Jam di dalam apartemen Vania sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Wanita berambut coklat itu baru saja bangun sekitar setengah jam yang lalu.
Hari ini tiba-tiba saja ia merasa kurang enak badan. Untung saja Ezra mengizinkannya untuk pulang lebih awal. Vania menghela napas saat mengingat pekerjaannya sebagai sekretaris Ezra, walaupun sebenarnya itu hanya kedok saja agar atasannya itu bisa menyetubuhinya di kantor juga.
"Ahh..." desah Vania keras. "Rasanya aku ingin berhenti menjadi sekretaris," ucapnya pada dirinya sendiri. "Hidup santai sambil menunggu Ezra pulang rasanya lebih menyenangkan."
Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk mengatakan pemikirannya itu kepada Ezra nanti saat laki-laki itu datang ke apartemennya. Wanita itu kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar bisa menyambut atasannya dengan tubuh yang wangi.
Semenjak bertemu dengan Ezra, hidup Vania menjadi sangat mudah. Ia tidak perlu menjajakan tubuhnya di diskotik hanya untuk bertahan hidup karena sekarang dia bisa dengan mudah mendapatkan uang hanya dengan menjadi pemuas nafsu Ezra. Ah, itu benar-benar pekerjaan mudah bagi Vania.
"Hmm..." Vania bergumam kecil saat melihat pantulan tubuh telanjangnya pada cermin besar yang memang berada di kamar mandinya. Mata coklatnya fokus menatap perutnya sendiri. "Sepertinya aku tambah gendut," ucapnya sambil meraba perutnya yang agak sedikit besar. "Ezra kan tidak suka dengan wanita gemuk, bisa gawat kalau dia membuangku."
"Tapi wajahku masih sangat sempurna," tambah Vania sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan salah satu tangannya. Kedua tangannya kemudian berpindah ke payudaranya. "Sangat kenyal."
Setelah puas memuji dirinya sendiri, wanita itu segera mandi dengan aroma sabun kesukaan Ezra. Ia bahkan sudah menyiapkan baju seksi yang akan digunakannya untuk menyambut Ezra.
.
.
.
Ezra melihat jam di tangannya sebelum masuk ke dalam lift. "Jam delapan," ucapnya. "Ck, awas saja kalau wanita itu belum bangun."
Tak butuh waktu lama untuk Ezra sampai di depan apartemen Vania. Pria itu segera melepas sepatunya setelah masuk ke dalam. "Vania," panggilnya setengah berteriak.
"Aku di kamar."
Ezra tersenyum miring setelah mendengar sahutan Vania. Ia segera membawa langkahnya ke dalam kamar Vania.
CEKLEK!
"Wuuff~" Ezra bersiul kecil saat melihat pemandangan di depannya. "Kau cantik sekali, Sayang."
Vania duduk di hadapan Ezra dengan gaun yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Rambut coklatnya juga lebih panjang jika dibandingkan dengan saat Ezra pertama kali bertemu dengannya. Dapat dilihatnya Vania tersenyum menggoda sambil mengedipkan salah satu matanya.
Wanita itu sedikit membusungkan dadanya agar Ezra dapat melihat dadanya lebih jelas. "Mhhnn..." desah Vania menggoda sambil menurunkan bajunya hingga salah satu payudaranya menyembul keluar. "Sayang, aku sengaja tidak memakai bra dan celana dalam di baliknya."
Senyuman Ezra semakin lebar saat melihat tingkah Vania. Laki-laki itu dapat merasakan kalau penisnya sudah mulai mengeras, rasanya ia ingin cepat-cepat memasuki liang hangat Vania.
"Hmm..." Ezra bergumam sambil melepaskan kemeja dan celananya hingga tak ada satu pun benang yang menutupi tubuhnya.
"Hari ini aku lelah, Vania. Kau yang di atas," ucap Ezra kemudian tidur terlentang di atas kasur Vania.
Vania tertawa kecil mendengar ucapan Ezra. Tapi wanita itu dengan cepat naik ke tempat tidurnya kemudian memposisikan tubuhnya di atas tubuh Ezra.
Melihat penis Ezra yang sudah tegak berdiri membuat tubuh Vania juga ikut bergairah. Ia ingin langsung menuju menu utama. Dengan cepat wanita itu melepaskan baju yang ia kenakan dan melemparnya sembarangan ke sudut kamar.
"Kau yakin?" tanya Ezra saat melihat Vania yang memposisikan penisnya di depan liang Vania. Salah satu tangan Ezra bergerak maju dan menggesek bibir vagina Vania. "Ini masih kering, Sayang. Kau bisa kesakitan."
