{ Arc 2 - Awal dari Masalah }
----
Rudeus POV~
Kehidupan baruku dimulai. Sejak kepergian Roxy, hidupku terasa sepi dan kosong. Mungkin ini hanya sementara, karena itulah yang Paul katakan kepadaku untuk menghiburku.
Hari ini sangat cerah. Jadi mau melakukan apa hari ini..?
Ya, jawabannya yang pastinya adalah berlatih. Memangnya ada lagi? Selama aku hidup di dunia ini, aku terus berlatih dan berlatih tanpa melakukan hal lain.
Apa aku bosan? Jika ditanya seperti itu, jawabannya adalah iya! Aku benar-benar bosan, tapi aku akan terus berlatih walaupun rasa bosan terus menghantuiku. Aku sudah mengatakannya kepada Roxy bahwa aku akan melindunginya.
Mengingatnya kembali membuatku semakin hampa seolah aku adalah sebuah gelas tak berisi apapun selam ribuan tahun.
Ahhh~ Perasaan ini sangat tidak nyaman.
Huft.. Aku harus melupakannya sejenak dan terus melatih diriku. Namun, aku baru menyadari bahwa aku menyimpan Benda Pusaka yang akan membuatku kembali bersemangat.
Aku turun dari kasurku dan mengambil sesuatu di bawah kasur. Tanganku terus meraba-raba dan merasakan sesuatu di bawah, aku lalu menariknya keluar dan itu adalah sebuah kotak terbuat dari kayu.
Setelah mengambil kunci dari saku celanaku, aku membuka kotak tersebut dan mengelurkan Benda Pusaka di dalamnya.
Ya, itu adalah sebuah Celana Dalam milik Dewiku tercinta, Roxy.
Meskipun ini agak mesum.. Tidak, aku sudah melewati batas sebagai seorang Pria. Aku sangat mesum dan tidak tahu malu.
Tapi siapa peduli tentang itu, asalkan aku bahagia semuanya beres.
Aku menggunakan Sihir Angin yang membuat Benda Pusaka di tanganku melayang di udara. Aku dengan perlahan bersujud di hadapan Benda Pusaka itu.
Aku tidak percaya pada Dewa apapun selain Dewiku sendiri, yaitu Roxy. Walau aku sudah pernah melihat Dewa asli, aku tidak akan pernah menyembahnya dan satu-satunya yang kusembah adalah Dewiku.
Ohh~ Dewi! Berkahmu yang indah ini akan kujaga selamanya! Aku berjanji.
Darah Greyrat benar-benar mengalir di dalam tubuhku. Oleh sebab itu aku menjadi Mesum. Jangan salahkan aku jika aku melakukan hal seperti ini lagi, karena aku dikuasai oleh hawa nafsuku. Aku tidak bercanda.
Oh, dan juga... Aku tidak berniat untuk membuat Agama sesat atau sesuatu yang seperti itu. Jadi, jangan anggap aku benar-benar seperti orang tolol yang tidak tahu diri. Ini hanya untuk melampiaskan rasa rinduku pada Roxy.
Aku tidak gila, SIALAN!
Setelah melakukan Ritual Suci, aku menyimpan Benda Pusaka dan pergi ke Ruang Makan untuk sarapan.
Sampainya di sana, aku melihat Lilia dan Zenith yang sedang memasak. Sementara Paul... Jangan pedulikan dia. Pasti saat ini si Paul itu sedang berlatih Pedang sambil pamer gaya kepada wanita-wanita yang lewat.
Bagaimanapun, aku adalah Anaknya, sudah pasti dia lebih mesum dariku dan lebih berpengalaman soal wanita. Jadi aku tidak heran mengapa akhir-akhir dia mengajarkanku cara menarik perhatian wanita.
"Pagi, Ibunda, Lilia-san!"
Aku menyapa mereka dengan senyuman hangat, mereka juga membalas sapaan ku.
