Saat Adamma ingin memasuki lebih jauh lagi, untuk mendekati suara si kakek yang meminta pertolongan. Saat itu seseorang berdiri di belakangnya, dengan segera dia berbalik dan menondongkan pistol kepada seseorang di belakangnya, yang ternyata seniornya Arya.
"HHEUHH!! Bikin terkejut saja!" ucap Adamma kepada Arya.
"Aku sangat mencemaskanmu, bagaimana jika kamu terluka. Aku pasti akan menulis laporan hari ini," jawab Arya dengan berbagai alasan kepada Adamma.
"TOLONG AKU!" suara kakek meminta pertolongan.
Mereka langsung berlari menuju sumber suara kakek, lalu terkejut melihat kakek pemulung sudah berimbah darah. Dia di tusuk di bagian pinggang dekat dengan ginjalnya, merasa panik Adamma meminta Arya untuk menelfon ambulance.
"Kakek apa yang terjadi?" tanya Adamma panik melepas jaketnya lalu menekan luka tusuk yang ada di pinggul kakek untuk menghentikan pendarahan.
"AWHHHH" lirih kakek itu saat Adamma menekan lukanya.
"Bertahanlah Kek! Sebentar lagi ambulance akan datang," pinta Adamma dengan keringat yang bercucuran berusaha membuat darah tidak keluar terlalu banyak.
Kakek pemulung itu melihat ketulusan Adamma saat melakukan pertolongan, lalu dia berkata dalam benaknya agar Adamma bisa mendengarnya.
"Terima kasih, kamu sudah menolongku. Aku akan memberitahumu sesuatu," batin kakek menahan kesakitannya.
"Jangan sekarang, lebih baik kakek sekarang berdoa untuk keselamatan kakek," jawab Adamma yang ingin kakek pemulung itu selamat.
Arya mendengar Adamma bicara sendiri, dan mulai memoercayai kemampuan Adamma yang tidak semua orang miliki.
"NGIUNG…NGIUNG…NGIUNG" suara sirine ambulance.
Mendengar suara ambulance yang sudah dekat, Arya mengangkat kakek tua itu dengan kedua tangannya. Lalu membawanya keluar dari gedung. Kakek pemulung itu berhasil di selamatkan, dengan pertolongan pertama oleh petugas kesehatan.
"Tolong selamatkan kakek itu," ucap Adamma dengan cemas melihat kakek yang sedang berbaring di dalam ambulance.
"Baiklah, kalau begitu kami akan pergi sekarang," petugas menutup pintu belakang ambulance.
"NGIUNG…NGIUNG…NGIUNG" sirine ambulance pergi membawa kakek untuk dilarikan ke rumah sakit terdekat.
"AISHHH! Sialan. Aku harap pelaku itu menampakkan diri, akan aku habisi dia. Aku tidak suka bermain teka-teki seperti ini," teriak Arya marah, kesal, dan lelah.
"Tenanglah! Lebih baik sekarang kita balik ke mobil dan membuat laporan di kantor," ajak Adamma menarik baju Arya untuk ikut bersamanya.
***
Malam hari semua tim unit kekerasan dan pembunuhan, baru saja selesai meeting. Setelah itu Pak Saleh memberitahu kepada anak buahnya bahwa dia akan pulang kerumah setelah dua minggu menginap di kantor.
"Saya akan pulang kerumah, jika ada hal darurat hubungi saya secepatnya," pinta Pak Saleh meninggalkan kantor.
Setelah komandan mereka pergi Rio, Rangga, dan Angga bisa rebahan sebentar setelah lelah membuat laporan yang akan di serahkan oleh Jaksa Ilyas besok. Sedangkan Adamma dan Arya masih menulis laporan kejadian tadi siang.
"Sumpah! Psyco bikin teka-teki kaya gini, dia pikir gaji kita gede kali ya," keluh Rio dengan memakai bantal leher.
"ESSSHIT! Bedebah! Hari yang panjang, gemes banget penasaran sama Psyco yang membuat kita sangat rindu dengan rumah," keluh Rangga melihat layar ponselnya yang mendapat pesan wa dari istrinya.
"Jangan menyerah! Kita ini petugas kepolisian harus kuat menghadapi pelaku yang menganggap manusia seperti mainannya," ucap Arya yang baru saja menyelesaikan laporannya.
"Betul kata Arya, ah emang si ganteng udah paling top," puji Angga yang sedang menjejerkan kursi untuk tiduran olehnya.
"Adamma diam saja! Ngobrol dong," tegur Rio yang diam- diam mengagumi Adamma.
