[21.40]
Aku merebahkan diriku di atas ranjang. Kulihat, Aiko masih di sofa sedang asyik mengobrol dengan pacarnya di ponsel sambil sesekali terdengar suara tawanya, entah dengan pacarnya yang mana.
Kulirik jendela kamar di sampingku. Masih saja hujan gerimis di luar.
Setelah tadi aku bertemu Aiko di bar dekat apartemenku saat dalam perjalanan pulang dari kantor, aku jadi berpikir, bagaimana Aiko bisa semudah itu berkenalan dengan seorang laki-laki bahkan berciuman sesaat setelahnya. Dia bisa dengan mudah jatuh hati pada pria yang menurut dia "pantas" untuk dikencani.
Kata pantas bagi Aiko adalah soal ketampanan, isi dompet atau bahkan soal sejantan apa laki-laki itu di atas ranjang.
Sedangkan aku tipe yang sulit untuk jatuh cinta. Seorang pria butuh banyak waktu dan pengorbanan sebagai tanda bukti ketulusannya padaku. Baru bisa kupertimbangkan.
______________________
Aku jadi ingat pertemuan pertamaku dengan Mas Agung. Ketika itu, Mas Agung dengan grup idolnya sedang bertandang ke Indonesia sebagai bintang tamu sebuah acara besar pada masanya. Di mana demam 𝘩𝘢𝘭𝘭𝘺𝘶 𝘸𝘢𝘷𝘦 mulai masuk ke ranah musik tanah air. Grup idol Mas Agung berasal dari salah satu agensi besar di Korea. Jika kusebutkan nama agensinya, orang pasti akan tahu siapa Mas Agung karena grup milik Mas Agung debut di awal tahun 2000-an.
Saat itu, aku yang masih berusia 16 tahun dan baru pindah ke Korea untuk bersekolah, sedang berlibur untuk pulang ke kampung halamanku di Indonesia. Kebetulan, ayah temanku semasa SMP di Indonesia, bekerja sebagai staff produksi acara di mana grup idol Mas Agung tampil.
Temanku yang tahu bahwa aku sedang berada di Indonesia, meminta bantuanku sebagai penerjemah untuk mereka. Karena pihak produksi acara menawariku upah yang lumayan besar, aku menyanggupinya. Apalagi bisa bertemu langsung dengan grup Kpop sebesar itu.
Aku dan grup Mas Agung sama sekali tidak bertatap muka sampai pada hari-H. Setiap ada jadwal 𝘮𝘦𝘦𝘵𝘪𝘯𝘨 ataupun 𝘣𝘳𝘪𝘦𝘧𝘪𝘯𝘨, kami mendapat jadwal yang berbeda.
Saat tiba hari pertunjukan, itulah pertama kalinya aku bertemu Mas Agung dan teman-temannya secara langsung. Kami bertemu di 𝘣𝘢𝘤𝘬𝘴𝘵𝘢𝘨𝘦. Kukira idol seperti mereka adalah orang-orang yang sombong dan acuh. Ternyata aku salah. Mereka semua orang yang baik dan penuh sopan santun.
Tapi sejak awal, entah mengapa mataku terus memperhatikan Mas Agung. Menurutku, dia tampak lebih dewasa dibandingkan teman-temannya. Badannya yang tinggi dan gagah, senyumnya yang manis dengan lesung pipinya, ditambah dengan sikap ramahnya pada semua orang. Seperti saat aku dan grup Mas Agung sedang berdiri bersiap di sisi samping panggung menunggu untuk dipanggil keluar ke atas panggung.
Aku dan Mas Agung kebetulan berdiri di barisan paling belakang. Tiba-tiba Mas Agung memanggilku.
"Maaf, Nona Sally?"
"Eh, iya? Ada apa?" Aku menoleh padanya.
"Itu..." Jawab Mas Agung sambil menunjuk arah leher belakangnya.
Kupikir yang dia maksud adalah bagian belakang leherku. Benar saja, saat kucoba menyentuh leher belakangku sambil berkaca di cermin, ternyata ada kancing belakang gaunku yang terlepas. Aku mencoba memasang kancing itu tapi tanganku tidak bisa meraihnya. Letak kancingnya terlalu ke bawah.
"Sebentar, biar kubantu." Kata Mas Agung sambil berjalan dan berdiri di belakangku.
Tiba-tiba aku merasa gugup. Saat Mas Agung berdiri sedekat ini denganku, jantungku berdebar kencang. Kalau aku bercermin sekarang, aku yakin wajahku sudah semerah kepiting rebus.
𝘋𝘦𝘨!
Sesaat aku merasakan ada sentuhan hangat di punggungku yang sedikit terbuka. Mas Agung menyibakkan rambutku. Aku bisa merasakan sentuhan hangat tangan Mas Agung. Di saat begini, aku hanya bisa menggigit sedikit bibirku.
