webnovel

Dua Puluh

"Tadi malam tumben lo cepat banget tidurnya."

Salsha menuangkan susu cair ke dalam gelas. Mengambil roti dan mengolesinya dengan selai nanas. Semenjak mereka belanja kemaren, setiap pagi mereka berdua pasti sarapan bareng.

Aldi tak menjawab ucapan Salsha. Ia malah melakukan hal yang dengan gadis itu. Mengambil roti dan mengolesinya dengan selai coklat kemudian memakannya.

"Tapi kalo lo tidurnya cepat kenapa muka lo kusut gitu. Kayak nggak tidur," ujar Salsha sembari memperhatikan penampilan Aldi pagi ini. Lelaki itu tidak seperti biasanya.

"Apa peduli lo!" tandas Aldi.

Salsha menghendikkan bahunya acuh dan melahap rotinya. "Bukan urusan gue juga, sih."

Keadaan hening. Baik Salsha dan Aldi sama-sama menikmati sarapan mereka pagi ini.

Aldi diam-diam melirik Salsha yang tengah mengunyah rotinya. Ucapan Bella semalam yang menyatakan jika Dhika menyukai Salsha kembali tergiang di telinganya.

"Dhika suka tuh sama lo."

Salsha terbatuk mendengar ucapan Aldi. Ia segera meminum susunya dan menatap Aldi tajam. "Lo kenal sama Dhika?"

"Lo tau kan Dhika suka sama lo?" tanya Aldi tanpa menjawab pertanyaan Salsha sebelumnya.

"Nggak tau." Salsha berbohong. Ia tahu Dhika menyukainya tapi ia pura-pura tak sadar. Dhika sering mencari perhatiannya.

"Kenapa lo nggak coba buka hati sama Dhika?"

"Apa pedulo lo!" Salsha membalikkan ucapan Aldi tadi. "Nggak usah ngurusin gue."

"Gue cuma kasihan sama lo." Aldi menghentikan makannya dan meminum susunya. "Lo malah ngejar-ngejar orang yang nggak suka sama lo dan mengabaikan orang yang suka sama lo."

"Nggak usah ikut campur!" ketus Salsha.

"Tapi mending lo nggak usah pacaran." Aldi menghela nafas lelahnya dan menyandakan tubuhnya di sandaran kursi. "Pacaran itu ribet. Selalu aja ada hal yang harusnya gak jadi masalah di bikin masalah."

"Lo lagi curhat?" tanya Salsha sembari terkekeh. "Lo berantem sama pacar lo yang di Bandung?"

Tanpa sadar Aldi mengangguk. Ia perlu bertukar pikiran kepada orang tentang permasalahannya ini. Khususnya kepada orang yang pernah menjalani hubungan jarak jauh.

"Ada masalah apa?" tanya Salsha kepo.

Aldi menaikkan sebelah alisnya ke atas sembari menatap Salsha. "Apa peduli lo?" ketus Aldi. Ia pun berdiri dan menenteng tasnya. "Ini masalah orang pacaran. Gue cerita sama lo juga belum tentu lo bisa bantu. Lo kan belum pernah pacaran."

Setelah mengatakan kalimat menohok itu Aldi melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Salsha meletakkan gelas di atas meja dengan kasar. Ia tersinggung dengan ucapan menohok Aldi itu.

"Aldi bangsat! Ngehina gue lo!"

*****

Salsha membeli roti beserta air mineral dan membawanya pergi. Dinda yang melih tingkah Salsha itu menjadi penasaran.

"Sha, lo mau kemana?" tanya Dinda heran.

"Mau ke lapangan ngasih ini ke Farel," kata Salsha sembari mengangkat roti dan air mineral yang barusan ia beli.

"Lo masih ngejar-ngejar Farel?" tanya Dinda tak habis pikir.

Salsha mengangguk antusias. Tidak ada hal yang membuatnya harus melepaskan dan berhenti mengejar lelaki itu. "Jelaslaah. Kenapa?"

"Lo udah gila, ya. Farel itu sekarang udah sama Bella. Semua orang udah tau itu."

"Ya terus kenapa?" tanya Salsha santai. "Kan mereka belum pacaran. Apa salahnya gue masih ngejar Farel."

