webnovel

Semakin dicurigai

Sudah beberapa hari semenjak kejadian di ruang OSIS itu, yang berarti sudah beberapa hari juga Reno tinggal bersama Sigit di apartemen mewahnya itu.

Setelah melakukan seks dengan sadar dan penuh cinta itu, kini Reno dan Sigit sudah menjalin hubungan. Mereka memang masih berstatus sebatas guru dan murid kalau di sekolah, tapi kalau sudah di luar sekolah status mereka berubah menjadi sepasang kekasih.

Entah Reno yang sangat beruntung atau bagaimana, yang jelas ia sangat senang karena bisa berduaan setiap hari bersama guru olahraganya itu. Reno juga sudah menumpahkan seluruh isi hatinya kepada Sigit, jadi sudah tidak ada yang ditutupi lagi oleh Reno perihal perasaannya.

Hubungan mereka memang terbilang sangat baik, namun tentu saja kedekatan mereka menjadi pembicaraan yang sering sekali dibicarakan di lingkungan sekolahnya.

Bagaimana tidak. Sekarang, Reno selalu berangkat bersama dan juga pulang bersama dengan Sigit. Reno memang murah senyum kalau di sekolah, tapi kini senyumannya itu menjelaskan arti yang berbeda bagi teman-temannya. Banyak yang mempertanyakan kenapa bisa begitu, entah curiga atau sekedar ingin ikut-ikut berita yang sedang hangat dibicarakan.

Begitupun dengan Sigit, guru-guru di sekolah banyak yang mempertanyakan kepadanya perihal rumor yang mengatakan kalau mereka memiliki hubungan gelap, bahkan Kepala Sekolah juga menanyakan langsung kepada Sigit sendiri. Apalagi saat Sigit memposting foto dirinya sedang bersenang-senang bersama Reno di sosial media pribadinya, foto yang menimbulkan banyak pertanyaan karena foto itu menunjukkan Sigit dan Reno yang sedang berenang bersama sambil bertelanjang dada.

Sebenarnya postingan itu sudah disetujui oleh Reno sendiri, ia merasa tidak keberatan menunjukkan sedikit hubungan spesialnya dengan Sigit. Walau mereka tau rumor akan semakin meledak, tapi mereka hanya tutup telinga dan berusaha untuk tidak memikirkannya berlebihan.

Sekarang Reno sedang tidur di atas tubuh Sigit, wajahnya sengaja ia benamkan di dada bidang milik Sigit dan tangannya memeluk tubuh kekar itu. Sigit juga tidak pernah mempermasalahkan Reno yang selalu ingin dipeluk, ia malah senang kalau Reno meminta seperti itu.

Suara alarm berbunyi, waktu menunjukkan pukul 4.30 pagi. Hari ini adalah hari Jumat, mereka masih harus pergi ke sekolah untuk kegiatan ekskul rutin.

Sigit membuka matanya karena terganggu dengan suara alarm itu, lalu segera mematikannya. Sementara Reno masih tertidur pulas di dada bidang milik Sigit, terdengar dengkuran halus yang tidak mengganggu.

Dengan senyum kecil, Sigit memeluk erat tubuh Reno dan sesekali mengusap lembut kepala Reno. Ia tau Reno masih kelelahan karena hubungan badan mereka semalam yang mencapai empat ronde, membuat Reno kehilangan seluruh tenaganya.

"Ren, bangun yuk. Udah pagi, kita olahraga dulu" ucap Sigit lembut, sambil tetap mengusap kepala Reno.

Reno yang sudah setengah sadar karena suara alarm tadi, akhirnya bangun meski matanya masih terpejam. Ia merasa malas sekali setiap kali Sigit membangunkannya, karena tidur di atas tubuh Sigit sangat-sangat nyaman.

"Masih ngantuk Pak, aku capek banget semalem" jawab Reno dengan mata yang terpejam.

"Yaudah, kalau gitu kita olahraga di ranjang lagi ya?" goda Sigit, yang membuat Reno langsung membuka matanya.

Semenjak menjalin hubungan, Reno dan Sigit selalu melakukan hubungan badan setiap harinya. Entah itu ketika di ruang OSIS atau di apartemen Sigit ketika mereka sudah pulang dari sekolah.

Reno memang suka digagahi oleh pria jantan itu, namun terkadang ia suka kesal karena Sigit selalu bermain dengan sangat ganas di atas ranjang. Bukan apa-apa, karena keganasan Sigit membuat Reno kesulitan berjalan dan banyak bekas biru di leher, dada, atau di bahu Reno.

Tapi karena Reno tidak mau membuat Sigit kecewa, ia selalu menuruti kemauan dari Sigit meski itu menyiksa dirinya. Namun karena sudah cinta, Reno selalu mengalah karena tidak mau membuat satu kesalahan yang mungkin bisa berujung kepada hubungannya ini.

"Ngawur! Semalem udah sampe empat ronde, sampe pegel semua nih badan aku. Lubang aku juga sakit terus walau udah dikasih salep" protes Reno. "Lagian, punya burung gede banget" sambungnya lagi.

