webnovel

TIDAK BISA LEPAS

"Bagas," bisik Kiara dari belakang.

Bagas menoleh ke belakang. "Kiara? aku mencarimu." Bagas langsung meraih jemari tangan Kiara dan menggenggamnya.

"Aku tadi duduk di depan," Kiara menjawab jujur.

"Iya, aku tadi melihatnya. Mau menghampiri kamu tetapi acara sudah di mulai. Maafkan aku, tadi meninggalkanmu terlalu lama. Sewaktu aku kembali dirimu sudah tidak ada. Maaf ya, sayang." Wajah Bagas penuh dengan rasa bersalah.

"Tidak apa-apa, aku juga sekarang baik-baik saja," jawab Kiara dengan tersenyum. "Di mana Mama dan Papa, tadi aku melihatnya bersamamu?"

"Itu mereka, sedang menyapa salah satu kawan Papa," jawab Bagas.

"Bagaimana kamu bisa duduk satu meja dengan Presdir? Kamu mengenalnya?" tanya Bagas menyelidik.

"Tidak," jawab Kiara, mengalihkan pandangannya dari Bagas, takut bohongnya ketahuan. "Aku juga tidak tahu kalau itu mejanya Pak Leo. Aku hanya di ajak oleh temanku."

"Teman?" tanya Bagas. "Siapa?"

"Sekretarisnya Pak Leo, aku mengenalnya. Tadi dia melihatku sedang sendirian jadi dia mengajakku untuk ikut dengannya. Aku sudah menolaknya tetapi dia memaksa dan menarik tanganku untuk ikut duduk bersamanya."

Bagas tidak melanjutkan pertanyaannya karena orang tuanya datang. "Kiara, ke mana saja?" tanya Mama. "Kami semua khawatir padamu."

"Kiara baik-baik saja Ma, tadi Kiara bertemu dengan teman."

"Papa tadi lihat kamu ada di meja Presdir, kamu mengenalnya?" tanya Papa.

"Tidak, aku hanya mengenal sekretarisnya saja."

"Monika? jadi kalian berteman, pantas saja kamu bisa duduk bersama dengan mereka."

Kiara menjawab hanya dengan mengangguk, hatinya merasa tidak enak. Dia sudah berbohong tidak mengenal Pak Leo.

"Pa, kita belum mengucapkan selamat ke Pak Leo. Lihatlah, nampaknya mereka sudah tidak sibuk lagi melayani tamu. Bagaimana kalau kita ke sana," ajak Mama.

Papa melihat ke arah Presdir, mereka hanya bertiga. "Ayo, kita ke sana?"

Kiara yang mendengar ajakan Mama barusan, seketika tubuhnya langsung menegang. Jantungnya langsung berdetak kencang. "Ya Tuhan, kenapa harus melihat wajah si kurang ajar itu lagi. Aku pikir masalahku akan selesai setelah menghindar dari mereka, tetapi ternyata malah mendekati masalah," Kiara berbicara sendiri di dalam hatinya.

"Ayo sayang," Bagas menarik jemari tangan Kiara yang ada di genggamannya.

Papa dan Mama berjalan duluan di depan mereka, diikuti Bagas dan Kiara. Banyak para pria yang mengagumi kecantikan Kiara, mereka hanya bisa tersenyum menyapa melihat tangan Bagas dan Kiara saling bertautan.

"Pak Leonardo," sapa Papa sopan.

Leo melihat ke arah yang menyebut namanya. "Pak Kuncoro?"

"Iya, saya Kuncoro. Selamat Pak Leo atas anniversary perusahaan SAW yang ke 25. Perusahaan berkembang pesat di bawah kepemimpinan Bapak." Pak Kuncoro mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan.

"Terima kasih," jawab Leo menyambut uluran tangan untuk berjabat tangan.

"Dan kenalkan ini istri saya," kata Pak Kuncoro.

"Selamat Pak, semoga perusahaan semakin berkembang." Mama ikut menyalami Pak Leo.

"Terima kasih Nyonya."

"Dan ini, kenalkan anak dan calon menantuku," kata Pak Kuncoro menggeser sedikit tubuhnya agar anaknya bisa ikut menyalami Pak Leo.

Mata Leo langsung bertabrakan dengan iris mata Kiara, mereka berdua saling berpandangan dalam beberapa detik.

"Ini Bagas, anakku. Semoga kelak dia bisa sesukses Pak Presdir, di usia yang masih muda sudah menjadi teladan buat orang lain," kata Pak Kuncoro.

Bagas menyalami Pak Presdir dengan penuh sopan, tetapi Leo menatapnya dengan tajam. Bagas juga merasa agak sedikit ganjil, kenapa Pak Leo menatapnya seperti itu, tetapi dia tepiskan.

"Dan ini, calon menantuku. Kiara," lanjut Pak Kuncoro.

"Pak Leo sudah mengenalnya, tadi aku yang mengajaknya duduk bersama karena tadi kulihat dia sedang sendirian. Aku mengira dia anak salah satu klien kita, ternyata dia datang bersamamu," Monika ikut angkat bicara.