Jujur, untuk sesaat aku berharap waktu akan berhenti. Ah, aku sudah gila. Mas Agung adalah seorang idol! Jangan berkhayal Sally! Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri dari khayalan gila ini.
"Sudah kukancingan." Ucap Mas Agung padaku sambil tersenyum manis.
"Terima kasih." Balasku singkat. Semoga Mas Agung tidak tahu apa yang isi otakku tadi. Aku terus menatapnya sampai kami semua naik ke atas panggung dan aku bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Itu adalah saat pertama dan terakhir aku bertemu dengan Mas Agung hingga beberapa tahun setelahnya tepatnya pada tahun 2018, aku kembali bertemu dengannya. Lagi-lagi bukan hal yang disengaja.
Aku masih ingat betul pertemuan keduaku dengannya di awal bulan Nopember tahun 2018 di pulau Nami.
Aku datang sendirian ke pulau Nami hanya untuk menghabiskan sisa waktu cutiku selama 3 hari.
Saat itu masih masuk musim gugur namun menjelang masuk musim dingin. Jadi cuacanya terasa lebih dingin. Kebetulan aku datang kemari ketika 𝘸𝘦𝘦𝘬𝘥𝘢𝘺 atau pada hari kerja di sore hari. Jadi tidak begitu banyak orang yang berkunjung. Aku jadi lebih leluasa menikmati acara jalan-jalanku.

Aku sampai juga di taman Baekpungmilwon. Satu-satunya tujuanku datang ke Nami Island setelah berkeliling cukup lama karena aku ingin melihat indahnya daun-daun oranye dari pohon Maple yang berguguran memenuhi jalanan taman ini.
Aku yang sedang asyik berdiri sembari memotret salah satu pohon Maple yang ada di sana, dikejutkan oleh dering ponsel di saku kanan celana jeansku.
Dengan buru-buru aku mencoba mengambil ponselku namun karena kecerobohanku, kamera DSLR milikku terlepas dari tanganku.
"Ah!" Jeritku karena terkejut.
𝘏𝘢𝘱!
Seorang laki-laki tiba-tiba berdiri di sebelahku setelah ia berhasil menangkap kameraku yang nyaris terjatuh.
"Ah, terima kasih banyak. Maaf." Ucapku pada laki-laki itu dengan terburu-buru. Kuangkat wajahku.
Kulihat wajahnya... Dia memakai topi baseball dan masker wajah berwarna putih.
Ah! Dia adalah Mas Agung dari grup idol SJ!
Walaupun dia menutupi wajahnya, tapi aku bisa mengenalinya hanya dari matanya.
"Ya, nggak apa-apa. Kameramu gimana? Rusak nggak?" Tanyanya padaku.
"Oh, nggak apa-apa." Jawabku singkat.
"Maaf... Tapi, kamu Mas Agung, kan?" Aku bertanya padanya untuk memastikan bahwa aku tidak salah lihat.
"Anu... Sebenarnya..." Kalimatnya terputus.
"Iya, aku Agung. Grup SJ." Kalimat terakhir ia jawab dengan berbisik di telingaku.
Aku hanya bisa menutup mulutku dengan tanganku karena aku takut akan berteriak tanpa sengaja.
Wah... Luar biasa. Kebetulan apa ini?
Mas Agung memberikan isyarat dengan kedipan matanya agar aku merahasiakan ini. Ya, dia yang seorang idol, sendirian di sini. Kalau orang-orang tahu, bisa dibayangkan akan sericuh apa nanti.
Mas Agung tiba-tiba mengulurkan tangannya lalu mengangguk. Tapi aku diam saja karena aku tak mengerti apa maksudnya. Seketika ia meraih tanganku.
"Maaf. Tapi bisa ikut denganku?" Tanya Mas Agung.
"Kemana?" Aku balik bertanya padanya.
"Entah. Tapi kupikir, kita harus pergi dari sini sebelum ada yang melihatmu bersamaku dan menyadari bahwa aku adalah Agung SJ."
Dia menarik tanganku, membawaku menjauh dari tempat itu. Setelah menemukan tempat yang cukup sepi, kami mencari tempat untuk duduk dan beristirahat.

Saat aku berdiri di atas tatanan kayu ini, aku terpana dengan apa yang kulihat. Lautan biru terhampar luas di hadapanku. Aku baru menyadari, bahwa aku sedang berada di pinggiran laut di tengah sebuah pulau. Tapi aku senang. Aku senang bisa menemukan hal baru yang kusukai dari pulau ini selain taman pohon Maple.
"Aku ke pulau Nami setiap musim gugur hanya untuk ke tempat ini. Rasanya, segala penat dan lelahku ikut terbang bebas bersama angin dingin yang berhembus lembut ini..." Ucap Mas Agung yang berdiri di samping kiriku. Kami berdua berdiri memandangi laut yang sama.
