Seluruh kegiatan pengenalan lingkungan kampus untuk para mahasiswa baru pun telah berakhir. Rangkaian kegiatan yang melelahkan dan membosankan untuk sebagian besar orang itu kini telah selesai. Dan sekarang adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh semuanya. Tak hanya para mahasiswa baru, namun juga para senior pengurus.
Kegiatan berupa pesta yang diadakan oleh senior di masing-masing jurusan. Hal ini sering disebut sebagai Malam Ramah Tamah, di mana para mahasiswa baru berkumpul di gedung jurusan mereka masing-masing dan mengadakan pesta penyambutan.
Tentu saja, pesta penyambutan seperti ini tak akan lengkap tanpa adanya hal terpenting pada setiap pesta, yaitu alkohol dan musik yang keras.
Bagi yang tak bisa minum, mereka disediakan minuman lain tanpa alkohol seperti jus jeruk, es teh dan semacamnya.
Pesta penyambutan telah dimulai. Dan kini, Kayla, Yurisa dan Nadine, mereka bertiga berdiri di tengah-tengah lautan manusia yang sedang menari karena terhanyut oleh dentuman musik EDM. Kerlap-kerlip lampu dan udara yang dipenuhi dengan aroma rokok dan alkohol.
"Bukankah ini menakjubkan? Siapa yang akan menyangka bahwa kampus yang paling sulit dimasuki seperti ini teryata juga tahu caranya bersenang-senang." ucap Yurisa, si gadis yang terkadang bersikap kekanak-kanakan namun di antara mereka bertiga, Yurisa adalah orang yang paling mengerti caranya berpesta. "Aku akan menikmati malam ini seakan tak ada hari esok!"
"Hey, bisakah kau jaga sedikit sikapmu? Tak peduli segembira apapun, kau masihlah seorang wanita." keluh Kayla yang sedikit kesulitan membaur di tengah-tengah lautan manusia seperti ini.
"Apa kau bilang? Aku tak dengar! Aku tak bisa mendengar omelan ibu-ibu tua seperti itu!"
Nadine hanya terkekeh pelan dan meneguk botol bir yang ia pegang di tangan kanannya.
Kayla menoleh ke arah Nadine, "Bisakah kau membawaku keluar dari sini?"
"Ada apa? Kau sudah bosan?"
"Aku tak terbiasa dengan hal ini."
Nadine tersenyum penuh arti ke arah Kayla. Yurisa juga menyadari hal itu. Yurisa yang pertama kali meraih lengan Kayla, sementara Nadine sudah menyodorkan botol bir untuknya.
"A-apa? Tidak, aku tidak minum—"
"Ayolah. Malam ini saja. Tenang saja, kita punya Nadine yang akan menjaga kita jika kita berdua memang mabuk." rayu Yurisa pada Kayla. "Lagi pula, ini hanyalah bir. Kau tak akan mabuk hanya dengan dua atau tiga teguk."
Kayla mengarahkan pandangannya pada Nadine. Ia berharap bahwa Nadine memihaknya. Namun kenyataannya, Nadine malah berpihak pada Yurisa.
"Coba saja. Siapa tau kau bisa menjadi lebih rileks. Kita sudah berusaha keras untuk masuk ke kampus ini. Sedikit bersenang-senang tak ada salahnya, bukan?"
Kedua mata Kayla terus melihat ke arah Nadine dan Yurisa secara bergantian. Setelah beberapa saat mempertimbangkan apapun yang ada di dalam pikirannya, akhirnya Kayla pun menerima botol bir yang diberikan oleh Nadine.
... "Everybody fucking jump!" ...
Dentuman musik EDM menjadi semakin keras. Orang-orang yang berada di sana mulai melompat-lompat. Nadine berhasil meraih tangan Yurisa dan menariknya untuk menghindari gadis itu terluka berkat desakkan orang-orang di sekitar mereka.
Yurisa yang kini sedang berada di dalam pelukan Nadine pun tersenyum, "Hey tampan, kau adalah kesatria penyelamatku. Biarkan aku memberimu ciuman sebagai hadiah. Chuuuu~ ... "
Nadine membungkam mulut Yurisa dengan telapak tangan kanannya dan mengedarkan pandangannya ke segala arah. "Di mana Kayla?"
