webnovel

Ketakutan Reno

Sesuai dengan perkataan Arsyad, ia tidak menjauhi Reno setelah mengatahui jati dirinya. Yang ada Arsyad malah semakin dekat dengan Reno, membuat Reno semakin sulit untuk percaya kalau Arsyad sangat menyayangi dirinya.

Percaya dengan Arsyad, akhirnya Reno menceritakan semua tentang kejadiannya dengan Sigit. Mulai dari mereka pertama bertemu, hingga hubungan mereka menjadi renggang seperti sekarang ini. Arsyad mendengar dan menanggapi setiap cerita yang keluar dari mulut Reno, membuat Reno menjadi nyaman dan tidak ragu untuk menceritakan semuanya.

Hingga Reno bercerita dengan dirinya yang sudah berhubungan badan dengan Sigit. Tentu tanggapan Arsyad sudah berbeda jauh dengan yang sebelumnya, ia tak habis pikir oleh Reno yang bisa-bisanya berhubungan badan di usianya yang masih termasuk dini.

"Kamu mikir apa sih Ren sampai mau hubungan badan sama cowok juga?! Abang masih bisa maklum kalau kamu suka sama cowok, tapi apa harus sampe hubungan badan?! Kalau sekali dua kali okelah, tapi ini sampe sebulan berturut-turut!" kesal Arsyad dengan membentak Reno.

Melihat Arsyad marah membuat Reno ciut, tidak berani lagi menatapnya. Ia memang ingin jujur kepada Arsyad, tapi sepertinya ia tidak harus menceritakan tentang hubungan badan itu. Ada sedikit penyesalan ketika dirinya tau kalau Arsyad akan semarah ini.

"Abang yang udah 30 tahun lebih aja belum pernah hubungan badan Ren, tapi kamu yang umurnya jauh di bawah Abang malah udah. Abang bingung harus bersyukur atau marah karena kamu hubungan badannya sama cowok." Arsyad mendengus kesal, ia masih berdiri di hadapan Reno yang sedang duduk dan kepalanya tertunduk.

Reno kebingungan ketika Arsyad mengatakan bersyukur. Mungkinkah Arsyad cemburu? Tapi rasanya tidak mungkin. Arsyad hanya menyayangi Reno sebagai adik, bukan pacar. Dan juga Arsyad baru bertemu dengannya selama satu hari, jadi sangat tidak mungkin kalau Arsyad cemburu.

"Ber-bersyukur? Ma-maksudnya?" Rasa penasaran membuat Reno berani menatap kembali Arsyad yang masih marah.

"Bersyukur karena kamu nggak hubungan badan sama perempuan, yang mungkin bisa berujung perempuan itu hamil. Abang bersyukur karena itu" jelas Arsyad.

Jawaban Arsyad membuat Reno memanyunkan bibirnya, ia kecewa karena jawaban dari Arsyad tidak sesuai dengan ekspektasinya. Inginnya Reno mendengar kalau Arsyad cemburu, namun sepertinya Reno berharap terlalu tinggi.

Tak lama Arsyad kembali mendekat kepada Reno, ia berlutut di hadapan remaja itu. Kedua tangan Arsyad membingkai di wajah Reno, membuat jantung pemilik wajah itu berdebar tidak karuan karena kaget.

"Jangan diulangi ya Ren? Jangan lanjutin hubungan kamu sama orang itu, tolong akhiri hubungan kamu. Kalau kamu nggak bisa ngomong sama orang itu, biar Abang sendiri yang ngomong."

Arsyad berbicara serius, rahangnya pun mengeras yang menunjukkan kalau pria itu masih marah. Namun tatapan matanya jauh berbeda, tatapan mata Arsyad menunjukkan kalau ia benar-benar berharap kepada Reno, berharap untuk menuruti permintaannya itu.

"A-aku nggak janji" jawab Reno yang membuang pandangannya dari Arsyad.

Seketika saja kening Arsyad berkerut, ia bingung dengan jawaban Reno. "Nggak janji? Kamu masih mau ngelanjutin hubungan sama orang yang jelas-jelas cuma nganggap kamu sebagai pelampiasan nafsunya doang? Gitu?" bingung Arsyad.