"Aku masih mengerjakan laporan, apa kamu ingin membantuku," ledek Adamma kepada Rio dengan menulis laporan di secarik kertas.
"Oh tentu tidak, aku lebih baik tidur," jawab Rio memegang ponselnya sambil tersenyum. "Tapi aku akan memesan makanan untukmu," lanjut Rio memilih makanan di aplikasi.
"Untukku saja, memang yang lain tidak lapar," balas Adamma meledek sambil melirik ke arah Rio.
"Pesan sekalian untuk 5 orang," pinta Arya sambil mengecek lagi laporannya.
"Ahsiapp, sudah ku pesan," jawab Rio meletakkan ponselnya di atas meja.
Tidak lama jasa pengantar makanan sampai di ruangan mereka, lalu Rio mengambil dan membayar semua makanan yang dia pesankan untu semua rekannya. Lalu mereka makan bersama sambil membahas pelaku yang sedang dicari.
Di rumah Pak Saleh yang baru saja pulang di sambut oleh anak dan istrinya, anak perempuan yang berumur 6 tahun itu sangat merindukan Ayahnya yang jarang pulang kerumah.
"Ayah pulang yeayyy," teriak Niki berlari ke arah ayahnya lalu memeluknya.
"Ayah kangen sekali dengan Niki," ucap Pak Saleh berjongkok lalu memeluk putrinya.
"Kenapa Ayah jarang pulang?" tanya Niki polos melepas pelukannya untuk melihat wajah Ayahnya.
"Ayah harus melakukan tugas negara sayang," jawab Pak Saleh memberi pengertian kepada putri kesayangannya.
Bu Fiona yang baru selesai memasak, menghampiri anak dan suaminya.
"Tumben pulang Mas," ucap Bu Fiona dengan raut wajah yang kesal dengan suaminya.
"Apa kamu sedang menyindirku sekarang," jawab Pak Saleh berdiri untuk mengecup kening istrinya.
"Kenapa sih kamu harus mau di pindahkan ke unit barumu itu? Kamu jadi jarang pulang, mending kalau gajimu itu di tambah. Mungkin aku akan mengerti," oceh istrinya berjalan ke dapur untuk menyiapkan makanan di meja makan.
"Sabar sedikitlah Bu ini kan tugas, nanti juga akan ada kenaikan gaji. Pikiranmu hanya uang, uang dan uang," jawab Pak Saleh menahan kesal terhadap istrinya.
"Bukan seperti itu, aku hanya memikirkan tidak sebanding dengan tenaga yang kamu keluarkan. Sekarang waktumu sedikit untuk berkumpul bersama kita disini," jelas Bu Fiona kepada suaminya.
"Namanya juga bekerja sebagai detektif, ya inilah resikonya. Tanggung jawab yang besar, tapi gajinya hanya cukup," jawab Pak Saleh meraih tangan Niki lalu membawanya ke meja makan.
"Ayah kata temanku di kelas, pekerjaan seperti Ayah sangatlah berbahaya. Apa benar Yah?" tanya Niki yang baru sekolah TK.
"Tentu, Ayah harus menangkap penjahat yang berkeliaran di bumi ini, agar kamu bisa bersekolah dengan tenang," jawab Pak Saleh melihat putrinya.
"Makanya Niki harus belajar dengan giat, biar nanti jadi dokter, jangan jadi seperti Ayahmu. Ibu gak mau kamu menjadi seorang polisi. Nanti Ibu akan jantungan setiap hari," ucap Bu Fiona melihat suaminya.
Mereka makan bersama sambil berbincang, Pak Saleh yang sangat merindukan anak dan istrinya merasa bahagia jika menikmati momen makan bersama bersama anak dan istrinya. Dalam benak Bu Fiona, dia begitu khawatir dengan pekerjaan suaminya, yang memiliki resiko yang sangat besar. Sehingga dia suka sekali marah-marah tidak jelas dengan suaminya.
"Makanlah yang banyak, kamu terlihat kurusan," ucap Bu Fiona mencemaskan suaminya.
"Masakanmu semakin hari semakin enak saja," puji Pak Saleh tersenyum memuji masakan istrinya.
"Tentu! Aku ini istri seorang detektif yang jarang pulang. Jadi aku harus bisa memanjakan lidah suamiku," balas Bu Fiona meledek suaminya.
Niki melihat keromantisan kedua orang tuanya, membuat dia begitu bahagia. Bisa lahir dan memiliki orang tua seperti mereka.