webnovel

Siapa itu Kardiman?

Setelah memarkirkan motornya, Kardiman segera bergegas masuk ke dalam rumahnya uwa Karmi.

Ternyata pintunya terkunci.

"Neng!...,Neng!..., bukain pintunya!" Kardiman menggedor pintunya hingga berkali-kali. Cempaka diam tak menyahutnya. Apalagi membukakan pintu, dia sangat kesal sekali kepada suaminya itu.

Kardiman lalu memutar ke belakang, dia berharap pintu belakang tidak dikunci.

Benar saja, pintu belakang tidak dikunci.

Diapun masuk dengan hati-hati.

"Assalamualaikum..., Neng!... Neng! Kamu di mana?" Teriaknya sambil menuju ke kamarnya.

"Tok! Tok! Tok!..., Neng!..., apa kamu di dalam? Bukain dong pintunya, aku mau bicara, aku mau jelaskan semuanya. Tadi kamu salah faham." Kardiman mencoba membujuknya.

Cempaka diam saja tak menyahut, dia pura-pura tidak mendengarnya.

"Aduuh, gawat ini. Tadi aku salah ngomong, gimana ini?" Gumamnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia mondar-mandir di depan pintu kamarnya, yang masih belum di buka oleh Cempaka.

"Ini mulut, kenapa pula bisa ceroboh, asal ceplak saja. Ku kira dia tidak akan

mengupingnya di balik pintu."Gumam Kardiman lagi. Dia jadi serba salah.

"Lebih baik, aku keluar saja lah daripada nungguin pintu yang di kunci." Kardiman beranjak dari tempat duduknya. Dia keluar lagi lewat pintu belakang.

Tak lama, terdengar suara motor yang meninggalkan halaman rumahnya uwa Karmi. Kardiman pergi entah kemana.

Hingga tengah hari, Cempaka tidak membuka pintu kamarnya. Dia merasa kesal dengan perkataannya Kardiman di kantor tadi pagi.

"Assalamualaikum..." sepuluh menit sebelum gema adzan dhuhur berkumandang, uwa Karmi terdengar mengucapkan salam. Dia sudah kembali dari ladangnya.

"Waalaikumsalam..., uwa sudah pulang?" sambut Cempaka menyambutnya dengan ramah.

"Minum dulu uwa, ini teh hangatnya" Cempaka segera menyajikan teh hangat seperti biasanya, setiap uwa Karmi pulang dari sawah ataupun dari ladangnya.

"Terimakasih Neng, bagaimana sudah beres urusannya Kardiman?" Uwa Karmi bertanya sambil menyimpan cangkir teh yang sudah setengahnya dia minum.

"Sudah uwa, tapi aku kecewa sama Kardiman." Cempaka mengadukannya.

"Ada apa? Kardiman membuatmu kesal?" Uwa Karmi bertanya dengan lembut.

"Aku di katain si polos uwa" Keluh Cempaka.

"He... He... He... Memang kamu itu polos sayang, " Uwa Karmi malah tertawa.

"Nanti kita bicarakan itu, sekarang uwa mau bersih-bersih dulu. Sebentar lagi waktu dhuhur tiba." ujar uwa Karmi sambil tersenyum penuh tandatanya.

"Iya uwa."Dengan terpaksa Cempaka menjawabnya.

"Uwa sepertinya mengetahui apa yang di katakan oleh Kardiman. Tapi, kenapa ya dan ada apa sebenarnya? Ini perlu aku selidiki, aku perlu tahu ini" gumam Cempaka, diapun bangkit dari tempat duduknya, menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Setelah selesai shalat dhuhur, Cempaka menemui uwa Karmi di kamarnya.

"Uwaaa..., ada yang mau aku tanyakan wa, boleh kan?" Cempaka meminta izin.

"Boleh, kamu mau tanya tentang apa sama uwa? Ayo sini masuk, kita bicara di sini saja." Uwa Karmi menyuruh Cempaka untuk masuk ke kamarnya.

Cempaka segera masuk ke kamarnya uwa Karmi yang pintunya terbuka setengahnya.

"Ada apa ndok?" Tanya uwa Karmi dengan logat jawanya yang medok.

"Tadi waktu di kantor, aku dengar Kardiman mengatakan bahwa aku itu polos, itu apa maksudnya ya wa? Aku jadi penasaran dengan perkataan itu. Terus, tadi uwa juga mengatakan bahwa memang aku ini polos, sambil tertawa. Sebenarnya ada apa uwa?" Cempaka bertanya penasaran.

"Ooh mengenai itu..., nanti juga kamu akan tahu sendiri, Tadi Kardiman bukan kepada kamu, mungkin kamu salah faham. Daan tadi uwa bilang begitu, hanya bercanda saja." ucap uwa Karmi.

Jalan buntu pikir Cempaka di dalam hatinya.

"Ya sudah uwa, kalau memang begitu. Semoga saja tidak ada yang lainnya di balik semua ini. Kita makan yu uwa, pasti uwa lapar kan? dari pagi sampai

siang uwa kan belum makan." Cempaka

mengalihkan pembicaraan.

Percuma juga membicarakan masalah ini dengan uwa Karmi. Bathinnya, diapun beranjak meninggalkan kamarnya uwa Karmi.

Uwa Karmi hanya tersenyum, di dalam senyuman itu ada sesuatu yang belum di ketahui oleh Cempaka yang tengah terperdaya.