Sigit terkekeh, lalu menarik tubuh Reno hingga kepala mereka sejajar. Dalam sekejap, bibir Reno sudah dilumat habis oleh Sigit untuk beberapa saat. Yang dicium pasrah saja, menikmati setiap sapuan lidah kekasihnya itu di dalam mulutnya. Perasaan Reno selalu senang setiap paginya, karena kini ia selalu melihat sosok idamannya itu ketika matanya terbuka.

Selesai berciuman sebentar namun cukup nikmat, mulut Sigit beranjak ke telinga Reno dan menggigit kecil daun telinganya. "Tapi kamu suka kan sama burung saya?" goda Sigit lagi dengan suara beratnya.

Reno memalingkan wajahnya, pipinya memerah karena tersipu setiap kali digoda oleh Sigit. Reno menganggukkan kepalanya karena memang suka dengan kejantan berukuran besar milik Sigit, namun ia masih malu-malu karena umur Sigit berbeda jauh dengannya.

"Udah ah Pak, nih burung Pak Sigit udah bangun lagi. Aku nggak mau ditusuk lagi, sakit. Minta jatahnya nanti aja." Reno mencium sejenak bibir Sigit, lalu bangkit dari tidurnya.

Reno berjalan perlahan ke dapur, mengambil segelas air putih untuk diminum. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya, begitu juga dengan Sigit yang sudah menyibakkan selimut dari tubuhnya. Sudah menjadi kebiasaan mereka telanjang bulat setiap pagi, semua itu karena malam sebelumnya mereka selalu melakukan hubungan badan dan berujung tidur bersama karena kelelahan.

"Hari ini Pak Sigit ngajar nggak?" tanya Reno, yang sudah menoleh ke arah Sigit.

"Kalau nggak ada, saya nggak akan bangun pagi-pagi begini Ren" jelas Sigit singkat.

Reno langsung cengengesan mendengar jawaban dari Sigit. "Yaudah aku bersih-bersih dulu Pak, biar abis ini kita olahraga " ucap Reno. "Nggak ada mandi bareng!" sambungnya, karena ia tau Sigit selalu ingin mandi bersama yang sudah pasti berujung mereka bercinta lagi di dalam kamar mandi.

Setelah Reno masuk ke kamar mandi, Sigit terkekeh melihat tingkah Reno yang menggemaskan. Ia menapakkan kakinya dan turun dari kasur, lalu berjalan menuju ke kamar mandi untuk menyusul Reno.

~ ~ ~

Pukul 6 pagi kurang beberapa menit, Reno dan Sigit sudah tiba di sekolah. Setelah memarkirkan motor sportnya, mereka berdua berjalan beriringan di koridor sekolah.

"Kamu kuat nggak sekolahnya Ren? Kata kamu lubang kamu masih sakit?" tanya Sigit, yang teringat karena melihat cara berjalan Reno yang sedikit berbeda.

"Masih sakit sih Pak, tapi nggak papa. Lagian tadi kan udah dipakein salep sama Pak Sigit, jadi sakitnya nggak sesakit pas baru ditusuk. Kalau nggak masuk terus Pak Sigit juga nggak masuk, makin dicurigain kita Pak." Reno tersenyum lebar.

"Yaudah kalo gitu. Saya ke ruang OSIS dulu ya. Kamu ke kelas sana, istirahat sebentar" titah Sigit.

"Iya Pak. Aku ke kelas dulu ya, assalamualaikum" ucap Reno.

"Waalaikumsalam" balas Sigit. Lalu mereka berdua pun berjalan menuju ke tempatnya masing-masing.

Sama seperti waktu itu saat Reno berjalan dan banyak pasang mata menatap aneh kepada dirinya. Sekarang pun begitu, namun rasanya lebih parah lagi. Banyak yang terang-terangan mencaci Reno karena rumor itu, beberapa teman Reno juga ada yang menjaga jarak dengannya karena rumor itu.

Tentu Reno tutup telinga dengan rumor itu, ia tidak pernah memusingkan hal itu. Rumor itu juga tak menurunkan Reno yang sangat terkenal di sekolahnya, buktinya masih banyak yang suka dengan Reno meski rumor itu masih sangat hangat.

Untungnya teman-teman dekat dan teman baik Reno tidak ada yang menjauhinya, malah terbilang mereka melindungi Reno. Terlebih Icha yang terkenal dengan gaya bar-barnya di sekolah, sudah banyak murid yang ia labrak dan maki-maki karena menjelek-jelekkan sahabatnya itu.

Semua itu semata-mata karena Icha benar-benar menganggap Reno sahabat baiknya, begitu juga sebaliknya. Reno sering telponan dengan Icha untuk sekedar ngobrol atau curhat ala-ala remaja. Karena keseringan itulah, mereka benar-benar dekat.

Di depan kelas, senyuman Reno menipis karena melihat perempuan yang selalu mengejarnya sampai detik ini. Mau tak mau, Reno berjalan ke arah perempuan itu karena ia berdiri tepat di depan kelas Reno.

