webnovel

Sekelumit Kisah Kelam

Untuk kali pertama setelah sekian lama, Keisha baru merasakan apa yang dinamakan dengan kebebasan saat Xavier mengajaknya berjalan-jalan di sepanjang bibir pantai.

Kala itu, waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Tak banyak orang yang datang, dan mungkin itu nanti.

Xavier berjalan mendekat, memberikan satu buah kelapa kepada Keisha yang seketika diterima baik oleh sang empu. Setelahnya, Xavier lantas duduk di sisi Keisha sembari menatap pemandangan indah laut di depan sana.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Xavier pada Keisha.

Keisha menoleh. Terukir senyum manis di wajahnya saat dirinya berkata, "Aku senang. Terima kasih banyak."

"Syukurlah kalau begitu. Aku juga ikut senang untukmu."

Keisha tersenyum pada sosok Xavier. Pandangan matanya menatap dengan dalam, seberkas jejak kerinduan muncul di sana.

"Jadi, apakah aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?" tanya Xavier kemudian.

Keisha spontan menganggukkan kepalanya saat ia menyeruput air kepala yang terasa sangat nikmat. "Apa yang ingin kamu tanyakan? Jika memang ada hal yang ingin kamu tanyakan, maka tanyakan saja. Kalau aku bisa menjawabnya, maka akan aku jawab," tukas Keisha.

Xavier tersenyum. "Kalau begitu, aku tidak perlu berbasa-basi lagi. Biarkan aku langsung bertanya saja kepadamu. Jadi, bagaimana caranya kamu ada di pasar pelelangan budak itu? Apakah sesuatu terjadi kepadamu?"

Senyum di wajah Keisha seketika luntur di detik itu juga.

Tatapan mata Keisha terlihat penuh rasa sakit kala bias-bias kejadian di masa lalu kembali berputar di pelupuk matanya.

Setelahnya, Keisha memutuskan kontak matanya dari Xavier dan lebih memandang luasnya hamparan laut di depannya.

Ombak-ombak bergulung saling berkejaran satu dengan yang lainnya. Kepiting-kepiting kecil terlihat merangkak di pasir bersama hewan-hewan kecil lainnya.

Tapi, pemandangan itu nyatanya sama sekali tak membuat Keisha merasa terhibur barang sedikit pun.

Mendapati keterdiaman Keisha, Xavier lantas berkata, "Jika memang kamu belum siap menceritakan semuanya kepadaku, itu tidak apa-apa. Aku akan menanyai mu lagi la—"

"Seseorang ... di menculik ku dan juga menjual ku tak lama setelah kamu menghilang pada saat itu," potong Keisha cepat tak memberikan kesempatan bagi Xavier untuk merampungkan ucapannya.

Duduk di sisi Keisha, Xavier tertegun. Nikmatnya air kelapa tak lagi membuat Xavier tergiur. Karenanya, Xavier menaruh kelapa miliknya ke samping, berniat menyimak ucapan Keisha selanjutnya.

"Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada sore hari itu. Saat itu, saat pekerjaanku sudah selesai dan memesan sebuah taksi untuk membawaku pulang ke rumah, aku menunggu sampai taksi pesanan datang. Saat datang, aku lantas masuk ke dalam taksi itu tanpa melihat ada hal yang mencurigakan. Ternyata, di dalam taksi itu sudah ada tiga orang berbadan besar yang menatapku dengan tatapan aneh milik mereka," ungkap Keisha lagi.

Seiring dengan Keisha yang bercerita, otak Xavier tak henti-hentinya untuk merangkai kejadian-kejadian di dalam kepalanya. Membangun imajinasi sesuai dengan ucapan Keisha.

"Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Mereka benar-benar menangkap mu dan menculik mu begitu saja? Apakah kamu mengenal setidaknya salah satu dari orang-orang itu?" tanya Xavier semakin gencar.

Ini bisa menjadi titik balik bagi Xavier. Xavier harus mendapatkan informasi sebanyak yang dirinya bisa. Xavier tidak mau kehilangan kesempatan.

Mendengar hal itu, Keisha tersenyum kecut. Keisha menoleh kepada Xavier selama beberapa detik sebelum kembali mengalihkan tatapannya ke depan sana, pada hamparan luasnya laut nun indah.