Sebenarnya uwa Karmi ingin mengatakan segalanya tentang Kardiman. Namun, dia tidak mau ikut campur dalam urusannya Kardiman.

Biarlah waktu yang akan mengatakan semuanya.

"Ayo! uwa sudah lapar banget" Uwa Karmi berjalan mengikuti Cempaka, menuju ke ruang makan.

Dia menatap punggungnya Cempaka, di dalam hatinya dia sangat kasihan sekali kepada Cempaka. Tapi, mau apa lagi?

Dia tidak tahu kalau kakaknya Cempaka, tega menjodohkan adiknya kepada laki-laki yang sudah punya istri.

Waktu Kardiman pergi ke Bandung itu untuk menemui istrinya yang satu kerjaan dengan Yati, kakaknya Cempaka. Ini tidak mungkin kalau Yati belum tahu tentang Kardiman dari awal.

"Uwa, kenapa uwa? Sepertinya uwa agak melamun. Ada apa uwa?" Cempaka menatap uwa Karmi yang tengah melamun.

"Ya Allah..., enggak..., enggak, uwa enggak melamun." Uwa Karmi menjawabnya gelagapan.

"Silahkan uwa makan dulu." di dalam hatinya Cempaka masih belum mengerti, masih banyak tanda tanya yang belum dia dapatkan jawabannya.

"Enggak akan nunggu Kardiman dulu?

Biar kita makan bersama." Tanya uwa Karmi. Matanya seperti meminta pendapatnya supaya menunggu dulu Kardiman.

"Enggak usah uwa, biarkan saja Kardiman makan belakangan." Cempaka segera menyendokan nasi ke atas piring uwa Karmi dan piringnya sendiri.

"Ayo uwa, kita makan!"

Setelah mengambil lauknya, Cempaka langsung menyendok nasi dan menyuapkannya ke dalam mulutnya.

Uwa Karmipun lalu melakukan hal yang sama.

Sedangkan Kardiman waktu itu tengah berada di sebuah saung, di tengah pesawahan. Bersama teman-temannya.

Mereka berempat laki-laki dan satu orang perempuan, entah siapa.

Tapi yang jelas, bukan istrinya yang pertama.

Karena dia lagi bekerja di kota Bandung. Dia tinggal di sebuah kamar kontrakan, yang tak jauh dari perusahaan tempatnya bekerja.

Uang hasil memperdaya Cempaka, oleh Kardiman dipake untuk poya-poya dengan keempat sahabatnya.

Dia membeli makanan yang enak-enak.

Tidak lupa membeli beberapa botol minuman beralkohol.

Astaghfirulahaladziiim...,

Pasti Cempaka sedih dan luka hatinya, bila dia mengetahui apa yang telah di lakukan oleh suaminya itu.

Suami yang dijodohkan oleh kakaknya sendiri, kakak kandungnya.

"Man, kau punya uang dari mana? Bukannya kamu di skors dari kerjaanmu?" salah satu temannya mempertanyakan uangnya Kardiman.

"Itu uang hasil memperdaya si polos, istri muda ku. Dia itu gampang sekali aku perdaya, ha..., ha..., ha!" Kardiman

tertawa ngakak, dia sangat bahagia sekali nampaknya.

"Haaah? Kamu sudah nikah lagi? Perempuan mana yang mau sama kamu? Apa dia enggak tahu siapa sebenarnya Kardiman itu?"Temannya yang lain bertanya lagi dengan kagetnya.

Semua temannya merasa tidak percaya kalau Kardiman sudah menikah lagi.

Mereka tidak percaya, kalau ada perempuan yang mau dinikahi oleh Kardiman.

"Kalian tidak tahu, siapa itu istri muda ku? Dia masih gadis, cantik, baik, pendidikannya juga lumayan tinggi. Dan, yang paling membuat aku bahagia, selain dia masih gadis, aku menikahi nya itu gratiiis!" Kardiman merasa bangga.

"Gratis?... Gratis bagaimana?" Teman yang perempuan bertanya heran.

"Iya gratis, semua biaya di tanggung oleh keluarga istri muda ku. Dari mahar, membayar ke penghulu, dan lain-lain, pokoknya semuanya Keluarganya yang tanggung, aku tidak mengeluarkan uang sepeserpun juga. Sudah gratis, aku juga menikmati kegadisannya lagi secara gratis pula. Ha...Ha...Ha... Aku merasa jadi raja atau apalah waktu itu." Kardiman menuturkannya sambil tak lepas tertawa ngakak.

"Aneh, kok! Ada gadis yang mau di perlakukan begitu. Aku juga yang perempuan gak bener gini, ogah kalau nikahan harus menanggung semua biayanya. Apa namanya itu? Gak masuk di akal." Temannya yang perempuan itu

geleng-geleng kepala karena kagetnya.

"Dia sebenarnya tidak mau sama aku, cumaa, kakaknya yang ikhtiar supaya

adiknya itu mau sama aku, karena katanya dia itu jomblo. Usianya sudah duapuluh sembilan tahun, sudah dilangkahi oleh adik kandungnya lagi.

Entah apa yang dilakukan oleh kak Yati, kakaknya itu. Tahu-tahu dia jadi mau nikah sama aku, yaa aku sikat saja. Sayang kan ada gadis yang mau sama aku, di biarkan begitu saja... Ha... Ha!"

Kardiman tertawa ngakak lagi.

Teman-temannya juga ikut ketawa ngakak.

Astaghfirulahaladziiim...

Próximo capítulo