webnovel

Berbadan Tinggi dan Bertopi

Tama mengayuh sepedanya santai, menikmati sejuknya udara pagi sembari menuju rumah Asahi untuk berolahraga bersama sesuai janjinya tadi malam.

Tadinya dia ingin mengajak Yetfa, tapi Yetfa beralasan ada janji dengan teman kampusnya. Tumben sekali, biasanya Yetfa sering bersepeda di pagi hari.

Tama merasa, sikap Yetfa berubah sejak hari itu. Ah tidak, tidak hanya Yetfa, tapi beberapa dari mereka berdua belas.

Contohnya Yoshi, terkadang sikapnya berubah seperti orang yang berusia lebih muda umurnya dari Yoshi sendiri. Walaupun sama, tapi berbeda. Duh, bagaimana menjelaskannya ya, Tama bingung.

Setibanya di rumah Asahi, Tama memarkirkan sepedanya di depan gerbang. Kata Asahi malam tadi, masuk saja, tidak perlu menunggu sebab gerbang sudah dibuka kuncinya sejak subuh—kebiasaan Asahi sejak lama.

Tapi jujur, Tama mencium aroma tak sedap, menyengat hidung sampai perutnya bergejolak seperti ingin memuntahkan isinya.

Awalnya Tama memilih acuh. Tapi setelah dipikirkan lagi, ada yang tidak beres. Mengapa? Asahi bukanlah orang yang suka bau aneh seperti ini, Asahi suka kebersihan.

Dan benar saja. Matanya melihat tubuh Asahi tergeletak menghadap tanah di halaman samping, kepalanya berlumuran darah, begitu juga tangga dan area sekitarnya.

•••

Sirene polisi terdengar begitu nyaring, situasi di rumah Asahi cukup ramai dan menyayat hati. Asahi telah pergi dengan cara yang tidak seharusnya.

Yang paling syok adalah Bara. Kemarin dia menuduh Asahi, tapi apa? Asahi tiada malam tadi, polisi berkata dia di bunuh. Dan... kepalanya retak, seperti kepalanya yang terlebih dulu menyentuh tanah.

Setelah Tama mengabari teman-temannya di grup, Bara adalah orang pertama yang tiba, kedua Genta dan ketiga Yoshi.

Polisi ditelpon oleh Evan, lebih tepatnya menghubungi pamannya terlebih dahulu.

"Galaksi..." Genta mengepalkan kedua tangannya. "Ucapan lo terbukti, salah satu dari kita mati, dan gue semakin yakin pembunuhnya ada di antara kita."

"Apaan deh, gue 'kan asal ngomong," balas Galaksi tak terima dicurigai seperti itu.

"Tapi Asahi meninggal!"

"Tenang! Suasana lagi berduka, gak baik bertengkar!" Tegur Aksa tersulut emosi.

"Yang bunuh Gendra dan Asahi orangnya sama?" Tanya Yoshi merasa janggal.

"Entahlah, Kak. Gak ada petunjuk ataupun bukti," jawab Tama lesu, duduk di sepedanya dengan perasaan bersalah. Andai saja dia jadi datang malam tadi, Asahi pasti baik-baik saja.

"Acio susul Evan ke rumah sakit bareng Mashiho. Dia juga kasih tau orang tua Asahi, katanya mereka bakal dateng siang nanti," jelas Yoshi membaca pesan di grup.

"Yetfa sama Nares?" Tanya Aksa.

"Yetfa lagi ketemu temen kampusnya, Nares di rumah, masih tidur katanya. Biasalah."

Bara mengernyit tak suka. "Bisa-bisanya dia tidur di saat temennya meninggal? Seenggaknya dateng gitu."

"Siapa bilang gue gak dateng?"

Dari arah gerbang, Nares berjalan masuk sambil menepuk jaket kulit hitamnya yang terkena debu. Dia menghampiri teman-temannya, melewati polisi yang sibuk bertugas memeriksa lokasi kejadian.

"Acio bilang lo gak dateng hari ini, katanya tidur," ucap Yoshi menunjukkan isi chatnya.

"Ck, itu anak harus di kasih pelajaran kayaknya..." gumam Nares kesal, lalu membuang muka.

Sayangnya, Genta mendengar itu. "Apa lo bilang? Pelajaran? Lo mau ngapain?!"

Nares tersentak, mendengus tak suka. " Bukan urusan lo."

"Jangan-jangan lo yang bunuh Asahi!" Tuduh Genta lantang, membuat para polisi menoleh ke arahnya.

"Ta, sabar!" Aksa berusaha meredam emosinya, jangan sampai meledak disini, bisa memperkeruh suasana. "Res, gue mau tanya satu hal sama lo."

"Apa?"

"Semalem Acio keluar rumah?"

"Gak tuh, dia di kamar belajar biologi."

Aksa mengernyit, beralih pada Galaksi. "Lo... bohong?"

"Gak ada yang bisa dipercaya di sini, Kak," sahut Tama mulai jengah melihat perdebatan. "Kalian diem, berdoa untuk temen kalian, stop berantem."

Nares menunjukkan smirknya. "Bagus, makasih Tam. Lain kali, lebih cepat ya."

"Lo ada gangguan jiwa?" Tuding Galaksi tiba-tiba.

"Mulut lo minta di robek ya?" Desis Nares dengan mata mengkilat marah.

"Udah! Jangan berantem!" Lerai Aksa menengahi. "Gue setuju sama usul Evan kemarin, gue bakal cari pelakunya!"

Bara mendelik. "Kak, bahaya! Lo bisa jadi target selanjutnya, apalagi lo bilang secara terang-terangan begitu."

"Kenapa? Takut ketahuan?"

"Maksud lo apa?!"

"Gimana ya, gue curiga sama Galaksi perihal darah tadi malem dan gue curiga sama lo... karena lo curiga sama Asahi kemarin, dan Asahi meninggal. Asahi itu tau banyak, gue udah duga kalau dia bakal di bunuh malam ini."

"Woah, penjelasan lo bagus juga," puji Nares bertepuk tangan. "Gue tanya satu hal. Lo tau dari mana Asahi tau banyak? Lo tau gak, Asahi kasih banyak info ke gue loh, otomatis baru gue doang yang tau."

Aksa menyeringai.

"Asahi beneran kasih tau lo, atau lo cuma mengada-ngada?"

"Kak, apa kata om lo?" Tanya Acio tiba di rumah sakit bersama Mashiho.

Evan menoleh dengan ekspresi tak biasa, rahangnya mengeras. "Di rumah Asahi ada cctv, semuanya kerekam."

"Siapa pelakunya?" Tanya Mashiho mendesak.

"Mukanya gak keliatan karena cctv ada di belakang. Dia pake topi, badannya tinggi. Tapi..." Evan menatap Acio, menarik kerah bajunya. "Pelakunya mirip Nares... lo pasti tau sesuatu kan?"

Menurutku orang yang bunuh Gendra dan Asahi cukup jelas loh :D

naughtyspaceecreators' thoughts
Próximo capítulo