Aku duduk di kursi. Sambil menunggu sarapan yang sedang dimasak, aku memutuskan untuk membeli beberapa kemampuan di System. Sayang Koin yang sudah kukumpulkan selama ini tidak digunakan.
Memang dulu niatku ingin mengumpulkan banyak-banyak Koin dan langsung membeli Teknik Hado, sehingga kekuatanku langsung menjadi kuat. Tapi setelah dipikir-pikir kembali, aku berpikir bahwa itu adalah cara yang paling bodoh untuk menjadi kuat.
Semua itu buruh proses. Jadi meskipun misalnya aku membeli Teknik Hado #90, kekuatanku hanya meningkat beberapa persen. Semuanya menjadi sia-sia. Lebih baik kugunakan untuk membeli kemampuan lain, untuk memperbanyak kemampuanku. Barangkali kemampuan-kemampuan ini bisa berguna dimasa depan.
'System, bisakah kau merekomendasikan jenis kemampuan untukku?'
[ Ding! Tuan sangat ahli dalam apapun, jadi semua kemampuan cocok untuk anda! Ditambah lagi, anda adalah Pria bertipe Pekerja keras. Jadi semua kemampuan dapat anda kuasai! ]
'Itu sama sekali tidak membantuku.'
Aku memang senang mendengar System memuji kejeniusanku dalam segala hal, tapi sungguh, perkataan System sama sekali tidak membantuku.
[ Ding! Kalau beg- ]
'Beli Telekinesis dan 37% Kebangkitan Zanpakuto.'
Tiba-tiba, aku mendengar suara asing di telingaku... Bukan! Itu terdengar dari otakku secara tiba-tiba dan suara ini tidak tahu darimana asalnya.
'Ingat ini baik-baik, Bocah. Jangan ikuti perkataan siapapun, termasuk System. Kau harus memilih jalanmu sendiri. System hanya akan membawamu ke alur cerita sebenarnya, yang mengakibatkan dirimu serta Keluargamu dalam keadaan bahaya.'
'SIAPA?! TUNJUKKAN DIRIMU!'
Kenapa di saat seperti ini?!! Siapa orang ini? Mengapa dia bisa berbicara lewat pikiranku?! Kenapa... Kenapa harus lagi damai-damainya?!
'Jika bisa, maka aku akan langsung tunjukkan padamu siapa diriku. Namun saat ini, kekuatanku terkuras habis untuk merusak Ruang dan Waktu, bahkan akibat hal itu terjadi Distorsi antara Ruang dan Waktu. Aku menghabiskan semua kekuatanku untuk memperbaikinya. Dan inilah aku, tanpa wujud.'
'Aku tidak perlu omong kosongmu itu! Cepat tunjukkan! Apa kau musuhku atau temanku?!'
'Entahlah. Aku bisa saja menjadi temanmu, tapi bisa juga menjadi musuhmu.'
'Siapa sebenarnya kau..?'
'Jika waktunya sudah tepat, aku akan langsung mengatakannya. Tapi saat ini, waktunya sama sekali belum saatnya. Aku juga perlu mengumpulkan Mana untuk membentuk wujudku kembali. Tapi ingat perkataanku tadi, jangan percaya pada siapapun kecuali orang yang paling kau cintai.'
'Siapa..?' Itu pertanyaan yang terus berputar-putar di kepalaku yang membuatku menjadi pusing memikirkannya.
Ini tidak masuk akal. Siapa orang ini? Bagaimana bisa dia masuk ke dalam pikiranku? Makhluk macam apa dia?!
Tadi dia menyuruhku untuk membeli Telekinesis dan Kebangkitan Zanpakuto. Kemampuan itu... Yah, beli saja. Aku akan mencoba untuk mempercayai perkataannya. Dia memang mencurigakan, datang dan mengobrol bersamaku.
Tapi... Aku yakin bahwa suara itu.. Suara orang itu seolah habis melewati masa-masa tersulit hidupnya dan seolah ingin mati. Sama seperti Seniorku dulu.
'System, beli Telekinesis.'