"Entahlah. Mungkin dia tak sengaja berbenturan dengan seorang pangeran tampan dan sekarang mereka sedang bersenang-senang. Hey, kita kehabisan minuman. Ayo kita pergi ambil lagi."
"Apa kau gila? Kita harus menemukan Kayla terlebih dahulu. Jika terjadi apa-apa ... "
"Sudahlah." keluh Yurisa yang kini menarik lengan Nadine. "Kayla bukanlah anak kecil. Dia bisa mengurus dirinya sendiri. Lagi pula, aku yakin, dengan sifatnya itu, dia pasti diam-diam telah pulang tanpa memberitahu kita."
Nadine sebenarnya masih ingin mencari keberadaan Kayla, namun entah mengapa, ia merasa perkataan Yurisa membuatnya yakin.
Nadine dan Yurisa yakin bahwa Kayla memang diam-diam pulang karena tidak nyaman berada di pesta seperti ini.
Mereka tak sepenuhnya salah, karena Kayla memang sudah tak berada di antara orang-orang yang masih menikmati pesta. Namun, Kayla tidak pulang. Gadis itu kini berada di dalam sebuah ruangan. Ruangan yang dipenuhi dengan barang-barang.
Yap.
Kayla kini berada di sebuah gudang yang terletak tak jauh dari aula gedung jurusan Seni Rupa tempat pesta penyambutan sedang berlangsung.
Ia duduk di salah satu dari dua kursi yang ada di sana. Dan di sebelahnya, seorang lelaki sedang tersenyum ramah kepadanya.
"Apa kau tidak apa-apa? Aku melihatmu kesulitan di tempat pesta tadi. Jadi, aku membawamu ke sini untuk beristirahat."
"Iya, aku tidak apa-apa. Terimakasih, Kak Lucas."
Lucas Caelum, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, senior tingkat ketiga di jurusan Seni Rupa yang merupakan jurusan yang Kayla ambil, dan juga lelaki yang membawanya ke tempat ini.
"Apakah kau tak pernah berpesta sebelumnya?"
Kayla menanggapinya dengan sebuah gelengan pelan.
Suasana hening sesaat, sebelum akhirnya Lucas meraih wajah Kayla dengan telapak tangannya. Secara refleks, Kayla memundurkan tubuhnya menjauh dari Lucas. "Kau benar-benar cantik."
"E-eh? Te-terima kasih."
Perlahan Lucas mendekatkan telapak tangannya, dan entah mengapa Kayla tak lagi menghindar. Kini telapak tangan kanan Lucas telah mendarat di pipi kiri Kayla. Lucas tersenyum penuh arti kepada Kayla. Dan senyuman itu, senyuman dari wajah setampan Lucas, tentu saja bisa membuat jantung Kayla berdegup lebih cepat dari biasanya.
Dan tanpa sadar, bibir mereka telah bersentuhan.
Tidak, namun Lucas telah mendaratkan bibirnya di bibir Kayla. Tentu saja Kayla terkejut dan mendorong dada Lucas menjauh.
"Ada apa? Apakah aku seburuk itu hingga kau tak menyukaiku?"
"Ti-tidak, bukan begitu. Aku—"
Lucas menarik kepala Kayla dan mendaratkan bibirnya lagi di bibir Kayla. Dengan sekuat tenaga Kayla ingin menolak hal itu, namun kekuatan Lucas membuatnya tak bisa berbuat banyak. Kayla tak membenci Lucas. Tentu saja, pasti banyak wanita yang mungkin rela membunuh untuk bisa berciuman dengan Lucas.
Namun Kayla merasa hal ini tidak benar.
Maksudnya, mereka bahkan tak mengenal satu sama lain. Ia hanya pernah berbicara dengan Lucas tadi pagi setelah pidato penyambutan di gedung utama kampus.
Lucas menghentikan ciumannya dan melepaskan Kayla. Kayla terlonjak hingga jatuh terduruk di lantai.
Lucas berdiri dan melepas jaket serta kausnya, membuangnya ke sembarang arah dan mendekati Kayla lagi.
