webnovel

Permintaan 3

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Ravi menatap sosok Adrian yang berdiri menjulang di hadapannya.

Pada bangunan yang tertinggal, mustahil untuk seseorang datang dan hal inilah pasti membuat Adrian menyuruhnya untuk datang kemari.

Setelah Ravi membeli untuk sarapan sebelumnya, Ravi mendengar seseorang berbisik di telinganya saat memeriksanya tidak ada siapapun. Namun, kemudian Ravi menyadarinya bahwa itu adalah Adrian dan sekarang di sinilah Ravi berada, sendirian.

Sayap putih Adrian terbentang setengah terbuka, berbanding terbalik dengan matanya yang menatap tajam ke arah Ravi seolah dia tengah menimbang hal buruk apa yang akan dia lakukan pada Ravi.

Pria itu menyisir rambutnya ke belakang dengan ujung jemarinya, lantas menyeringai pada Ravi. "Menurutmu apa yang akan aku lakukan?"

Ravi mendengus, "Aku seharusnya tidak datang dengan semua omong kosong yang kamu lakukan ini."

"Bukankah kamu ingin sembuh?" tanya Adrian, seringaian itu tetap berada di sana dan justru membuat Ravi ingin meninju wajahnya.

"Kamu pastilah seseorang yang tidak akan melakukan apapun secara cuma-cuma. Apa yang kamu inginkan?" tanya Ravi terburu-buru tanpa sadar menatap ke sekeliling mereka.

"Kamu tampaknya sudah mengenalku."

Ravi tidak menanggapi apapun, tangannya terkepal di masing-masing tubuhnya.

"Sangat terburu-buru rupanya," kata Adrian melangkah mendekatinya. Ravi tidak bergerak untuk mundur, tatapan yang mengarah pada Adrian berduri dengan ketidaksukaan.

"Katakan apa yang kamu inginkan dariku atau aku akan pulang."

Dia sudah melihat sayap hitam Raymond sebelumnya yang hampir melingkupi Ravi, tetapi baru kali ini Ravi merasa terintimidasi serta tertekan dengan sayap putih Adrian yang hampir menyentuh tubuhnya.

"Menidurimu."

Ravi tercengang hingga dia tidak bisa mengatakan apapun, menatap Adrian dengan ketidak percayaannya yang sekarang pria itu memandang Ravi dengan tanpa ekspresi. Ravi pastilah salah mendengar.

"Apakah aku harus mengulanginya, manusia?"

Ravi tersentak mendengar bentakan itu. "Apa yang kamu katakan itu tidak masuk akal. Aku tidak akan melakukannya, lebih baik aku kesakitan dari pada harus tidur denganmu."

Ada sebuah dengusan datang dari Adrian. Ravi tiba-tiba merasakan perasaan ditekan semakin kuat, dia merasa sangat kecil berada di dekat Adrian. Takut mulai menyelubunginya tatkala Adrian melangkah makin dekat hingga Ravi mengambil langkah mundur menjauhinya.

Adrian adalah seseorang yang sangat membenci manusia, bagaimana bisa dia ingin melakukan hal itu pada Ravi.

"Takut?" Suara mengejek.

Ravi tidak menjawab, dia mendorong dada Adrian menjauhinya, tetapi nyatanya hal itu hanya sia-sia. Tiba-tiba saja rasa sakitnya semakin menjadi, dia tertunduk sambil memegangi dadanya erat-erat.

"Merasakannya lagi?" Suara Adrian yang tajam membawa Ravi kembali pada kenyataan hingga membuat dia menegakkan tubuhnya lagi.

"Kamu membenci manusia, tidak mungkin kamu akan melakukan itu."

Tawa berduri keluar dari mulut Adrian yang langsung membawa getar ke sekujur tubuh Ravi.

"Rencana telah berubah."

"Rencana apa yang kamu maksud?"

"Diam dan lakukan apa yang aku mau."

***

Ravi pulang, uang yang tidak dikenalnya berada di dalam genggaman tangannya. Setiap langkah Ravi ambil seperti dia melayang di atas air. Tatapan kosong tertuju ke depan tidak benar-benar melihat apapun. Di pikirannya hanya ingin pulang untuk mengubur tubuhnya jauh ke dalam selimut.

Pikirannya terlalu kacau bagi Ravi bahkan hanya untuk memahami rambu pejalan kaki saat dia menyeberang. Satu mobil melaju ke arahnya dan Ravi hampir disambar, dia tidak cukup peduli untuk itu. Ravi terus melangkah.