[ Ding! Tuan, kemampuan yang sayang rekomendasikan jauh lebih ku- ]
'Beli Telekinesis.' Aku menyela perkataan System dengan dingin dan sedikit curiga.
[ Ding! Tapi, Tuan! S- ]
'Ada apa? Mengapa kau seolah-olah tidak ingin aku membeli kemampuan itu? Ada apa sebenarnya?'
[ Ding! Telekinesis terbeli Dengan harga - 32.000 Koin! Koin anda saat ini : 412.000 Koin! ]
'Beli juga 37% Kebangkitan Zanpakuto.'
[ Ding! Apakah anda yakin, Tuan! And- ]
'Cepat beli.'
[ Ding! 37% Kebangkitan Zanpakuto terbeli Dengan harga - 80.000 Koin! Koin anda saat ini : 332.000 Koin! ]
[ Zanpakuto (Tanpa Nama) - (76%) ]
Mengapa System menjadi seperti ini? System ingin menghindari sesuatu. Apa itu ada hubungannya dengan suara tadi? Tapi sepertinya System juga tidak mengetahui siapa pemilik suara itu, jadi sudah dipastikan dia menghindari sesuatu.
Apa jangan-jangan yang dikatakan suara itu benar, bahwa aku tidak boleh mempercayai System. Tapi untuk sekarang, aku harus bertindak biasa dulu dan melakukan kegiatan sehari-hariku.
Aku tidak ingin hanya sekadar suara mengganggu pikiranku. Huft.. Masalah. Ya, terserah.
---
POV Orang Ketiga~
Rudeus memakan sarapannya bersama keluarganya, dia menikmati sarapan tersebut karena rasanya yang enak. Jarang sekali Zenith membuat sesuatu yang spesial seperti hari ini, yaitu Daging Sapi.
Daging sapi ini dipotong kecil-kecil, lalu dimasak dan dicampur dengan berbagai rempah-rempah Desa Bonea. Dan dihidangkan dengan kuah serta roti sebagai makanan untuk menambah citra rasa makanan ini.
Dia tidak tahu rempah seperti apakah itu sehingga bisa membuat makanan seenak ini, tapi dia benar-benar bersyukur memilki Ibu seperti Zenith.
Setelah selesai sarapan, Rudeus berpamitan kepada Paul dan Zenith keluar rumah karena dia ingin mengunjungi beberapa tempat.
Keluar rumah. Bukan kali pertamanya dia keluar rumah, dia bahkan sudah berkali-kali keluar rumah untuk berlatih di tempat sepi. Jadi makanya dia tahu beberapa tempat yang nyaman untuk dikunjungi.
Apa berarti Rudeus juga memiliki teman? Tidak. Rudeus selalu menghindari kontak antara dirinya dengan orang lain. Paling-paling, dia hanya bisa menyapa dan setelah itu pergi dengan kecepatan tinggi yang dimilikinya.
Dia hanya ingin sendiri. Harus dia akui bahwa dia memang agak sedikit kesepian, tapi di sisi lain dia juga ingin terus sendiri untuk menikmati Desa ini, Desa yang sangat nyaman ini.
Biasanya, jika dia merasa kesepian, dia akan selalu bermain bersama Roxy di waktu luang. Tapi sekarang Roxy sudah pergi... Mengingat ini membuatnya kembali menghela nafas kecewa.
Dia bertanya-tanya sudah keberapa kalinya dia menghela nafas hari ini, dia terlalu sering melakukannya.
Mencuri celana dalam Roxy adalah tindakan yang sangat tidak terpuji, tapi dia harus melakukan hal itu demi menjaga kewarasannya. Kalau tidak, mungkin dirinya bisa menjadi karakter MC yang kesepian dan seolah-olah adalah orang paling kesepian di dunia.
Rudeus berpikir bahwa dia harus mengurangi efek dari garis darah Greyrat di tubuhnya, tapi... Harganya sangat mahal. Dia menganggap itu tidak masuk akal, sebab mengurangi efek dari garis darah Hollow saja tidak semahal itu.