"K-Kak Lucas. Kumohon, jangan lakukan ini." pinta Kayla dengan kedua bola mata yang sudah mulai berair.
Lucas mengerutkan keningnya, "Ada apa? Apa kau benar-benar tak menyukaiku? Aku menyukaimu, Kayla. Aku jatuh cinta kepadamu sejak pertama kali aku melihatmu berjalan dari gerbang kampus pagi ini."
"Tapi—" Kayla belum sempat melanjutkan kata-katanya, namun Lucas telah mendekat dan kembali mendaratkan bibirnya di bibir Kayla. Dengan tubuh Lucas berada di atas tubuh Kayla, gadis itu benar-benar tak memiliki kesempatan untuk memberontak. "Kumohon ... Berhenti ... "
Tangan Lucas mulai menjamah tubuh Kayla. Mulai dari leher, pundak, turun hingga berada di dadanya. Kayla membuang pandangannya ke samping, dengan air mata mengalir di pipinya, sementara Lucas menciumi leher Kayla dengan lumayan ganas.
Gadis itu tak pernah berpikir bahwa seorang Lucas yang dianggap sebagai seorang malaikat oleh banyak orang, ternyata adalah orang yang seperti ini.
Ia baru saja ingin putus harapan. Namun saat ia menoleh ke samping dengan Lucas masih menindih tubuhnya, ia melihat cahaya kemerahan kecil di ujung ruangan itu.
Cahaya berwarna kemerahan yang sangat kecil.
"Hufffttt~ ... "
Terdengar suara napas seseorang yang membuat Lucas berhenti melakukan apa yang sedang ia lakukan terhadap Kayla. Lucas ikut menoleh ke arah di mana Kayla mengarahkan pandangannya saat ini.
Di sana, benar-benar gelap. Yang terlihat hanya sebuah cahaya kemerahan kecil. Lucas menyipitkan kedua matanya, mencoba mencari tahu siapa yang ada di sana.
"Huufffttt~ ... " suara hembusan napas kembali terdengar. Dan dari arah cahaya kemerahan kecil di ujung ruangan itu, muncul kepulan asap yang lumayan tebal.
"Siapa di sana?!" teriak Lucas, sedangkan tubuhnya masih menindih tubuh Kayla di lantai.
"Hufffttt~ ... " hembusan napas itu kembali terdengar diiringi dengan kepulan asap yang muncul dari sana. Sebuah putung rokok terbang dan jatuh tepat beberapa langkah di hadapan Lucas. Secara samar-samar terlihat siluet seseorang yang baru bangkit dari posisi tidurnya di sofa yang ada di ujung ruangan itu.
Orang itu berdiri dan melangkah mendekati mereka.
Dia berjalan mendekat seakan muncul dari dalam bayangan.
Semakin dekat.
Hingga akhirnya sebuah sepatu kets Vans Old-Skool berwarna hitam menginjak putung rokok yang terlempar dari dalam bayangan tadi untuk mematikan baranya.
Kayla juga bisa melihatnya.
Seorang lelaki dengan tinggi mungkin hampir seratus delapan puluh sentimeter, mengenakan jaket kulit hitam yang melapisi kaus berwarna abu-abu di dalamnya, celana jogger jeans berwarna biru gelap, dan kalung bertali hitam yang memiliki aksesoris berbentuk pisau kecil.
Gaya rambutnya sedikit berantakan, dan wajah tampan yang dihiasi beberapa luka lebam di pipi dan salah satu sudut bibirnya. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa terintimidasi dan mengangganya seseorang yang sangat berbahaya, tanpa memedulikan wajahnya yang memang sangat tampan.
Dan yang terpenting, adalah sebuah tato bergambar bunga mawar yang terdapat di leher sebelah kiri, menyembul keluar dari kerah jaket kulit hitam yang ia kenakan.
Kayla teringat tentang yang dikatakan Lucas tadi pagi, bahwa ada seorang senior yang bahkan tak bisa ia kendalikan, yaitu orang dengan tato bergambar bunga mawar hitam di leher sebelah kirinya.
"Huffftt~ ... " lelaki itu kembali mengembuskan napas untuk mengeluarkan sisa-sisa asap nikotin dari saluran pernapasannya. "Apa kalian mau mati?"