Kami berlari menelusuri jalan di sekitar sekolah.
Karena harus menarik Silvilla kecepatanku menurun, mereka dengan mudah mengejar kami.
Aku harus memutar otak untuk menyusuri gang kecil dan jalan tikus yang mengecoh pergerakan mereka.
Dan tibalah kami berdua di situasi ini.
Didalam Toilet bekas dijalan buntu dibelakang gedung Kampus Universitas besar yang lokasinya cukup jauh dari sekolah kami.
Langkah kaki mereka terdengar mendekat.
Sensasi rasa tegang dan nafsu yang timbul diruang sempit karena berduaan dengan Silvilla kini bercampur-baur.
2 meter, 1 meter...
Tak ada harapan lagi.
Akhirnya mereka akan sampai disini dan menangkap
kami berdua.
Benar saja... Cahaya matahari yang menyusup masuk celah bagian bawah pintu kini terhalang bayangan mereka.
Terdengar suara mereka saling berbisik. Mungkin untuk mendobrak, atau mengancam kami agar segera keluar.
Disaat seperti ini aku membayangkan Monkey D. Luffy, Naruto Uzumaki, atau setidaknya Eren Jaeger.
Sosok Protagonist anime yang berawal dari karakter cupu dan tertindas.
Mungkin aku akan memberanikan diri, mengumpulkan tekat, lalu berniat menghajar mereka dengan seluruh kekuatan. Mendobrak pintu ini dan...
BRAKKK!!!
Pintu terdobrak kencang tanpa basa-basi.
Aku yakin sama sepertiku, Silvilla yang sejak tadi memelukku juga kini memejamkan mata.
Entah karena takut atau mengharapkan sebuah keajaiban.
Entah mengapa, aku jadi teringat kekuatan...
"Menghilang..."
Hah?!
Barusan itu bukan suara dalam kepalaku.
Barusan mereka bilang 'Menghilang'!
"Mereka berdua Menghilang!"
Suara mereka begitu jelas terdengar dari arah depan.
Mencoba memberanikan diri, kubuka mataku perlahan...
Wajah pucat mereka saling memandang, sesekali melihat kearah sini, kedalam toilet ini...
Apa benar aku menghilang?
Hey...
Saat seperti ini bukan mimpi 'kan?
Ini seperti Jackpot Undian.
Selain karena pelukan Silvilla yang menekan penisku hingga terasa nikmat, menghilang tepat disaat yang dibutuhkan merupakan Combo Jackpot yang tak bisa kupercaya.
Aku ingin segera memastikannya dengan bertanya kepada Silvilla. Tentunya setelah cowok-cowok ini pergi.
Salah satu dari mereka melihat kearah atap toilet ini, curiga kami kabur dengan memanjat atap. Cerdas juga sih, kenapa kami tak terpikir cara itu?
Tak masalah. Mereka pergi satu persatu.
Pelukan Silvilla masih belum juga dilepas, akupun tak ingin ia lekas melepaskan pelukannya.
Sudah yakin bahwa tak akan ada lagi gangguan, aku melingkarkan tanganku di pinggang Silvilla.
Mendorong pinggulku hingga rasa terjepit yang nikmat menghimpit penisku.
"Ough..."
Ups... Aku tak sengaja melenguh, mendesah...
"Nikmat ya, Juan..."
Silvilla melepas satu pelukan tangannya. Dan tanpa disangka bergerak dengan cepat melepas sabuk dan kait celana seragamku.
Punggung tangannya yang lembut berkali-kali menyentuh kepala penisku yang mengeras dan berkedut sesekali.
Tak terhitung sudah berapa kali aku meneguk ludah sendiri.
Silvilla bergerak makin jauh, tangannya masuk ke sela celana dan menelusuri bawah pusarku.
Begitu nikmatnya hingga tak kusadari aku sudah tersandar ke dinding toilet dibelakangku dengan kepala tertengadah menikmati situasi ini.
"Kalian merusak pemandangan, dasar mesum..."
Kami berdua tersentak hebat!
Seorang pelajar cowok mengenakan jaket kulit berwarna hitam, celana panjang dan sepatu juga sarung tangan berwarna hitam.
Rambutnya hitam panjang, bagian atas terikat dibelakang kepala sedangkan bagian leher terurai sepanjang kerah jaket.
"B... bukannya kita barusan menghilang, Silvilla?"
Aku melihat Silvilla yang melihat kami bergantian dengan wajah bingung.
"Menghilang apanya... Bukan hanya mesum, rupanya kalian juga gila... aku mau kencing! Minggir sana!!!"
Gila... Cowok yang galak dan bermulut tajam. Dia pasti pimpinan geng yang dominan atau semacamnya.
Silvilla menarik tanganku dan segera keluar dari toilet ini.
"Sil... tadi kamu dengar mereka bilang kita Menghilang 'kan?"
Dengan langkah cepat Silvilla, sambil menyesuaikan langkah, aku menanyakan dan memastikan kejadian tadi.
"Setelah itu mereka kabur dan cowok barusan datang, gitu kan, Juan?"
Silvilla memperjelas kronologis kejadian tadi.
"Iya, betul Sil."
"Apa bukan kemungkinan kalo mereka takut dengan sosok cowok barusan karena suatu alasan, lalu melepaskan kita dengan membuat alasan tidak melihat kita?"
Aku seolah tertampar kenyataan bahwa Silvilla bisa menilai kenyataan lebih realistis dariku, dan itu memalukan!
Sampai kami berpisah tak ada lagi percakapan setelah kejadian yang mengejutkan dan memalukan itu