"Bukan gitu Bang" ucap Reno lirih. "Kalau Abang minta aku untuk jauhin Pak Sigit, aku pasti turutin. Aku juga mau move on dari dia, aku juga lagi berusaha Bang. Tapi kalau Abang minta aku untuk nggak suka sama laki-laki lagi, maaf aku nggak bisa. Dari dulu aku nggak pernah suka sama perempuan."

Menarik napas lalu menghembuskan kembali, kemudian Arsyad memberikan senyumnya kepada Reno. Ia mengusap lembut air mata Reno yang mengalir keluar setelah mengucapkan kalimat tadi. "Abang nggak minta kamu untuk suka sama perempuan, Abang cuma minta kamu untuk jaga jarak sama guru kamu itu. Kamu menyanggupinya Ren, dan Abang harap itu bukan ucapan semata" ucap Arsyad dengan lembut.

Tak lama, Arsyad menarik Reno ke dalam pelukannya. Ia mengangkat tubuh Reno lalu duduk di sofa, sehingga posisi Reno menjadi dipangku oleh Arsyad. "Aku akan lakukan yang terbaik, aku pasti jauhin Pak Sigit cepat atau lambat" balas Reno yang sudah memeluk erat tubuh Arsyad.

Sejujurnya Reno sangat bingung kepada Arsyad. Padahal mereka baru saja dipertemukan selama satu hari, malah belum ada satu hari mereka kenal. Tapi kenapa Arsyad begitu baik dan sangat pengertian kepadanya? Apa segitu besar keinginan Arsyad untuk mempunyai adik laki-laki? Entahlah, Reno sendiri tidak tau. Yang jelas ia bersyukur, karena Arsyad mengerti dengan kondisinya.

Hening beberapa saat, Reno ataupun Arsyad tidak ada yang mengeluarkan suara sama sekali. Mereka terdiam dengan posisi yang masih memeluk satu sama lain, keduanya merasakan kenyamanan dengan posisi itu.

Arsyad tidak keberatan kalau dirinya dipeluk Reno, ia malah senang karena bisa merasa dekat dengan remaja yang sudah dianggap adiknya sendiri. Reno juga tidak risih atau keberatan ketika Arsyad peluk, jadi mereka berdua tidak ada yang protes sama sekali dengan posisi ini.

Setelah hampir 30 menit berada di posisi yang sama, akhirnya Arsyad bangkit dan masih menggendong Reno. Lalu ia berjalan menuju ke lantai bawah.

"Mau ke mana Bang?" tanya Reno.

"Kita ke rumah sakit ya Ren" sahut Arsyad.

"Ru-rumah sakit? Ng-ngapain?" Reno menarik kepalanya yang bersandar di bahu lebar milik Arsyad, lalu menatap Arsyad dengan raut wajah yang kebingungan.

"Abang mau cek kesehatan kamu Ren, Abang khawatir setelah kamu cerita soal hubungan badan yang terus-terusan itu. Abang cuma takut kamu kena penyakit kelamin" jelas Arsyad dengan raut wajah yang khawatir.

"Tapi..."

"Kamu tenang aja, Abang bawa kamu ke rumah sakit yang beda dari tempat Bayu kerja. Abang juga nggak akan ngasih tau Bayu atau Danu soal kamu yang suka laki-laki juga. Bukan nggak akan, tapi belum. Nanti Abang cari waktu yang tepat buat ngobrolin ini sama mereka" jelas Arsyad lagi.

Reno terdiam, menatap teduh wajah tampan Arsyad yang sedang khawatir akan dirinya. Ia hanya mengangguk, menyetujui perkataan Arsyad walau keraguan masih ada. Namun Reno yakin pada akhirnya mereka berdua juga akan tau, dan mungkin kedua orang tuanya akan tau juga cepat atau lambat. Jadi Reno hanya perlu menyiapkan diri ketika hari itu tiba.

