webnovel

Tatapan Si Mata Biru

Tyra berjalan mengendap-ngendap bak pencuri di basement apartemennya. Gadis itu hendak menuju satu diantara dua mobilnya yang jarang Ia pakai. Harapannya tak akan ada yang mengenali saat Ia mencari pria misterius itu.

Ya, Tyra bertekad mencari pria itu dengan penuh risiko. Dirinya sendiri bahkan belum aman dari perhatian publik.

BAG!

Tyra berhasil masuk ke mobilnya, "Astaga, merepotkan sekali ..." kesalnya seraya menghidupkan mesin mobil. "Sekarang kemana Aku harus pergi?" gumamnya bingung.

Tyra berpikir, seraya membuka navigator mobil. Tangannya masih agak bergetar, trauma atas insiden kemarin. Namun Tyra tak ingin membiarkannya berlarut larut.

"Baiklah, sekitar sini saja dulu ..."

Tyra menjalankan mobilnya kemudian, perlahan saja keluar basement. Tujuannya belum jauh, hanya mengelilingi area luas komplek apartemennya, karena yakin pria itu tak bisa kemana mana. Ya mana bisa? Tak ada uang, apalagi ponsel.

Tyra menaikkan masker hitam begitu melihat kerumunan jurnalis di beberapa titik. Tyra bergidik ngeri, mereka itu ganas sekali.

"Kemana dia ..."

Terus Tyra berputar-putar di komplek apartemen. Setengah jam kemudian Ia sudah berkeliling enam putaran dan masih belum menemukan sosok pria itu.

"Sebaiknya Aku keluar ... oh?! Bukankah itu dia?" Tyra memicingkan mata, memperjelas fokus netranya pada seorang pria berambut ikal sebahu berkemeja putih dan boots selutut yang tengah duduk di bangku taman, menatap kosong pancuran air diatas kolam di depannya. Benar itu dia, si pria bergaya retro khas pemain film sejarah.

Tyra lantas meminggirkan mobilnya di sisi taman agak tersembunyi, "Apa yang dia lakukan disana?" gumamnya, melepas seatbelt dan keluar setelah memastikan dirinya tak akan dikenali, bahkan oleh si pria misterius.

Gadis itu berjalan perlahan, sembari matanya terus gelisah melirik kanan, kiri, bahkan belakang. "Hey Kau ..."

Pria itu diam beberapa saat, baru akhirnya menoleh pelan.

Sangat pelan, bak siput superlambat.

Tapi untuk pertama kalinya, mata mereka bertemu. Tyra terdiam, tersugesti penuh oleh dua bola mata iris biru si pria hingga membatu di tempat. Apa pria ini memang bukan manusia? Tipikal lelaki fiksi.

Pria itu tak mengucap apapun, namun cukup membuat Tyra gelagapan, "K-kau ... sedang apa dan kenapa disini?"

Alih alih menjawab, pria itu kembali memalingkan pandangannya ke air mancur, membuat Tyra jengah, "Kau bisa bicara tidak sih? Aku mencarimu, karena Kau harus menjelaskan padaku apa yang terjadi kemarin ..."

Pria itu masih saja diam.

"Kau juga harus membayar denda," lanjut Tyra, kali ini sukses membuat pria itu menoleh, "Den ... da? Membayar?"

Tyra tersenyum miring, "Baru karena uang Kau bicara. Ya, Kau mengotori apartemen dengan kakimu ini, Kau harus membayarnya," jelasnya setengah mencibir, menunjuk sarkas boots model aneh yang terpasang di kaki pria itu.

Pria itu melirik sepatunya. Oh, memang kotor. "Kenapa Aku harus membayar? Juga ... membayar dengan apa?"

Tyra mengerutkan dahinya, "Tentu saja dengan uang, bisa-bisanya Kau bertanya hal seperti itu," kesalnya.

Pria itu tampak merogoh saku-saku kemeja dan celana, hingga akhirnya Ia menemukan sesuatu yang tak dikenali Tyra, "Aku ... hanya punya ini. Apa Kau mau?" tanyanya, memberikan semacam pouch berbahan kain kasar.

Penasaran, Tyra akhirnya mengambil benda itu dari tangan si pria selagi pikirannya menghakimi. Penampilan, barang bawaan, sampai perilaku pria itu dinilainya 'primitif', tapi tunggu ...

Tyra membelalakkan mata begitu mengetahui apa isi pouch berdesain kuno itu, "Berlian? Astaga ... Kau ... Kau ... dari mana Kau mendapatkannya?" tanyanya tergagap.