Mau tahu seberapa mahal? 1.000.000 Koin. Sedangkan mengurangi efek dari garis darah Hollow hanya membutuhkan - 94.000 Koin.
Perbedaan yang sangat jauh, bukan? Entah mengapa System memasang harga segitu, tapi dia mencoba berpikir positif. Dan setelah dia berpikir positif, muncul ingatan tentang suara itu.
"Jika begini, aku lebih baik memikirkan Roxy saja. Bisa-bisa aku stres, padahal aku baru saja berusia 5 tahun. Tidak lucu jika aku stres hanya gara-gara ini."
---
Rudeus berlatih, dia juga membuat Bunshinnya untuk berlatih bersamanya. Baik itu mengasah keterampilan bertarungnya, maupun menciptakan Teknik-teknik baru sehingga Koin miliknya dapat terkumpul lebih banyak lagi.
Jujur saja, dia sangat kesulitan dalam membuat Teknik baru. Bukan hanya sulit, tapi juga butuh konsentrasi tinggi. Jadi memang, yang lebih praktis adalah dengan cara membeli di System, tapi tentu saja harganya sangat mahal.
Semuanya menjadi serba salah.
Di danau yang indah, Rudeus sedang bertapa dan berkonsentrasi sampai ke titik tertingginya yang bisa dia capai. Tubuhnya bahkan sampai melayang di udara, atau lebih tepatnya di atas air danau yang juga airnya menjadi tenang.
Tubuh Rudeus memancarkan Aura kenyamanan serta kemurnian, yang membuatnya menarik perhatian bagi hewan-hewan di sana. Ikan-ikan berlompatan, Kelinci mendekat, Rusa juga mendekati Rudeus bersama hewan-hewan lain.
Sebenarnya, Rudeus saat ini sedang berusaha untuk mengobrol dengan Zanpakutonya. Ini adalah salah satu cara efektif untuk membangkitkan Zanpakuto, sehingga Zanpakuto bisa memberitahu namanya sendiri.
Setelah itu, dia bisa dapat sesuka hati menggunakan bentuk Shikai Zanpakutonya. Dengan kata lain, kekuatannya dapat meningkat berlipat-lipat dengan bantuan bentuk Shikai Zanpakuto.
Dia tidak ingin berharap terlalu tinggi. Yang dia harapkan dari Zanpakuto ini hanya satu, semoga saja dapat berguna di masa depan.
Mau itu lemah atau kuat, dia tidak peduli asalkan Zanpakutonya bisa berguna dimasa depan untuk menghadapi masalah-masalahnya.
Rudeus membuka matanya, dia sudah selesai melakukan latihan yang harus dia lakukan. Sisanya hanya Bunshin-Bunshinnya.
"Tapi..." Rudeus mengepalkan tangannya, dia merasa bahwa perkembangannya akhir-akhir melambat. Tapi setahunya dan yang di katakan System, bahwa latihan cara ini adalah cara yang paling efektif selain cara-cara lainnya.
Jadi selama ini, dia terus melatih dirinya tanpa henti menggunakan cara yang sama. Paling bertapa, berlatih pedang, lalu mengendalikan ketiga Energi di dalam tubuhnya sehingga tidak saling bertengkar.
Apalagi, Energi Reiatsu seolah sangat ingin mendominasi tubuhnya, yang membuatnya menjadi kesal setiap kali Energi Reiatsu di tubuhnya tiba-tiba tak terkendali. Belum lagi, garis darah Hollow-nya juga ikut-ikutan mengamuk.
Memang mudah menenangkan keduanya, tapi jika terlalu sering mengamuk, dia juga pasti menjadi sangat kesal. Inilah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa dirinya menyegel sebagian besar kekuatannya.
Dia sendiri tidak tahu bagaimana jadinya jika semua kekuatannya dilepas... Apa mungkin dia bisa kehilangan kewarasannya? Atau mungkin akal sehatnya? Ya, itu tidak penting dibahas sekarang. Dia perlu terus berlatih.