"Mengenal? Aku bahkan tidak tahu mereka semua meskipun mereka tidak memakai topeng seperti pelaku penculikan kebanyakan. Wajah-wajah mereka sangat asing di mataku. Dan aku juga yakin, kalau aku belum pernah berjumpa dengan mereka-mereka sebelumnya. Aku tidak tahu motif apa yang mereka gunakan untuk menculik ku seperti itu. Tapi, aku sangat yakin kalau mereka menculik ku karena memegang sebuah alasan. Dan untuk alasan apa itu, aku juga tidak tahu dan tidak pernah tahu," tukas Keisha lagi.

Keisha menarik napasnya dalam-dalam. Untuk sejenak, Keisha memejamkan kedua matanya, menikmati angin berhembus menampar pipi-pipinya.

Keisha pikir, dirinya tidak akan pernah bisa untuk menghirup udara bebas seperti ini. Berbulan-bulan mendapatkan banyak penyiksaan fisik dan juga mental bukanlah hal yang mudah untuk dilalui.

Namun, pada akhirnya, Keisha berhasil melewati semua itu meski sendirian.

Dan kini, Keisha merasa seperti sedang berada di dalam dunia mimpi, di mana dirinya bisa bertemu lagi dengan Elio yang sudah resmi dinyatakan mati oleh para TIM SAR saat tidak berhasil menemukan jasadnya di mana pun.

Kalau pun saat ini Keisha sedang bermimpi, Keisha harap dirinya tidak akan pernah terbangun dari mimpi indah ini. Keisha ingin bersama Elio. Keisha tidak mau dipisahkan dari Elio untuk kedua kalinya.

"Mungkin ... apakah kamu pernah menyinggung seseorang sebelumnya?" tanya Xavier.

Keisha tersenyum kecut. "Mustahil. Aku bukanlah tipikal orang yang seperti itu. Aku tidak memiliki musuh di mana pun. Jadi, kalau pun mengatakan semisal mereka-mereka itu merupakan utusan dari 'musuhku', aku rasa itu terdengar sangat aneh dan terkesan mengada-ngada."

Xavier terdiam. Jika memang bukan musuh Keisha ... lantas siapa lagi?

Xavier menjadi bingung sendiri dengan tujuannya di turunkan ke bumi.

Bukankah dirinya diturunkan untuk membantu seseorang membalaskan dendamnya?

Dan kini, Xavier yakin kalau kliennya adalah Keisha. Lalu, jika Keisha tidak memiliki musuh, harus ke siapa lagi Xavier membalaskan dendam itu?

Ini benar-benar terasa sangat membingungkan.

"Jadi, setelah kamu diculik di sore itu, kamu langsung dibawa ke rumah pelelangan budak untuk dijual?"

Hanya itulah kalimat yang ada di dalam kepala Xavier. Agaknya, Xavier harus mencerna lagi semua ucapan Keisha nanti demi mendapatkan kesimpulan ringkas dan praduga-praduga yang bisa menjadi titik acuannya.

Duduk di sisi Xavier, Keisha kembali menoleh. Kedua manik matanya menatap manik mata Xavier dengan dalam, memberikan getaran terselubung yang terasa aneh. Ada sesuatu yang berbeda dari tatapan Keisha.

"Apakah kamu pikir begitu?" tanya Keisha balik dan bukannya menjawab pertanyaan Xavier sebelumnya.

Xavier terdiam. Apakah ada hal lainnya lagi?

"Andai semuanya berjalan semudah itu. Diculik, lalu dibawa ke rumah pelelangan budak. Tapi, apa yang terjadi tidaklah sesederhana itu," ungkap Keisha selanjutnya.

Xavier benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Jadi, dia memutuskan untuk diam dan menunggu Keisha bercerita sepenuhnya. Mulai dari awal sampai akhir.

Keisha mengambil satu hewan kecil yang merayap di dekat kakinya lalu membawanya ke depan wajahnya. Setelah melihat hewa kecil tersebut cukup meronta-ronta meminta untuk dilepaskan, Keisha pun lantas melepaskannya. Membiarkan hewan kecil itu bergerak menuju laut, berjalan menghampiri ombak yang datang sebelum tersapu dan menghilang.

Keisha menyunggingkan senyum tipis. Andai hidupnya seperti hewan kecil itu, ditangkap dan dengan mudah dilepaskan, mungkin semuanya tidak akan berjalan serumit ini.

"Pada sore itu, setelah aku diculik, aku dibawa ke suatu tempat. Aku dibiarkan tinggal di sana selama dua hari. Tempat itu adalah sebuah kamar yang tertata rapi. Dan dua hari setelahnya, aku dibawa ke tempat lainnya. Yang mana tempat berikutnya merupakan sebuah rumah bordil," ungkap Keisha kemudian.

Próximo capítulo