Pouch itu memang kecil, tapi puluhan atau mungkin ratusan berlian di dalamnya dapat dihargai sekian miliar. Tentu saja Tyra paham harga-harga dan kualitas barang mewah dan fantastis seperti itu. "Apa ini VPS ..." gumamnya, mengarahkan satu keping berlian itu ke langit, tak dimengerti oleh si pria.

"Apa yang Kau lakukan?"

"Ah? Tidak ..." Malu, cepat-cepat Tyra menaruh berlian itu ke dalam pouch, mengembalikan pada si pemilik. Namun pria itu menolaknya, "Kau ambil saja, imbalan atas apa yang Kau lakukan," ujarnya dingin.

"Apa maksudmu?"

Pria itu menghela nafasnya malas, berdiri dari kursi kemudian, "Anggap saja Aku membayarmu selama Aku disini. Kau juga tampak sangat menyukainya kan?"

"Membayarku selama Kau disini?" Tyra kembali heran. Pria itu mengangguk, "Apa satu kamar tempat tinggalmu tidak seharga ratusan berlian itu? Tenang saja, Aku tak akan lama-lama."

Tyra berkacak pinggang, "Kau pikir Aku akan menyewakan apartemenku pada orang asing dan aneh sepertimu? Aku hanya merawatmu semalam karena Kau terluka, pun Aku tidak tahu kenapa saat itu dimana Aku harusnya celaka, Aku malah bertemu denganmu dalam kondisi baik-baik saja!" ujarnya panjang lebar, sedikit emosi akan kepercayaan diri tinggi pria asing ini.

"Itu karena Aku yang menyelamatkanmu."

"Bagaimana bisa? Jelaskan padaku, kenapa Kau ..." Tyra mengerutkan dahinya ragu, bahkan tak percaya akan apa yang Ia pikirkan, "... seolah bisa berteleportasi, membawaku ke apartemen?" lanjutnya. Merasa terlalu imajinatif, sampai membawa istilah dalam puluhan novel genre fantasi yang pernah Ia baca.

Tapi satu senyum tipis diukir pria itu.

Manis, batin Tyra acak.

Astaga, masih sempat saja.

"Rupanya kalian manusia juga mengetahui hal-hal seperti itu? Baguslah, Aku tidak perlu repot menjelaskan ..."

Tyra mengerutkan dahinya, "Jangan bercanda, siapa Kau sebenarnya? Kenapa Kau sangat aneh, bahkan sejak pertama kali Aku melihatmu?"

Pria itu menatap Tyra serius, membuat yang ditatap sampai menunduk. Bukan apa-apa, hanya saja terlalu tajam dan menawan sorot mata biru langka itu. "Siapapun Aku, Aku tidak sepertimu," ujarnya dingin nan misterius.

"Aku tidak mengerti apa yang Kau katakan, apa ..."

"Itu Elleanor Tyra!!" teriak seseorang, diikuti langkah kaki ramah tergesa-gesa ke arah mereka. Sialan, rombongan jurnalis dan paparazzi itu berhasil menemukan targetnya, membuat Tyra kelabakan sendiri.

Gadis itu berancang-ancang lari, namun gegas pria itu mencegahnya, "Tidak perlu repot-repot, pegang tanganku," titahnya, tapi langsung saja Ia menggenggam tangan Tyra tanpa izin, membawanya berlari ke arah acak, tak Tyra ketahui kemana, hingga akhirnya suara orang-orang itu samar dan menghilang.

"Kemana ..."

SSAKK!

Tyra rasanya terhempas begitu saja, dalam satu kedipan mata apa yang dilihatnya telah berbeda. Dimana ini?

Asing.

"Hahhh ..." Pria yang membawanya itu terjatuh, bertekuk lutut lunglai diatas tanah berlapis lumut kecoklatan.

"Astaga ..." Refleks saja Tyra menahannya agar tak tersungkur lebih parah, menyandarkan pria itu ke bahunya, "Apa yang terjadi? Ini dimana? Apa yang Kau lakukan? Kau sungguh berteleportasi?" tanyanya beruntun tanpa jeda, padahal pria itu nampaknya sudah sulit untuk sekedar bernafas apalagi menjawab pertanyaan.

Tangan pria itu tergerak kemudian, menunjuk sebuah rumah yang lebih pantas disebut gubuk kayu di ujung sana. Cukup jauh, sampai terlihat sangat kecil dari tempat mereka berada. "Bawa Aku kesana ..."

Próximo capítulo