Itu semua tugas Bunshin. Lagipula, dia harus pulang karena hari ini Paul ingin melatihnya kembali.
---
Rudeus berjalan pulang sambil menikmati suasana Desa. Tidak ada bosan-bosannya dia menikmati suasana damai di sini, karena di kehidupan pertamanya, suasana seperti ini sangat langka bahkan bisa dikatakan tidak ada.
Semuanya perang, perang dan perang. Ketika melihat Desa ini, membuatnya senang dan membayangkan dunia pertamanya dulu. Apakah seperti ini juga?
"Hei! Kau!"
Ditengah perjalan menuju rumahnya, Rudeus tiba-tiba saja dipanggil oleh tiga orang anak laki-laki tak dikenal. Ini membuatnya panik, karena dia sangat ingin menghindari kontak dengan orang asing.
"Apa..? Aku.?" Rudeus bertanya, menunjukk dirinya sendiri dengan wajah bingung.
"Ya, kau! Apa kau anak dari Paul-san!"
"Errr.." Rudeus berpikir dulu beberapa saat sebelum menjawab. "Ya, itu Ayahku. Ada apa?"
"Woooh!! Itu benar-benar dia!" Ketiga anak itu berteriak kegirangan. Lalu, tiba-tiba mereka melakukan posisi sujud di depan Rudeus dan berkata beraamaa. "Tolong ajari kami, Greyrat-sama!!"
"Eh! Ada apa ini? Hei, mengapa kalian bersujud di depanku?" Tanya Rudeus dengan nada panik.
"Kami sering melihatmu berlatih bersama Paul-san. Oh, ngomong-ngomong, Paul-san adalah idola kami. Tapi, kami juga mengidolakanmu karena kau sangat keren! Masih muda tapi sangat jago saat mengayunkan Pedang! Maka dari itu, ajari kami, Greyrat-sama!"
""Ajari kami!""
Rudeus tidak tahu harus senang atau sedih saat ini, dia kebingungan untuk menjawab perkataan mereka. Namun, dia merasa familiar dengan salah satu wajah dari ketiga anak di depannya ini.
"Hei, apa kau yang dulu pernah terluka akibat latihan aku dan Ayah?" Tanya Rudeus untuk memastikan daya ingat otaknya ini.
"A-Ah, itu benar." Jawabnya.
"Apa saat itu kau terluka? Baik-baik saja! Apa mungkin kau cedera parah!" Rudeus memerhatikan dengan teliti tubuh anak di depannya.
"Tidak. Aku tidak apa-apa. Zenith-san memulihkan keadaanku. Aku harus berterima kasih padanya."
"Enggak. Seharusnya aku yang meminta maaf. Aku minta maaf."
Ketiga anak itu sangat-sangat teriejut saat mendengar permintaan maaf dari Rudeus, tapi setelah itu ketiganya berteriak kegirangan seolah sedang melihat sesuatu yang menakjubkan.
"Bagaimana kau kenal dia, Ivan?!"
"A-Aku tidak tahu! Aku hanya sedang melihat dia bersama Paul-san berlatih. Setelah itu semuanya menjadi gelap dan aku terbangun di kamarku."
"Tapi ini luar bisa, Ivan! Pencapaian yang luar biasa!!"
""Woohhh!!""
Rudeus tidak tahu harus melakukan apa, dirinya hanya kebingungan melihat kelakukan bodoh yang kegirangan tidak jelas dari ketiga bocah laki-laki di depannya.
"Hei... Seberapa sering kalian melihatku berlatih?"
"Setiap hari."
"Setiap aku berlatih?"
"Yap."
"..." Rudeus tidak berbicara lagi setelah itu.
---
Rudeus menatap tiga bocah di depannya, dia duduk di atas batu. Dia memegang dagunya dan menatap satu persatu wajah bocah itu.