"Pagi Reno" sapa Hani dengan senyumnya.

"Pagi juga Hani, ada apa?" Reno tersenyum terpaksa, pura-pura bertanya agar dirinya tidak dibilang sombong.

"Ini ada sesuatu buat kamu, tolong diterima ya?" ucap Hani malu-malu, sambil menyodorkan sebuah paper bag kepada Reno.

Ini bukan sekali atau dua kali Hani bersikap begini kepada Reno. Mungkin sudah puluhan, atau bahkan ratusan kali kalau dihitung semenjak Reno masuk ke sekolah ini. Meski kesal, Reno berusaha sabar karena lawan bicaranya adalah perempuan.

"Hani, maaf aku nggak bisa terima. Ini udah kesekian kali aku bilang nggak usah bawa atau beliin apa-apa buat aku" ucap Reno sopan. "Bukannya aku sombong apa gimana, aku beneran nggak bisa nerima pemberian dari kamu. Mending kamu kasih yang lain dan berikutnya uang buat beli barang atau makanan itu kamu tabung untuk kepentingan kamu sendiri. Oke?" sambung Reno lagi.

"Tapi kali ini terima ya Ren pemberian dari aku? Besok-besok aku nggak akan kasih kamu apa-apa lagi" mohon Hani dengan wajah memelas.

Reno menghela napasnya, berusaha untuk tersenyum meski terpaksa. "Oke, aku terima." Reno mengambil paper bag itu dari Hani. "Terima kasih" ucap Reno lagi.

Tanpa menggubris Hani selanjutnya, Reno langsung masuk ke kelasnya dengan agak malas. Setelah berada di dalam, Reno duduk di kursinya seperti biasa.

"Buset, pagi-pagi udah ditekuk aja tuh muka" ucap Icha, ketika melihat Reno sedikit cemberut. "Biasanya pagi-pagi paling gembira karena sekarang dianterin sama bapaknya, haha" ledek Icha.

Mendengar itu, Reno tersenyum simpul. Ia melirik Icha sekilas. "Apesi lu, tiap pagi ngomonginnya itu terus."

"Kan lagi banyak yang ngomongin itu. Emangnya lu nggak risih ya Ren denger rumor begitu?" tanya Icha yang penasaran.

"Risih sih risih, tapi gimana. Bodoamat aja kalo gue, masih ada hal penting yang harus dikerjain dari pada gue dengerin rumor kagak jelas" jawab Reno dengan wajah seriusnya.

Icha hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Reno.

Reno melihat ke paper bag pemberian dari Hani. Ada rasa penasaran apa isinya, namun Reno malas membukanya. Jadi ia bersandar di sandaran kursi dan memejamkan matanya untuk sejenak.

Dengan curi-curi pandang, Icha memperhatikan wajah tampan Reno saat sedang memejamkan matanya. Ada perasaan aneh ketika Icha menatap Reno dalam diam, darahnya seperti berdesir dan hatinya berdebar-debar.

Semakin lama memandang Reno, Icha semakin mengedarkan pandangannya pada tubuh Reno. Terlebih pada wajah tampan Reno yang menurutnya benar-benar sempurna, tidak ada kekurangannya sama sekali.

Ketika pandangan Icha melihat ke pergelangan tangan Reno, ia melihat Reno memakai gelang yang belakangan ini sering dipakai oleh Reno. Padahal Icha tau, Reno sangat risih dengan aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, atau anting. Yang membuat Icha lebih bingung, gelang yang dipakai Reno itu sama persis dengan gelang yang dipakai oleh Sigit.

Kembali Icha mengedarkan pandangan ke area wajah Reno, namun matanya terhenti saat melihat sesuatu yang aneh di leher Reno. Ada sebuah tanda biru yang agak memudar, hanya terlihat sedikit karena kepala Reno menghadap ke arah kiri.

Seketika pandangan Icha kembali berubah ketika melihat hp milik Reno menyala dan ada pesan yang masuk. Kening Icha berkerut dan sebelah alisnya naik saat ia tak sengaja membaca nama orang yang mengirim pesan dan membaca isi pesan tersebut.

'Pak Sigit-ku : Reno, nanti ke ruang OSIS ya pas jam istirahat kedua. Saya mau berduaan dan mesra-mesraan sama kamu. Sekalian minta jatah kalau sempet, karena tadi pagi kita mainnya cuma sebentar pas di kamar mandi. Saya tunggu ya Ren, saya sayang kamu'

Setelah membaca itu, Icha menatap kembali Reno dengan ekspresi wajah yang tidak percaya. Sekarang semuanya masuk akal kenapa Reno sering berdua dengan Sigit, kenapa Reno selalu pulang bersama Sigit, dan kenapa Reno sering ke ruang OSIS.

Alasannya sudah jelas, karena Reno benar-benar memiliki hubungan dengan Sigit, seperti yang dirumorkan itu. Dan kini, Icha sudah mengetahui kebenarannya.

* * *

Próximo capítulo