webnovel

Chapter 11. MENJADI KORBAN

Banin terpaksa meninggalkan Sea di rumah sakit sendiri karena ada urusan kantor yang sangat penting harus dia kerjakan. Untuk beberapa jam ke depan dia akan berkutek di dalam ruang kerjanya.

"Pak! Ada Pak Arlan dan Pak Anselly di luar ingin bertemu dengan Anda." Banin mendongak ke atas mendengar suara Cori sudah ada di depan meja kerjanya.

"Suruh mereka masuk, Cori. Oh iya! Tolong pastikan informasi dari rumah sakit kalau keadaan Sea baik-baik saja. Atau kalau nggak kamu datang ke sana, temani dia sampe saya selesai mengerjakan pekerjaan saya." Cori hanya mengangguk lantas meninggalkan ruangan bosnya dengan langkah lebar.

Bertemu wajah dengan dua pria nomor satu di perusahaannya hanya membuat gadis cantik itu tersenyum manis membuat Anselly meneguk salivanya berulang kali.

"Mata kamu bisa copot kalau ngeliatin sekertarisku dengan cara begitu Anselly!" Suara khas Banin sambil terus mata abunya menatap ke layar monitor.

Anselly hanya tersenyum kecut mendengar teguran sarkas Banin. Sedang Arlan langsung duduk di sisi meja sepupunya itu.

"Apa yang sedang terjadi antara kamu dan Eudrie, Banin? Kenapa perempuan itu ngamuk-ngamuk di kantorku?" Banin sekilas mendongakkan kepalanya dan menemukan wajah Arlan yang begitu serius memandangnya.

"Kamukan sudah tahu jawabannya, Arlan." Jawaban yang tidak memuaskan itu membuat Arlan menghela napas pelan.

"Apa kamu sedang jatuh cinta pada perempuan lain?" Lagi-lagi Banin menatap sekilas wajah sepupunya itu lalu kembali fokus pada layar laptopnya.

Setelah dirasa selesai mengerjakan semua pekerjaannya dia lantas berdiri dengan satu tangannya di masukkan ke saku dan menyadarkan tubuhnya pada sesi meja yang berseberangan dengan Arlan.

"Apa ini ada hubungannya dengan jatuh cinta pada perempuan lain? Dari dulukan keadaannya memang begitu. Eudrie menuntutku untuk menikahinya secepatnya karena publik sudah beransumsi yang bukan-bukan. Sedang aku dari dulu juga sudah bilang aku tidak akan menikah. Apalagi dengannya yang kulitnya alergi bersentuhan denganku. Kalau toh ada mungkin aku akan menikah dengan perempuan yang kulitnya sama sekali tidak berpengaruh pada kulitku. Adakah itu?"

Baik Arlan maupun Anselly sama-sama terdiam mendengarkan ucapan Banin yang kali ini sangat panjang penjelasannya. Memang benar yang dikatakan Banin.

Di sini Eudrie terlalu memaksakan kehendaknya. Bahkan gadis itu sebagai seorang wanita sama sekali tidak pernah berfikir sekali pun untuk menggunakan hati nuraninya saat bertindak.

Sebagai artis dan foto model yang baru naik daun, Eudrie bisa dikatakan sombong dan kurang etika terhadap orang lain. Dia lupa siapa yang menopang kesuksesannya. Dan dia juga tidak sadar bahwa dirinya sudah menjadi wanita yang bodoh yang hanya dimanfaatkan seseorang untuk membalaskan sebuah dendam.

"Lantas bagaimana mengatasinya?" tanya Arlan yang sudah bangkit lalu duduk di sofa di susul oleh Anselly. Banin hanya mengendikkan bahu.

Pria tampan itu mengambil beberapa minuman dingin dari lemari pendingin mini yang ada di ruangan kerjanya. Menghenyakkan tubuhnya di seberang sofa para sahabatnya dan meneguk minuman dinginnya sampe tandas.

"Nanti aku akan ngomong padanya. Nggak usah terlalu memikirkan wanita itu."

"Tapi dia sedikit banyaknya ikut mendongkrak perusahaanmu kan, Banin. Saat ini Eudrie artis dan foto model terkenal," sambar Anselly cepat.

"Apa nggak kebalik?" Banin tak mau kalah cepat. menimpali perkataan Anselly. Pria itu lagi-lagi hanya bisa tersenyum kecut melihat cara bicara Banin yang berkualitas.

