Tangisan tak lagi ditahan oleh Yani, dia merasa sudah lalai menjadi seorang istri, empat lelaki yang berada di kontrakannya telah berhasil menikmati tubuhnya. terlebih untuk Rudi dan Wahyu, mereka berdua berhasil menanamkan benih pada rahimnya.
Sesaat dia memegangi perutnya yang dia rasa sudah ada kehidupan disana, sampai tiba-tiba saja dia dengar suara dari depan pintu rumahnya.
"Dek Yani?"
"Pak Bagas."
"Iya Yan, boleh buka pintunya."
Yani yang dalam kebimbangan lantas membuka pintunya rumah, terlihatlah Bagas dengan wajah memelas dengan air mata yang belum cukup kering.
"Boleh masuk?"
"Boleh mas, tapi pintunya dibuka ya."
"Iya Yan."
Bagas duduk dengan pandangan kosong, lantas tangisannya mulai kembali terdengar oleh Yani.
"Pak Bagas kenapa?"
"Su..Sukma telah pergi."
"Saya turut prihatin pak, tadi juga gak sengaja saya dengar pertengkaran bapak sama ibu Sukma. Tapi apa semua itu benar pak?"
"Iya, semua itu benar. Itu karena kecerobohan aku sendiri."
Saat hendak berbicara tiba-tiba saja Yani kembali mual-mual, tentu saja itu membuat Bagas heran.
"Mbak Yani kenapa?"
"Masuk angin kayanya pak."
"Yakin cuma masuk angin?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Bagas membuat Yani terdiam sesaat.
"Saya takut pak."
Yani berbicara di barengi air mata yang menetes, Bagas yang tahu akan hal yang dialami oleh Yani mencoba menenangkannya.
"Kamu harus yakin kalau itu adalah anaknya Iwan, bukan anak dari Wahyu."
Yani tidak memberi tahu kalau dia juga sudah digagahi oleh Rudi sebelumnya, dalam hatinya begitu gembira kalau dia hamil tapi ada kekecewaan dimana dia tidak tahu ayah biologis anaknya sekarang siapa.
"Oh ya maaf sebelumnya pak, saya pernah melihat video bapak sama Bu Sukma melakukannya?"
"Kapan? Dimana?"
"Saya melihat dari gawai bapak yang tidak waktu itu."
"Oh, itu video lama. Itu video waktu saya masih bisa berdiri, mungkin itu adalah kenangan terindah saya dengan Sukma."
"Ya udah pak, saya harap semua masalah kita bisa selesai."
"Dek Yani sebaiknya jangan mengurusi Wahyu lagi, mending dek Yani menyibukkan diri dengan hal lain."
"Tapi gimana dengan mas Wahyu kalau tidak ada yang mengurus?"
"Saya juga bingung, secara kini cuma dek yani yang selalu ada disini."
Yani dan Bagas terdiam tanpa kata sampai akhirnya Bagas kembali membuka obrolan.
"Gini saja dek Yani, dek Yani ngasih makanan saja. Biar mandi atau ke air itu jadi tugas saya."
"Bapakkan kerja, kalau siang gimana mas Wahyu kalau minta?"
"Saya sedang gak semangat kerja dek, mungkin saya akan cuti dulu tiga hari.
"Oh, baiklah kalau begitu pak."
Bagas memegang tangan Yani.
"Ingat, jangan katakan kalau kamu lagi hamil, Wahyu bisa semakin memanfaatkan kamu!"
Yani mengangguk kepalanya, dalam hatinya sangat bahagia karena sedikit demi sedikit dia bisa lepas dari Wahyu. Sementara itu Bagas lega dengan rencananya, Yani bisa dia yakinkan dan rencanakannya dapat dia mulai pada hari ini.
----
"Plakk!"
Terdengar suara tamparan dari rumah kontrakan lain, disana Rani nampak meringis kesakitan.
"Dasar jablay, gak ada laki-laki lain apa sampai rebut laki orang?"
Rani yang dasarnya pemberani tidak takut dengan hardikan seorang wanita yang diketahui adalah istrinya Teddy.
"Heh nenek tua, sadar diri dong. Tuh payudara udah abis masanya, apalagi lubangnya sudah kaya kubangan lumpur saja."
"Dasar lonte ya kamu, udah tahu salah masih saja ngelawan."