Vania tidak mempedulikan ucapan Ezra dan membiarkan kepala penis Ezra memasuki tubuhnya. "Akh!" erang Vania kecil. Ini memang menyakitkan tapi terasa nikmat di saat bersamaan.
Saat penis Ezra semakin dalam memasuki tubuhnya, Vania hanya bisa menengadahkan kepalanya sambil memejamkan matanya.
"Sshh," Ezra juga ikut mendesis di bawah Vania. Dinding vagina Vania yang masih kering menggesek penisnya dan itu benar-benar terasa sangat nikmat.
"Eng~ Ahhhh~" desah Vania panjang saat seluruh penis Ezra sudah berada di dalam vaginanya. Wanita itu dengan sengaja menaik turunkan tubuhnya dengan sangat lambat. Kedua tangannya juga meremas kedua payudaranya.
Ezra menyeringai melihat wanita di atasnya itu sedang memejamkan matanya dan menikmati permainannya sendiri. Laki-laki itu sebenarnya tidak suka dengan tempo lambat seperti ini, tapi ia sengaja membiarkannya sejenak.
Tangan Ezra yang sejak tadi diam itu mulai menyentuh titik penyatuannya dengan Vania. Ia dengan sengaja menyentil klitoris Vania hingga membuat Vania membuka kedua matanya sejenak dan mendesah. "Ahh..."
Ezra hanya tersenyum kecil saat melihat Vania tidak menghiraukan dirinya dan kembali fokus untuk menaik turunkan tubuhnya sendiri. Sekarang fokus mata Ezra beralih pada perut Vania yang sedikit menyembul. Ah, benar, Ezra hampir saja lupa kalau di dalam perut itu ada anaknya yang sedang tumbuh tanpa ibunya sadari.
"Uhhh..."Vania mendadak merasakan tubuhnya meremang saat merasakan tangan pria di bawahnya yang mengelus perutnya dengan gerakan memutar. "Uhhh... Shh..." Gerakan tangan Ezra di perutnya membuat tubuhnya makin terangsang.
"Hh!" Ezra mengernyit saat merasakan dinding vagina Vania makin menjepit penisnya.
"Ahh! Ahh! Ahh!" Vania yang merasakan kalau dirinya sebentar lagi akan klimaks semakin mempercepat gerakannya. Gerakan Vania makin menggila saat satu jari Ezra juga ikut menggesek-gesek klitorisnya. "Akh! Aaahhhh~" desah Vania lantang dengan tubuhnya yang ambruk di atas Ezra.
"Ck," Ezra berdecak kesal melihat hal itu.
"Kau pasti kesal karena belum keluar kan, Sayang?" tanya Vania sambil menatap mata Ezra. "Penismu masih tegak di dalam," tambah Vania.
"Cih!" Ezra mendecih saat melihat Vania yang tidak berniat untuk membantunya sama sekali. Dengan gerakan cepat ia memutar tubuhnya hingga membuat Vania berada di bawahnya. "Kau pantas dihukum, Sayang."
Bibir Vania seketika langsung dikulum oleh Ezra dengan beringas. Kedua tangan Ezra juga dengan cepet meremas dan memelintir puting Vania. Laki-laki itu juga menggenjot tubuhnya Vania dengan cepat.
Saat Ezra berhenti menciumnya dan beralih mengisap lehernya, Vania mulai mendesah nikmat yang seirama dengan hentakan Ezra. "Oh! Uhh! Akh! Ahh! Ahn!"
"Suaramu indah."
Vania sengaja menjilat bibirnya dengan sensual. "Penismu yang membuatku seperti ini."
"Hahaha..." Ezra tertawa mendengarnya.
Ezra semakin mempercepat gerakannya saat melihat wanita di bawahnya sudah memejamkan matanya seakan pasrah menerima perlakuan Ezra. Kedua tangan Ezra merayap ke bawah punggung Vania dan mengalungkannya ke bahu Vania dari belakang agar tubuhnya dapat semakin dalam memasuki tubuh Vania.
"A-AKH!" Vania kaget saat merasakan penis Ezra semakin dalam memasukinya. "UHHHH!" Vania sudah merasakan klimaks keduanya.
"Sshh!" Ezra merasakan kalau dirinya sebentar lagi akan klimaks.
"Hn! Aaahhhhh~" Vania mendesah lantang saat cairan hangat Ezra menyembur di dalam rahimnya. Rasanya sangat hangat.
Ezra masih menghentakkan tubuhnya dengan pelan saat merasakan spermanya mengalir di dalam tubuh Vania. "Hmm..." Ezra menjatuhkan tubuhnya begitu saja di atas tubuh Vania saat ia selesai dengan klimaksnya.