~ ~ ~

Reno bersandar di kursi yang sedang ia duduki, setelah menyeruput seperempat gelas jus jeruk yang baru saja ia pesan. Ia memejamkan matanya, merasa lega karena kondisinya baik-baik saja.

Sekarang Reno dan Arsyad sedang berada di sebuah kedai di kantin rumah sakit yang mereka datangi, tujuannya tentu untuk memeriksa kesehatan Reno.

Pemeriksaan sudah dilakukan sekitar satu jam yang lalu, hasilnya pun sudah keluar beberapa menit lalu. Semuanya baik-baik saja dan Reno terbilang sangat sehat, dan tentunya Reno tidak terkena penyakit kelamin seperti yang dikhawatirkan oleh Arsyad.

Arsyad menyeruput jus jeruk yang ada di hadapannya, lalu ia melihat Reno dengan senyum simpulnya. "Syukur deh kalau kamu sehat-sehat aja Ren, Abang udah khawatir banget kamu kenapa-napa" ucapnya.

Reno membuka matanya, ia membalas senyum Arsyad dengan senyum juga. "Ya alhamdulillah deh Bang, aku juga lega. Maaf ya kalau bikin Bang Arsyad khawatir" sahut Reno.

Arsyad menatap Reno penuh arti, iya menjawab hanya dengan senyumnya yang mengartikan kalau semua itu tidak masalah.

Selesai meminum jus di kedai itu, Reno dan Arsyad berjalan beriringan menuju ke tempat parkir untuk kembali ke mobil. Setelah masuk ke mobil dan memakai seat belt, mobil sedan mewah yang sama dengan yang dipakai Bayu kemarin pun melaju kembali menuju ke rumah mereka.

Di mobil, mereka berdua sama-sama diam, hanya suara radio yang sangat kecil yang menemani perjalanan mereka sore hari itu. Arsyad fokus menyetir, sementara Reno bingung harus bagaimana, jadinya ia lebih memilih diam daripada mengganggu Arsyad.

Sejak Reno bercerita tentang siapa dirinya kepada Arsyad, bisa dibilang kalau ada jarak di antara mereka. Semua jarak itu tentu bukan diciptakan oleh Arsyad, melainkan Reno sendiri yang menciptakannya.

Entahlah, Reno hanya berusaha menjaga jarak agar Arsyad tidak jijik dan tidak menjauh darinya. Kalau dirinya dekat-dekat dengan Arsyad, Reno hanya takut kalau pria tampan itu akan risih dan merasa tidak nyaman.

Memang sikap Arsyad masih sangat hangat dan baik dengan Reno, tidak ada yang berubah sama sekali. Hanya saja Reno merasa agak canggung, terlebih Arsyad juga lebih banyak diam dari sebelumnya.

Arsyad pun berpikiran yang sama. Semenjak mereka naik mobil menuju ke rumah sakit, suasana di antara mereka berdua menjadi canggung. Padahal Arsyad sudah biasa saja setelah mengetahui diri Reno yang sebenarnya, tapi Reno sendiri malah menjaga jarak darinya.

"Oh iya, panic attack kamu gimana Ren? Apa kambuh lagi atau mendingan?" tanya Arsyad memecahkan keheningan. Ia hanya ingin ada obrolan, agar suasana ramai dan tidak canggung.

"Em, bi-biasa aja kok Bang. Be-belum kambuh lagi, kayaknya udah mendingan" jawab Reno agak gugup.

Mendengar cara Reno berbicara, membuat Arsyad menghela napas gusar. Dari situ ia tau, kalau Reno memang sedang menjaga jarak dengannya.

"Kamu kenapa sih Ren? Kenapa kamu malah jaga jarak sama Abang? Emangnya ada sesuatu yang salah sama Abang sampe kamu jaga jarak gitu?" tanya Arsyad langsung.

Pertanyaan Arsyad tentu membuat Reno semakin gugup, ia cukup kaget karena Arsyad menyadari kalau dirinya sedang membuat jarak. Sempat Reno melirik sekilas ke Arsyad, namun ia kembali membuang muka ketika tau kalau Arsyad sedang melihat dirinya juga.

