webnovel

Di Mana Akan Berlabuh?

"Sekarang kamu pulang dan jangan pernah kamu ikut campur urusan kakak lagi!" Urat-urat hijau menyembul dari balik pelipis Surya, rahang bawahnya pun tampak mengencang, sorot matanya begitu tajam. Dia seperti sedang menganggap kalau Badai saat ini adalah mangsa buruan yang sangat sayang untuk dilakukan. 

 

"Ketemu Yana lagi?" Namun, Surya seakan tak menaruh sedikit saja rasa peduli atas apa yang dikatakan oleh Badai. 

 

"Kamu nggak boleh begini, Kak! Sebentar lagi kamu akan menjadi suaminya. Kak Gerhana saja tidak pernah memperlakukan Mentari seperti ini." 

 

Kecaman yang diucapkan oleh Badai membuat Surya dengan cepat memutar badannya. Lagi dan lagi tatapan penuh amarah Surya layangkan pada sang adik yang saat ini juga sedang menatapnya dengan sangat tajam laksana tatapan burung elang yang sedang membidik mangsanya. 

 

"Aku ini Surya, bukan Gerhana," ucap Surya sambil mencengkeram kuat-kuat kerah baju Badai. Andai tidak sedang berada di kawasan Gemilang Group mungkin sebentar lagi akan ada adu jotos antara kakak beradik ini. 

 

Tapi apapun yang menyangkut reputasinya Surya adalah orang yang selalu mawas diri. "Daripada kamu mengurusi hidupku yang hampir sempurna andai saja Gerhana tidak meninggal, mending kamu urus kuliahmu yang tak karuan itu agar kamu bisa patut dan layak bersanding dengan Gita. Kasihan Gita harus bersanding dengan seorang pria yang pantas untuknya."

 

JLEB~~~

 

Perkataan yang terlontar dari mulut Surya sungguh dalam menembus masuk ke dalam sukmanya Badai, daksa melemah secara perlahan kala orang yang paling dia hormati setelah kedua orang tuanya melontarkan cacian seperti barusan. 

 

BUG~~~

 

Satu bogem mentah mendarat secara tidak hormat di sebelah pipi Surya saat ini dan dalangnya sudah tentu adalah Badai, sang adik kandung. 

 

Sedikit pun Surya tidak memberikan perlawanan atas apa yang dilakukan oleh sang adik. 

 

"Lalu kamu sebut dirimu apa, Kak? Kamu ingin bahagia dengan merampas sebuah kebahagiaan orang lain. Kamu mengambil sesuatu yang bukan milikmu, kamu tidak lebih dari pencuri. Pen-cu-ri." Cacian juga makian Badai lontarkan pada sang kakak dengan penuh penekanan. Jika Surya tak bisa disadarkan dengan cara yang halus semoga dengan ucapan Badai barusan, Surya mau membuka netra batinnya sehingga dia bisa kembali ke jalur yang benar. Bukan lagi ke jalur yang menyimpang juga melanggar norma serta adab. 

 

Tanpa sepatah kata lagi Badai akhirnya pergi meninggalkan kawasan Gemilang Group. Niat Badai untuk meninggalkan perusahaan yang bergerak di bidang properti ini harus terurungkan saat gawai yang berada saku dalam jaketnya berdering tanpa permisi terlebih dahulu. 

 

"Gita?" gumam Badai saat melihat nama yang kini memenuhi layar gawainya adalah wanita yang sebulan lagi akan sah menjadi istrinya. 

 

Iya, pernikahan Badai dan Gita memang tidak diselenggarakan bersamaan karena Badai meminta waktu beberapa pekan lagi sampai sidang skripsinya selesai. Dan GIta menyanggupi hal tersebut. 

 

"Iya sayang kenapa?" tanya Badai.

 

"Ini aku, Mentari. Bukan Gita." Kedua manik mata kepemilikan Badai seperti ingin rontok berserakan saat ini juga kala mengetahui kalau yang kini berbicara dengannya adalah Mentari yang notabenenya adalah calon kakak iparnya. 

 

"I--ya, Kak," jawab Badai dengan terbata-bata. 

 

Dan seberang sana Mentari tertawa dengan begitu nyaringnya. Sungguh miris hati Badai ketika mendengar hal tersebut. 

 

"Apa kamu masih bisa tertawa selepas ini ketika kamu telah resmi menjadi istri dari seorang Adi Surya Atmadja, Kak?" gumam Badai dengan pandangan berbalut nelangsa. Badai berani bersumpah kalau Mentari adalah orang baik. Bukankah orang baik harusnya berjodoh dengan orang baik. 

 

Namun Badai sepertinya lupa satu hal kalau jodoh tidak melulu tentang cerminan diri. Konsep Badai tentang pernikahan sudah salah sejak awal memang. 

 

Jodoh juga bisa merupakan pelengkap atas diri kita. Kalau jodoh hanya berbicara tentang cerminan diri lantas kenapa jodoh Asiyah adalah Fir'aun? Asiyah telah terjamin masuk ke dalam surga bersama wanita-wanita lainnya seperti Fatimah binti Rasulullah SAW, istri Nabi Muhammad Khadijah binti Khuwailid, Maryam binti Imran, dan terakhir Asiyah binti Muzahim. Sedangkan Fir'aun kini jasadnya kekal di neraka jahannam. 

 

"Aku boleh minta waktu kamu sebentar nggak?" Sebelah alis milik Badai terangkat naik saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari. 

 

"Untuk apa, Kak?" tanya Badai lalu dia melonggarkan seat belt yang tadi terbalut di tubuhnya. 

 

"Kamu punya nggak rekomendasi Firma Hukum yang terletak di Bandung?" Kini Badai bisa menelaah dengan baik apa maksud pertanyaan Mentari. 

 

"Bandung yah? Hem cuma ada dua sih, Kak. Pertama Firma Hukum Agasa dan Rekan yang di mana pemegangnya saat ini adalah Pak Firman Afif setelah meninggalnya Pak Agasa 20 tahun yang lalu, terus yang kedua adalah Firma Hukum Kuncoro dan Rekan."

 

"Hanya itu dua Firma Hukum terbaik yang ada di sini, Kak," timpal Badai dengan lantang juga lugas seolah tak ada keraguan yang terpatri dalam jiwanya. 

 

"Hem … Agasa dan Kuncoro?" ulang Mentari sembari menimbang-nimbang pada Firma yang mana nantinya dia menetapkan hati. 

 

"Kakak mau melamar di salah satu Firma itu?" Terkaan Badai sungguh tepat sasaran tapi jika di disodorkan dua Firma sekaligus gamanglah hati Mentari.

 

Diamnya Mentari, Badai anggap sebagai sebuah pembenaran. "Kalau aku pribadi sih kak mending di Firma Hukum Kuncoro dan Rekan saja." Walau bagaimana pun Mentari tetaplah butuh penjelasan kenapa harus Kuncoro? Dan kenapa bukan Agasa?

 

"Alasannya?" 

 

Bersambung ….

Próximo capítulo