"Pak, Maaf. Harga saham kita menurun drastis. Ada di pasaran paling rendah." Mendengar itu Banin seketika bangkit mengambil laptopnya.

****

Wajah Banin seketika memucat mana kala melihat harga indeks sahamnya ada diurutan baris paling bawah dari ratusan perusahaan penanam saham.

"Cori! Cepat cari penyebabnya! Arlan! Kamu cek saham perusahaanmu. Dan kamu Anselly bantu aku memback-up ulang laporan yang barusan aku kerjakan. Apa ada yang salah kenapa tiba-tiba saham langsung anjlok."

Tidak perlu menunggu perintah dua kali Anselly langsung mengerjakan apa yang dititahkan oleh Presiden Direktur di perusahaannya itu.

Seketika semua karyawan sibuk dengan pekerjaannya. Sesaat Banin pun lupa sudah terlalu lama meninggalkan Sea di rumah sakit.

Di Perusahaan Radhisius 2,

Seorang wanita yang masih cantik memandangi layar monitor yang terus bergerak dengan sendirinya menginfokan tentang indeks saham yang terus memberikan info baru tentang saham yang turun dan yang naik.

Bibirnya mengulas senyum samar namun misterius. Diteguknya minuman berwarna di gelas slokinya. Ada kepuasan yang menjelma di wajahnya saat melihat indeks saham itu.

"Untuk sementara waktu kamu akan sibuk dengan pekerjaan itu, anak kemarin sore!" geramnya dengan menandaskan wine yang ada di slokinya.

Kemudian dia mengambil benda pipih itu dan menempelkannya di telinganya. Kondisinya yang setengah mabok membuat suaranya berubah jadi seperti orang merancau.

[Lakukan saat menjelang Sore. Dan jangan lupa kamu sebarkan kalau perlu kamu terbitkan gambar-gambar hasil pekerjaanmu agar orang itu semakin panik dan ketakutan. Buat mentalnya benar-benar cacat.]

[Baik, Nyonya]

[Bayaranmu segera kutransfer] Klik!

Panggilan terputus dan wanita itu kembali meneguk sloki terakhirnya. Dia berjalan sempoyongan ketika pintu ruang kerjanya yang temaram minim penerangan itu terbuka oleh seseorang.

Ceklek!

Terdengar pintu di kunci dari dalam dan tak lama kemudian sosok pria yang masih terlihat muda itu merengkuh dan memeluk wanita yang selayaknya menjadi tantenya itu ke dalam pelukannya.

Mencium bibir merah merona itu dengan rakusnya dan memberikan serangan demi serangan ke tubuh wanita yang masih sangat seksi itu.

Mendudukkan wanita itu di atas meja kerja lantas membuka lebar-lebar kedua pahanya. Membenamkan wajah dan kepalanya di pangkal paha sang tante .

"Akh! Terus!" rintih wanita separu baya itu membuat pria bertubuh atletis itu semakin gencar melayangkan serangannya. Gairah membara sudah memuncak di sana. Dua makhluk berbeda jenis dan berbeda kasta itu menikmati setiap desahan dan rintihan di siang menjelang sore itu.

Tak lama kemudian wanita itu melentingkan tubuhnya dan mengejang hebat manakala mendapatkan pelepasan setelah gelombang kenikmatan itu datang menerjangnya.

Ruangan yang minim penerangan itu kembali memberikan suara erotis setelah beberapa saat lalu para karyawannya menyambut jam pulang kerja.

Di Rumah Sakit,

Sedang di rumah sakit, Cori berjalan dengan tergesa seperti ada yang mengejarnya. Seolah peka dengan kondisi Sea, gadis yang memiliki mata elang dan kaki panjang itu kini setengah berlari setelah dilihatnya banyak suster dan dokter berlarian ke arah ruang VVIP milik Sea.

Sesampainya di ruangan itu alangkah terkejutnya gadis itu melihat ruangan Sea sudah penuh dengan dokter dan perawat. Terlebih ada banyak awak media dan beberapa petugas kepolisian.

Dengan cepat dan sigap Cori menanyakan pada perawat tentang kondisi Sea yang sudah terbaring di atas pembaringan dengan ceceran darah ke mana-mana mengotori kain sprei dan selimut putih dari rumah sakit.

[Hallo!] Suara Banin mengglegar saat Cori sekertarisnya menelponnya dengan tiba-tiba.

[Pak! Ada yang mencoba membunuh Sea. Kondisinya Kritis]

[Apa!]

****

BERSAMBUNG

.

Próximo capítulo