Pulang. Pulang. Pulang.

Pikiran itu terus meneriaki di dalam kepalanya, dia tidak mampu untuk berjalan lebih jauh lagi, tetapi tujuannya untuk pulang harus dilakukan. Rasa sakit di sekujur tubuhnya memang benar-benar menghilang, tetapi justru menimbulkan luka baru di dalam hatinya. Luka yang lebih besar, menggores lebih dalam.

Ravi telah sampai di depan pintu itu, dia membukanya. Semuanya gelap, tetapi sekali lagi Ravi tidak peduli. Dia langsung melesat naik ke atas ranjangnya untuk masuk ke dalam selimut.

Ravi tidak bisa lagi menahan tangis yang keluar dari mulutnya, dia mengeluarkan suaranya di dalam selimut. Menyayat malam yang sepi dengan tangisan yang telah dia tahan sekian lama, Raymond tidak berada di rumah, itu bagus. Siapapun tidak benar-benar ingin bersama Ravi, dia telah pergi seperti yang dia inginkan. Sekarang Ravi benar-benar sendirian, seharusnya itu tak masalah, tetapi hal itu membuat rasa sakit di hatinya semakin bertambah.

Uang yang berada di tangan Ravi sudah cukup baginya untuk merasa lebih rendah lagi dan Adrian mampu membuat Ravi merasakan seperti itu. Dia terpaksa untuk setuju, walaupun dalam hati Ravi menentangnya. Rasa sakit sebelumnya yang Ravi rasakan sungguh tidak seberapa dibandingkan dengan rasa malu dan harga dirinya yang telah hancur berkeping-keping.

Sekujur tubuhnya merinding ketika lagi-lagi pikirannya jatuh ke sana. Dia tidak bisa berhenti untuk mengingat dan seharusnya Ravi melupakan itu, tetapi semesta tampaknya sangat senang untuk mempermainkan takdirnya betapa dunia telah berputar jungkir balik dalam hidupnya.

Ravi menggigit bibirnya kencang, dia bangkit duduk dan langsung melempar uang itu kencang. Namun, sayangnya benda itu tak keluar dari jendelanya, justru menghantam dinding dan jatuh ke lantai begitu saja.

Ravi terdiam untuk beberapa saat, melihat ke arah yang sama sebelumnya. Dia berpikir tidak ada gunanya lagi bagi Ravi untuk menangis seperti ini, menyesal? Menyesal pun sama sekali tak berguna bagi dirinya sekarang. Dia harus tetap melangkah ke depan. Dia hidup sekarang bukan untuk siapapun, tetapi untuk dirinya sendiri.

Dia tidak menoleh ke arah pintu yang terbuka, Ravi tetap diam dalam posisinya. Dia tahu bahwa itu Raymond, pria itu pun tidak mengatakan apapun, tetapi Ravi bisa merasakan pergerakannya dan berhenti untuk berdiri dekat dengannya.

"Ravi, aku mencari Ravi sejak tadi di luar." Suara Raymond yang lemah memecah hening di antara mereka. Dia berpikir bahwa Raymond telah pergi meninggalkannya.

Ravi berharap bahwa Raymond tidak mengetahui apa yang terjadi pada Ravi sebelumnya. Ravi bangkit berdiri, mandi adalah salah satu caranya untuk setidaknya membuat pikirannya diam sejenak air dingin yang membasuh tubuhnya membuat dia rileks.

Setelah mandi, tanpa mengeringkan rambutnya lebih dahulu, dia langsung segera berbaring di ranjang. Membungkus tubuhnya erat dengan selimut untuk menyambut kegelapan tanpa mimpi serta mengistirahatkan tubuhnya yang terasa benar-benar lelah. Namun, ketika Ravi baru saja hendak terpejam suara Raymond tiba-tiba saja mengagetkannya.

"Apakah Ravi bertemu dengan Adrian lagi?"

Ravi tidak menjawabnya, tetapi jantungnya berdetak kencang tanpa dia inginkan akan menjadi seperti ini. Dia memilih untuk tidak menjawabnya dan kembali untuk memejamkan matanya.

Pertanyaan Raymond selanjutnya membuat Ravi bergidik dengan nadanya yang digunakan semakin memberat dan apakah ada amarah di sana?

"Apakah dia melakukan sesuatu pada Ravi?"

Próximo capítulo