"Apa-apaan kau ini, hah? Kau berkelahi lagi? Sudah merasa jadi jagoan sekarang, hah?!" bentak Qiran.
Yudha tak menjawab. Ia bingung menceritakannya dari mana. Tidak mungkin juga ia bercerita kalau ia dihajar ajudan calon mertuanya gara-gara apel. Yudha memilih diam saja, biarlah Qiran berspekulasi. Yudha sadar jika ia melakukan pembelaan pun, pasti Qiran masih saja membenci Yudha.
Yudha menampilkan senyum naif dan polosnya seperti biasa. Ia perlahan melepaskan tangan yang mencengkeram rahangnya itu. Meski tak mengadu, tapi ia merasa kesakitan saat Qiran memegang-megang lukanya itu.
"Ini bukan apa-apa, Kak Qiran. Bukankah pria tangguh selalu memiliki luka di tubuhnya, eum?" ucap Yudha. Ia masih menampilkan senyum termanisnya saat ini.
Entah kenapa Qiran begitu kesal melihat wajah Yudha yang berantakan seperti itu. Ia seorang yang perfeksionis selama ini. Ia risih jika melihat wajah seseorang ada noda apalagi luka sebanyak itu.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com