"Emang saya salah apa?"
Tiba-tiba saja datang mobil terparkir di depan kontrakan tersebut, rupanya itu Teddy yang mengetahui kalau istrinya mendaprak Rani.
"Mamah? Apa yang mamah lakukan disini?" Tanya Teddy kepada Wati yang merupakan istrinya.
"Mas, ini selingkuhan kamu?"
"Mah, papah bakalan jelaskan dulu."
"Alah, gak perlu dijelaskan. Heh lonte tuh kerudung gunanya apa? Nutupi cupangan suami saya?"
"Mas?" Rani memelas.
"Ayo pulang mas, kalau kamu masih hubungan sama dia. Semuanya gak bakalan aku kasih lagi." Bentak Wati.
"Mas? Mas Teddy."
"Maafkan aku, Ran."
Rani menangis di depan hadapan orang banyak, dia pun mengetahui kalau harta milik Teddy adalah milik istrinya. Bisa dibilang Teddy suami yang gak tahu diuntung.
"Mbak Rani, karena kasus ini saya minta mbak pamit dari sini. Saya gak mau kontrakan saya jadi tercoreng karena perbuatan mbak."
Rani masih terdiam dan dengan gontai dia masuk ke kamarnya, kemudian terdengar suara bantingan pintu saya dia masuk.
"Tega kamu mas!"
----
Iwan nampak semangat ketika bekerja sementara di rumah orang tuanya, ya Iwan membantu untuk membuat kamar baru untuk adik tirinya yaitu Nita.
"Semangat mas Iwan!"
Seru Nita kepada Iwan yang saat itu hanya bertelanjang dada saja.
"Iwan itu anak yang tidak biasa kerja kaya gini, pasti nanti malam dia ngeluh sakit badannya." Ujar Drajat selaku ayah kandungnya.
"Nanti juga dia biasa kok mas." Jawab Sri yang merupakan istri baru Drajat.
Matahari sudah terik dan Sri menyuruh Iwan beserta dua kuli lainnya untuk istirahat terlebih dahulu.
"Ayo istirahat dulu."
Beda dengan dua kuli lainnya, Iwan makan di meja makan bersama keluarganya. Lauk pauknya pun berbeda, akan tetapi dua kuli lainnya tidak mempermasalahkan hal itu karena mereka tahu aku Iwan adalah anak dari Drajat.
"Pakai baju kamu Wan, gak nyaman mau makan bau ketek kamu."
"Iya pak, bentar."
Sebenarnya Nita begitu terpesona dengan Iwan yang bertelanjang dada saja, keringat yang mengucur seolah menggodanya.
"Awas nanti malam kamu merengek minta dipijit!" Tegas Drajat.
"Tenang mas, Nita nanti pijitin mas kok."
"Alah adik kamu itu ya kalau ada kamu pasti lengket."
"Apaan ih bapak."
Mereka semua tertawa karena candaan saat makan, Nita begitu senang dengan adanya Iwan di rumahnya. Karena rupanya Nita termasuk orang yang cukup liar, kerudung tidak menjadikannya untuk mengenal akan seks. Tapi dia enggan kalau kalau berhubungan badan dengan pacarnya, birahinya begitu bergelora saat dirinya dulu pertama kali dikenalkan dengan Iwan yang waktu itu akan segera menikah dengan Yani.
Kebahagiaan nampak dia dapatkan karena Iwan adalah lelaki yang sangat sopan, itu juga yang membuat dia berubah menjadi lebih baik. Tapi kecewa harus dia dapatkan tak kala mendengar kabar kalau Iwan akan menikah dengan Yani.
Dalam hatinya dia rela apabila dirinya digagahi oleh kakak tirinya tersebut, oleh karena itu kedatangan Iwan serasa menjadi nagin segar untuk menuntaskan apa yang telah tertunda selama ini.
"Malam ini kamu bakalan jadi milikku mas." Batinnya.
Tiba-tiba saja Iwan mengambil gawainya karena berbunyi dan melihat sebuah pesan masuk, wajahnya nampak sumringah dan Drajat serta Sri agak kebingungan dengan anaknya.
"Ada apa Wan?"
"Yani, pak."
"Iya Yani kenapa?"
"Yani hamil pak."
Seketika Nita melongo mendengar ucapan dari kakak tirinya.
Bersambung