Salah! Salahnya adalah jika Salsha terus-terusan mengejar Farel dan membuat lelaki itu meliriknya. Bella pasti akan kembali dekat dengan Aldi, kemana-mana bareng. Dan Dinda tidak punya kesempatan lagi untuk mengambil hati Aldi. Kesempatan ini adalah kesempatan emas bagi Dinda untuk mengejar Aldi disaat Bella sibuk dengan Farel.

"Predikat cewek nggak tau malu karna udah ngejar-ngejar Farel udah ada sama lo, Sha. Jadi udah, deh. Berhenti ngejar Farel."

"No, no!" Salsha menggeleng. Sampai kapanpun ia tidak akan membiarkan Farel jatuh ke pelukan Bella. "Gue akan tetap ngejar Farel. Gue mau nambahin predikat gue jadi pelakor sekalian."

Dinda memijat pelipisnya. Salsha itu keras kepala. Apa yang sudah ia inginkan harus ia dapatkan apapun caranya.

"Lo gila kali, Sha."

"Lo kenapa sekarang nggak bantuin gue lagi, sih?" tanya Salsha. "Lo udah berpihak sama Bella gara-gara dia dekat banget sama cowok yang lo suka? Lo mau berteman sama dia?"

"Nggak lah!" bantah Dinda. "Gue tetap nggak suka sama Bella. Tapi situasinya sekarang, gue nggak mau lo makin di cap jelek sama orang-orang, Sha."

"Apa peduli gue!" Salsha meneruskan langkahnya yang sempat terhenti. Dinda pun mengikuti langkah Salsha. "Ini hidup gue, terserah orang lain mau ngomongin gue, mau ngehina gue, gue bodo amat."

*****

"Main basket, yuk," ajak Dhika.

Aldi menatap lapangan basket. Disana ada Farel yang sedang mengajari Bella bermain basket. Sesekali  terdengar suara tawa bahagia dari Bella dan Farel.

Aldi menggeleng pelan. Ia tidak mood melakukan aktifitas apapun. "Lo aja, gue malas."

"Lo lagi ada masalah, ya?" tanya Dhika penasaran. Sedari tadi, Aldi hanya diam saja membuat Dhika bingung apa yang sedang menimpa teman barunya itu.

Aldi mengusap wajahnya. Apakah di wajahnya ada tulisan jika ia sedang mempunyai masalah. Kenapa orang-orang tau jika ia sedang tidak baik-baik saja.

"Nggak ada. Cuma lagi malas aja panas-panasan."

"Kayak cewek lo!" kekeh Dhika sembari memukul pelan lengan Aldi. "Yaudah gue ke lapangan dulu."

Sepeninggal Dhika, Aldi kembali termenung. Tania masih tidak mau mengangkat telfonnya.

"Woyy!" Bella tiba-tiba datang dan menepuk pundak Aldi.

Aldi tersadar dan mengalihkan pandangannya menatap Bella. "Kenapa?"

"Lo yang kenapa," kata Bella. "Gue lihat dari lapangan kayaknya lo termenung aja. Ada masalah apa?"

Aldi menatap Bella dalam, tak ada salahnya ia berbagi masalahnya dengan Bella. Mungkin saja Bella bisa membantu.

"Gue lagi ada masalah sama pacar gue di Bandung," kata Aldi akhirnya.

Bella manggut-manggut. Aldi pernah cerita jika ia memang mempunyai pacar di Bandung. "Ada masalah apa?"

"Gue ngerasa hubungan gue sama dia udah nggak sehat. Udah toxic banget," keluh Aldi. "Dia dikit-dikit marah. Dikit-dikit harus di kabari. Posesif. Telat ngabarin aja dia udah marah. Bikin gue nggak nyaman."

"Mungkin dia kayak gitu karena kangen sama lo. Bisa aja di kaget, dari kalian yang tiap hari ketemu sekarang malah harus jauhan. Lagian lo kenapa sih pake pindah kesini segala."

Aldi gelagapan, ia tidak mungkin menceritakan kepada Bella alasan ia harus pindah kesini dan meninggalkan pacarnya di Bandung.

"Papa gue pindah tugas. Jadi harus pindah kesini," alibi Aldi. "Tapi itu yang bikin gue nggak nyaman, Bel. Gue ngerasa dia udah nggak percaya lagi sama gue."

"Dia gitu karena takut, takut lo kepincut sama cewek-cewek Jakarta. Udahla lo maklumin aja. Cewek memang suka gitu." Bella memberikan masukan untuk hubungan Aldi.

"Termasuk lo juga?"

Próximo capítulo