"A-aku takut Bang" jawab Reno pelan.

"Takut apa Ren?" Arsyad menaikkan sebelah alisnya, kebingungan dengan jawaban dari Reno.

"Em, aku takut Abang risih kalau aku deket-deket terus. Aku takut Abang..." Reno sedikit ragu dengan apa yang akan disampaikannya. "Aku takut Abang jijik karena aku suka sama laki-laki juga" lanjutnya.

Arsyad kembali membuang napas berat, sedikit kesal dengan jawaban dari Reno. Kemudian ia menatap Reno tajam, rahangnya sedikit ia keraskan. "Pendengaran kamu masih normal kan Ren? Apa kamu nggak denger apa yang Abang bilang pas tau kalau kamu ini penyuka sesama jenis?"

Reno terdiam sejenak, mengingat apa yang dikatakan oleh Arsyad tadi. Sebenarnya ia mengingatnya, namun tentu saja rasanya itu mustahil. Mana mungkin seorang Arsyad yang tampan bak pangeran di dongeng-dongeng tidak mempermasalahkan itu? Mungkin sekarang iya, tapi Reno tidak tau kedepannya seperti apa.

"Kalau kamu nggak mau anggap Abang sebagai kakak kamu, yaudah, Abang juga nggak anggap kamu sebagai adik Abang. Percuma Abang dateng jauh-jauh ke rumah Bayu, kirain bisa dapet adik eh kamunya malah begini. Mending nanti Abang pulang lagi, hidup sendiri lagi" gumam Arsyad yang masih kesal.

Perkataan Arsyad tentu membuat Reno panik, tentu ia tidak mau Arsyad pergi. "Ish Abang jangan! Ma-maksud aku bukan gitu!" Buru-buru Reno berbicara, takut Arsyad semakin salah paham.

"Terus apa?" Arsyad menatap Reno lekat, bermaksud mendapat penjelasan dari remaja itu.

Dengan mata yang berair, Reno menatap Arsyad yang sedang menatapnya juga. "Abang tau kalau aku ini gay, aku cuma takut Bang..." lirih Reno. "Mungkin sekarang aku sayang ke Abang sebagai seorang kakak, aku kagum sama Abang sebagai sosok idola aku. Tapi aku nggak tau kedepannya, aku cuma takut semua itu berubah jadi cinta" jelas Reno.

Reno menyeka air matanya yang mengalir keluar, ia tidak bisa menahannya lagi. "Aku udah cerita semua sama Abang. Aku cinta sama Pak Sigit karena awalnya begitu. Aku cuma nggak mau rasa sayang dan kagum aku sama Bang Arsyad, Mas Bayu, Pak Danu malah berubah jadi cinta suatu hari nanti. Aku nggak mau kalian jadi jijik sama kelainan aku ini, aku nggak mau" lirih Reno.

Seketika saja kekesalan Arsyad langsung sirna setelah mendengar penjelasan dari Reno, ia merasa bersalah karena sudah memikirkan yang tidak-tidak. Arsyad meraih tangan Reno dan menggenggamnya erat, bahkan Arsyad mengelus lembut tangan Reno yang ukurannya lebih kecil dari tangannya itu.

"Maaf Ren, Abang nggak maksud untuk marah sama kamu" sesal Arsyad.

Dengan tangan yang satunya, Reno mengusap lagi air matanya. Kemudian ia menatap Arsyad teduh, berusaha tersenyum meski air matanya terus keluar. "Nggak apa-apa Bang, harusnya aku yang minta maaf karena bikin Bang Arsyad nggak nyaman. Terima kasih karena masih mau deket sama aku, karena Abang masih mau anggep aku sebagai adik Abang. Aku bener-bener seneng" ucap Reno tulus.

Mereka berdua pun saling melempar senyum, dengan tangan mereka yang masih menggenggam satu sama lain.

Reno menghela napas lega, setelah mengetahui kalau Arsyad tulus menyayanginya.

* * *

Próximo capítulo