"Benar. Selama ini aku ke pulau Nami hanya untuk melihat daun-daun pohon Maple yang berguguran. Ketika melihat warnanya berubah menjadi oranye dan merah, rasanya seperti masuk ke dalam dunianya Alice." Sahutku.
"Alice?" Mas Agung tampak tidak mengerti apa maksudku. Aku tertawa melihat ekspresi di wajahnya.
"Alice in Wonderland." Jawabku. Lalu ia ikut tertawa bersamaku sembari mengangguk tanda ia sudah mengerti.
"Mas Agung..." Kupanggil dia lalu ia menoleh padaku. Sesaat aku terdiam. Wajahnya yang tersapu angin mengibaskan sedikit rambutnya. Matahari yang mulai berjalan kembali ke ufuk barat, menyinari wajahnya. Sungguh, Tuhan Maha Kuasa. Inilah salah satu ciptaan-Nya yang luar biasa.
Apakah aku bisa memiliki laki-laki sepertinya?
"Ya?" Mas Agung menyadarkanku dari lamunanku.
"Itu... Sebenernya sebelum ini kita sudah pernah bertemu. Satu kali. Di Indonesia." Jawabku sekaligus berusaha mengingatkannya akan pertemuan pertama kami. Karena aku yakin dia pasti sudah lupa. Aku bukan seseorang yang sepenting itu hingga laki-laki sekelasnya harus mengingatku.
"Oh... Aku tahu." Dia hanya tersenyum sambil tetap menatap lautan.
"Eh? Bohong kan?" Tanyaku tak percaya. Mungkin dia salah mengingat. Pasti wanita yang dia ingat bukanlah aku.
"Kenapa harus bohong? Aku tahu kok. Kamu Sally, kan?" Dia masih saja tersenyum meyakinkanku.
"Oh..." Aku terkejut. Sungguh terkejut. Hingga aku hanya bisa berkata sesingkat itu.
Dia tiba-tiba tertawa lepas.
"Kenapa?" Tanyaku padanya.
"Enggak. Hanya merasa lucu saja. Wanita cantik yang bertemu denganku bertahun-tahun lalu, yang selalu kuingat namanya, kini tiba-tiba ada di sampingku." Jawab Mas Agung. Tapi... Kenapa namaku?
"Kamu masih cantik. Bahkan menjadi lebih cantik." Dia memujiku. Matanya menatapku dengan lembut.
"Maaf, aku tidak ada maksud apapun. Aku hanya berusaha jujur."
"Ah, nggak apa-apa. Tapi, terima kasih pujiannya..."
Aku yang sebenarnya belum selesai untuk berbicara, tiba-tiba bahuku ditarik olehnya. Dia merangkul tubuhku.
𝘊𝘬𝘳𝘦𝘬!
Dia mengambil foto kami berdua menggunakan ponselnya. Aku kembali terkejut. Seharusnya kudorong dia menjauh tapi kenyataannya aku hanya bisa diam memandangi wajahnya. Dia pun hanya menatapku dalam-dalam. Entah apa yang membuatku hilang akal, aku langsung mencium bibirnya. 𝘊𝘶𝘱!
Kupikir dia akan marah. Tapi dia tiba-tiba berbalik menciumku. Dia memelukku dengan erat.
Kami berciuman dan saling melumat bibir. Lidahnya bahkan berani masuk dan bermain di dalam mulutku. Kami berdua tenggelam dalam gairah yang tak bisa kami jelaskan.
Sungguh, aku tak mengerti mengapa situasi ini bisa tiba-tiba begini.
Tapi aku tidak bisa melepaskannya. Aku justru semakin erat menggenggam jaket putih miliknya...
Di hadapan separuh mentari di langit senja, kami berdua saling menyatkan cinta hanya dengan ciuman dan pelukan. Kupikir, itu saja cukup.
Aku lupa, bahwa ini baru lah pertemuan ke dua kami.
__________________________
Kulihat Aiko masuk ke kamarku lalu menutup pintu kamar. Sepertinya dia sudah menyelesaikan obrolan dengan pacarnya.
"Maaf ya Sal. Untuk malam ini aku tidur di tempatmu. Hari ini aku putus dengan Ji Un. Kalau aku pulang, dia pasti terus datang ke rumah mencariku untuk meminta maaf sambil menangis. Ah, dia sangat menyebalkan. Dasar laki-laki lemah." Ucap Aiko seraya menyiapkan alas di lantai untuk tempat dia tidur lalu merebahkan diri dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Hah? Ji Un? Pacarmu? Pacar nomer berapa?" Tanyaku pada Aiko yang membuatnya langsung membuka selimut dan menampakan wajahnya.
"Hmm? Ke berapa ya? Laki-laki cadangan yang ke-6 kayaknya. Mungkin. Ah, sudahlah. Aku mau tidur. Besok aku pergi pagi-pagi. Ada janji sama Jae Han." Jawab Aiko lalu kembali menutup wajahnya dan tidur.
Aku masih tidak mengerti dirinya. Dasar Aiko!
• • • •