webnovel

Suara yang Melengking

Perhatian!

Di chapter berikut ini akan berisi adegan kekerasan dan penuh darah, penulis berharap kepada para pembaca tersayang dapat memutuskan sendiri bahan bacaan yang dirasa bijak. Dimohon untuk tidak meniru maupun mempraktekannya.

"Sayang sekali … salah satu kuku mu tidak lagi bisa kau banggakan."

"Alastair … " Bisiknya pelan seiring dengan air mata yang mengalir membasahi pipi carut marutnya.

Tetesan cairan kental merah membasahi lantai berbatu yang dipenuhi lumut. Menggigit bibir, Gadis bersurai senja itu hanya dapat menahan rasa sakit di jari telunjuknya. Veronica menangis tanpa suara, tentu saja gadis bangsawan kebanggaan keluarganya yang kerap diperlakukan lemah lembut. Bahkan ia hampir tidak pernah merasakan rasa sakit dari sebuah luka, sekecil apapun itu. Dan kali ini ia harus menerima rasa sakit yang jauh lebih sakit dari sebuah luka tergores.

"Kenapa kau tidak pernah mengira bukan aku akan melakukan hal semacam ini padamu? Hanya karena kau adalah teman masa kecilku dan putri dari sahabat orang tuaku aku akan melakukan pengecualian," kata Alastair dengan tawa kecil terkikik. Tangannya yang dibalut sarung tangan hitam tampak kotor karena cairan anyir. Iris peraknya memandang penuh kilat amarah ketika menatap wajah imut gadis pucat di hadapannya.

"Sekarang, jawab pertanyaanku … mengapa kau bisa menjalin kontrak dengan Echidna?" Alastair kembali melontarkan sebuah pertanyaan setelah merasa Veronica tidak bertingkah segila tadi. Sayangnya sang duke salah menduga, karena nyatanya alih-alih menjawab gadis itu justru tertawa pelan dengan nafas terengah.

"Mengapa … kau penasaran? Bagaimana aku bisa mendapat pelayan iblis sama sepertimu?" seloroh Veronica. Padahal tubuhnya masih gemetar karena rasa takut juga perih yang bercampur menjadi satu.

Mendengar pertanyaan yang kembali dilemparkan kepadanya membuat Alastair berdehem dengan seutas seringai mengerikan. Gemerincing rantai kembali terdengar saat tangan sang tahanan ditarik paksa untuk kedua kalinya.

"Kau sepertinya benar-benar sudah gila, Nona Lindford."

Veronica terbahak. Darcel yang melihat gadis manusia bersurai senja itu hanya dapat menggeleng heran. Ia tidak habis makhluk pengecut dan pecundang sepertinya baru saja mempermainkan pria yang menduduki kursi kepala keluarga Salvador.

"Saya tahu sekarang alasan Echidna tertarik padamu … kalian sangat mirip. Baik dari keangkuhan sampai kebodohan, kedunguan dan betapa pengecutnya kalian," ucap Darcel yang sedari tadi memilih diam dan menonton pria bersurai platina itu menyiksa si tikus.

Mendengar dirinya disamakan dengan wanita bertubuh tambun yang buruk rupa berhasil menyulut api amarah Veronica. Ia sama sekali tidak suka dibandingkan dengan wanita lain yang jauh lebih buruk darinya.

"Tutup mulutmu, iblis! Kalian hanyalah makhluk terkutuk yang dibenci Tuhan!"

"Siapa yang bilang kami dibenci Tuhan? Apakah kau pernah bertemu dengan Tuhan?"

Darcel kini melangkah mendekat, tangangannya mencengkram erat wajah ramping Veronica yang masih pucat. Gadis itu kembali mendesis karena rasa sakit karena tangan pria bersurai legam panjang yang mencengkram semakin erat, atau mungkin ia sedang berusaha menghancurkan rahangnya.

"Jangan buat dia bisu dulu, Darcel. Aku masih membutuhkannya untuk tetap bisa bersuara," kata Alastair yang baru saja menginterupsi kegiatan sang butler. Mendengar tuan mudanya memberikan sebuah peringatan membuat Darcel terpaksa melepaskan tangannya dari wajah si tikus bangsawan.

"Saya sarankan untuk menjaga ucapan Anda, karena dalam hitungan detik Anda dapat menemui sang kematian," ujar Darcel.

Veronica terbatuk keras. Sekarang rasa sakit yang ia rasakan bukan hanya berasal dari jari telunjuknya saja, tetapi juga dari paras ayunya. Bahkan corak ungu-kebiruan mulai tercetak di beberapa sudut, inilah bukti kekuatan butler seorang Salvador.

"Kau … d-dasar makhluk tidak s-sopan," kata Veronica terbata-bata karena ia masih berusaha menahan rasa sakit yang masih membekas di sana-sini.

"Belajarlah bicara dahulu, sebelum bisa mencaci orang lain," timpal Darcel berani. Sekalipun seutas senyum terulas di kedua bibirnya, bukan berarti senyum butler sang duke itu bisa diartikan sebagai senyuman tulus.

"Baiklah … mari kita kembali pada topik utama kita. Bagaimana bisa kau menjalin kontrak? Apa kau juga bagian dari mereka?"

