Adikku makan lebih dulu kebetulan aku sangat lapar, setelah kami selesai makan Ayah belum juga keluar mungkin Mamah makannya lama karena sedang sakit. Aku membereskan meja makan kemudian aku menyusul Ayah karena akan cuci piring aku kira mungkin makannya sudah selesai.

"Ayah makannya sudah?" tanyaku.

"Lari ... " ujar Ayah tergeletak penuh luka.

"Ya ampun Ayah kenapa?" tanyaku.

"Lari minta tolong," jawabnya.

" Kau berikutnya," ujar Mamah di belakangku membawa pisau.

"Jangan Mah sadar," ujarku.

"Akan aku bunuh kalian," ujarnya sambil berusaha menusukku.

Aku berusaha menghindar kemudian keluar kamar dan menguncinya dari luar, aku lari menggendong Adikku dan pergi ke rumah Pak Ustaz. Saat keluar rumah Tante Lidia berada di luar dia bertanya kenapa tetapi aku tidak menjawabnya karena aku yakin ini semua perbuatannya. Aku lari menuju rumah Pak Ustaz.

Próximo capítulo