"Tadi kami meninggalkannya sebentar untuk menyapa beberapa kawan," jawab Pak Kuncoro. "Ayo, Kiara. Beri ucapan untuk Presdir."

Kiara nampak tegang, berusaha untuk mengendalikan kegugupannya. Matanya menatap ke dua bola mata Leo. Berbeda dengan dirinya, Leo nampak tenang sekali. Kiara mengulurkan tangannya untuk memberikan ucapan selamat. "Selamat Pak Leo," ucapnya pelan.

Leo tersenyum menyambut uluran tangan Kiara. "Terima kasih Kiara." Tangannya menggenggam hangat tangan Kiara.

Bayu yang dari tadi hanya terdiam, ikut bersuara. "Jadi Kiara ini calon menantu kalian?" tanyanya ke Pak Kuncoro.

"Iya betul, mereka teman satu sekolah. Mereka masih sangat muda. Bagas ini anakku satu-satunya, masih harus menyelesaikan sekolahnya lalu kuliah melanjutkan impiannya meraih cita-citanya."

"Iya, jadilah anak muda yang sukses dulu. Baru setelah itu memikirkan pernikahan," kata Leo melihat ke arah Kiara.

Kiara hanya menunduk terdiam, dirinya serasa bukan berada di dunia ini. Kalau punya jurus ilmu menghilang, sudah dia pakai untuk menghilangkan diri.

Bayu terus saja memperhatikan sikap Leo ke Kiara, dia sudah bisa menduga kalau sahabatnya itu tertarik dengan Kiara.

Monika yang dari tadi sudah cukup lama berdiri, merasakan kakinya pegal. "Bagaimana kalau kita melanjutkannya sambil duduk, biar kita juga bisa mencicipi makanan."

"Ide bagus, biar aku yang menyiapkan mejanya." Bayu segera pergi dari tempat itu.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya meja telah tersedia. Tentu saja meja bundar untuk beberapa orang yang bisa duduk bersama.

Leo duduk terlebih dahulu, diikuti Bayu yang duduk disampingnya. Monika sendiri memilih duduk di samping Bayu yang diikuti Mama lalu Papa, Bagas memilih duduk di samping Papa. Akhirnya mau tidak mau, Kiara duduk di samping Leo.

Kiara terus memalingkan wajahnya, tidak mau melihat ke arah Leo. Tangannya memegang erat tas tangan yang ada di pangkuannya. Sekali-kali dia melihat ke arah Bagas yang ada di samping kanannya.

"Sayang, kamu mau minum?" Bagas menawarkan Kiara air putih yang ada di atas meja.

"Iya, terima kasih," ucap Kiara mengambil minuman yang Bagas berikan kepadanya.

Leo hanya terdiam, begitu pun yang lain. Sampai seorang pelayan datang memberikan beberapa minuman dan makanan ringan sebagai tambahan.

"Pak Leo, anniversary kali ini sangat meriah. Aku sungguh kagum dengan penataan dekorasinya, luar biasa." Pak Kuncoro membuka pembicaraan.

"Pak Bayu yang mengatur semuanya. Dia yang patut di puji. Aku hanya tinggal menikmati hasilnya."

"Anda luar biasa Pak Bayu, ruangan ini tertata sangat cantik. Aku mengaguminya."

Leo melirik ke Kiara, dilihatnya tangan Kiara yang terus memegang erat tas yang ada di atas pangkuannya.

"Ayo, kita bersulang untuk kelancaran perusahaan di masa yang akan datang," ajak Monika mengambil gelas minuman yang ada di depannya.

Semua menyambut ajakan Monika untuk bersulang. "Demi kejayaan SAW di masa depan semakin berjaya," kata Monika mengangkat gelasnya, beradu dengan gelas semuanya kemudian masing-masing meminumnya.

Kiara mengernyitkan alisnya begitu minuman masuk ke mulut. Rasanya pahit, tenggorokannya rasa terbakar hampir saja dia memuntahkan kembali minumannya. Bagas yang melihat reaksi Kiara seperti itu, langsung mengambil gelas yang dipegang Kiara. "Ini minuman keras, jangan terlalu banyak minum. Kamu tidak terbiasa," ucap Bagas pelan.

"Pahit sekali, tenggorokanku tidak enak," jawab Kiara pelan. "Aku mau ke belakang sebentar."

"Apa perlu aku antar?" tanya Bagas.

"Tidak biar aku sendiri saja." Kiara lalu cepat-cepat pergi mencari toilet.

Mata Leo mengekor ke mana Kiara akan pergi. Diam-diam Bayu memperhatikan Leo, bibirnya tersenyum penuh misteri. "Leo, mangsamu sendiri yang datang mendekat," ucapnya dalam hati.

Jangan lupa tinggalkan komentar atau vote di setiap chapter

lyns_marlyncreators' thoughts
Próximo capítulo