Kembali tidak mendapat jawaban membuat Alastair harus menggeram kesal dan memandang gadis bersurai senja yang kali ini memilih bungkam sembari mengulum seringaian memuakkan.

"Apa kau bisu?" tanya Alastair sinis. Tangannya menjambak helaian rambut kusut Veronica,sehingga lagi-lagi rantai-rantai besi saling bergesekan. Nona muda dari keluarga Lindford itu berteriak kesakitan.

"Aku tidak tahu! Mereka siapa!" seru Veronica akhirnya, ia gagal menahan rasa sakit yang diterima tubuhnya.

"Jangan bersikap bodoh! Kau pasti sangat memahaminya … mereka yang menjadi alasanku melumuri diriku sendiri dengan kegelapan dan dosa! Mereka!!"

"H-hahh … m-mana mungkin a-aku bagian dari me-mereka …"

"Anda berdusta, my Lady."

Veronica terbelalak saat mendengar Darcel kembali menginterupsi dalam percakapan mereka berdua. Ia lupa jika kepala pelayan pujaan hatinya itu adalah seorang iblis, jadi Darcel pasti tahu apakah dirinya sedang berdusta atau tidak.

"Veronica Shuya De Lindford …" panggil Alastair dengan suara rendah. Iris keperakannya menggelap.

"Baiklah, aku tidak ingin membuang waktuku lebih lama dari ini. Darcel, berikan itu kepadaku," imbuh sang duke lagi. Ia menjulurkan tangannya ke arah sang butler meminta sesuatu yang sedari tadi telah disimpan abdinya itu.

Sebuah botol kecil berisikan cairan kental berwarna hijau-kehitaman adalah sesuatu yang diinginkan pria bersurai platina itu. Entah mengapa melihat botol di tangan Alastair membuat Veronica kembali memberontak seperti orang gila.

Cring cring

Gesekan rantai besi kembali terdengar, kali ini lebih nyaring karena gadis bersurai senja yang tidak berhenti bergerak. Veronica seakan ingin segera berlari sejauh mungkin dari cengkraman kedua orang pria sinting di hadapannya.

"Melihat reaksimu yang kelabakan seperti itu sepertinya kau sudah mengerti hadiah kecil apa yang kubawakan untukmu," ucap Alastair. Ia menyentakan kedua tangan Veronica membuat gerakan gadis itu berhenti.

"H-hentikan! J-jangan lakukan itu, Alastair … a-aku mohon."

Sayangnya permohonan Veronica tidak didengar sama sekali. Alastair justru membuka paksa mulutnya agar dapat memasukan cairan dari botol kecil itu. Tetapi Veronica masih berusaha bungkam sekuat tenaga.

"Tuan, izinkan saya saja yang melakukannya agar jauh lebih cepat. Anda tidak ingin bukan membuat nona muda Silvester menunggu terlalu lama," sela Darcel ketika Alastair tampak kesulitan. Pria itu berdecak kesal, tetapi ia tetap menuruti ucapan sang butler karena memang sepertinya itulah yang terbaik.

"Dasar iblis … cepatlah kalau begitu."

Darcel mengulum senyum saat menerima botol kecil dari Alastair. Tanpa tahu apa yang akan dilakukan sang butler ia tetap saja memberikan botol di tangannya. Veronica semakin memberontak ketika pria berambut panjang itu melangkah semakin mendekat, dan kini ia dapat melihat sosoknya yang telah berdiri menjulang di hadapannya.

Srett

"Umh!" Tangan Darcel meraih kasar wajah Veronica dan hal berikutnya yang terjadi adalah ia memasukan isi dari cairan itu ke dalam mulutnya sendiri⸺hanya membiarkannya tetap di dalam sana. Dan detik selanjutnya Veronica terpekik saat tangannya ditarik paksa dan bersamaan dengan suara pekikan gadis itu,Darcel segera melesakan bibirnya untuk memberikan isi dari botol kecil sang tuan yang telah mengisi mulutnya.

"Woaahh … aku tidak akan menyangka kau akan melakukannya dengan cara itu," kata Alastair setelah sang butler berdiri sembari mengusap sudut bibirnya yang terdapat sisa saliva di sana.

"Anda kira saya ingin melakukan dengan gadis manusia sepertinya? Ini terpaksa Anda ingat, jika boleh memilih saya lebih senang mencium gadis seindah nona mu-"

"Coba saja dan aku akan menikammu dengan pasak tepat di dada!"

Percakapan singkat mereka terhenti tiba-tiba saat teriakan pilu terdengar keras, itu Veronica. Ia tampak tidak baik, wajahnya berubah warna menjadi hijau keunguan dengan urat-urat berwarna hitam menghiasi seluruh tubuhnya. Gadis itu pun mulai gemetar.

"Oh, sudah dimulai ternyata," kata Darcel sembari menyeringai senang.

"Sepertinya racun aneh buatanmu yang sekarang tampak jauh lebih menyakitkan."

"Saya anggap itu sebagai sebuah pujian, terima kasih," balas Darcel mencoba menghibur dirinya sendiri karena komentar sang duke. Sayangnya Alastair tidak begitu peduli, pria itu masih memandang sosok Veronica yang telah menangis dan berteriak histeris.

"Nah … jadi, bagaimana? Apakah Anda masih ingin diam?"

"H-hhh … Al-as-tair …"

Próximo capítulo