"Perkenalkan nama kalian beserta impian kalian." Rudeus memerintah ketiganya dengan rasa ingin tahu.
"Aku, namaku Somal. Impianku ingin menjadi seorang Petualang!"
'Klasik'
"Kau." Rudeus menunjuk yang lain.
"Namaku Ivan. Impianku ingin bisa menggunakan teknik-teknik Berpedang!"
'Klasik.'
"Kau." Rudeus menunjuk yang lain.
"Namaku Jow.. Hanya Jow. Impianku, aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku dimasa depan. Apa itu aneh?"
"Tidak. Sekarang kau adalah Muridku."
""Hei, bagaimana dengan kita berdua?!!""
"Masa bodo. Lagian, impian kalian terlalu membosankan. Menjadi Petualangan dan menggunakan teknik berpedang untuk menjadi Yang Terkuat. Lalu apa..? Berarti Petualangan kalian hanya sampai situ saja, kan?" Kata Rudeus.
"Kalau begitu, lebih membosankan lagi impian Jow. Dia hanya ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Heh, membosankan." Kata Somal, yang perkataannya di setujui oleh Ivan disebelahnya.
"Itu tidak membosankan sama sekali. Bukankah berarti Jow ingin hidup damai? Apa masalahnya dengan hal itu? Daripada impian kalian yang tidak berarti sama sekali, malah dapat mengakibatkan banyak masalah." Rudeus menggelengkan kepalanya sambil mendesah kecewa.
Tidak ada yang bisa menyangkal perkataan Rudeus, semua yang dikatakannya memang benar. Tapi, Somal merasa bahwa impiannya itu sangat keren dan tidak bisa dibandingkan dengan hal lain.
"Apa serunya hidup di rumah dan tidak melakukan hal apapun. Itu sama saja berada di Penjara." Kata Somal.
"Itulah yang kau tidak mengerti. Sekarang aku tanya, kenapa Ayahku tidak aktif menjadi Petualangan? Padahal, dengan kemampuannya itu, dia bisa menjadi Petualangan hebat di luar sana." Rudeus mencoba memberi Somal pertanyaan sederhana.
Tapi, Somal tidak mampu menjawab dan malah terdiam terus menatap Rudeus seolah ingin tahu jawabannya.
"Karena, kedamaian lebih penting dari apapun. Jika kau sudah besar, kau akan mengerti betapa pentingnya kedamaian ini. Makanya... Jika aku mengajarkan kalian teknik bertarung, apa yang kalian lakukan dengan teknik tersebut?"
"Membunuh Monster." Jawab Somal.
"Mendapatkan uang?" Jawab Ivan.
"Melindungi orang tua." Jawab Jow.
Rudeus sedikit tidak puas dengan jawaban yang diberikan ketiganya, tapi dia memiliki rencana lain. "Bagaimana kalau kalian menjadi bawahanku? Apa tertarik?" Tanya Rudeus dengan senyuman aneh.
""Dengan senang hati, Ketua!!"" Ketiganya langsung berlutut hormat di depan Rudeus.
"Apa berarti kalian setuju? Baiklah. Mulai sekarang dan seterusnya, panggil aku "Ketua" dan sebagai balasannya, aku akan melatih kalian. Apa kalian siap menerima latihan berat yang akan kuberikan?" Rudeus tersenyum sombong dan kembali mengingat masa-masa dimana dia menjadi seorang Pemimpin Pasukan Anti-Perang.
""Tentu saja, Ketua!!""
"Bagus. Kalau begitu, aku akan pergi."
"Eh? Kenapa..?" Tanya Ivan.
"Yaa.. karena hari ini aku ada janji dengan Ayah untuk berlatih. Besok kita berkumpul di sini lagi. Oh iya, jangan coba-coba untuk melihatku sedang berlatih. Kalian itu benar-benar mirip seperti penguntit, membuatku merinding. Oke?"
""B-Baik, Ketua!!""
Setelah itu, Rudeus pergi dari sana meninggalkan ketiga bocah itu.
[Bersambung]