webnovel

Pergi 1

"Ya, bagaimana denganmu?"

Raymond mengulurkan tangan kanannya pada Ravi yang jelas membawa tanda tanya di kepalanya. Namun, justru sekarang mata Raymond telah berselimut cairan bening seolah dia bisa menangis kapan saja. "Ada apa?"

"Ravi, tanganku berdarah."

Hah?

Ravi maju untuk melihat lebih jelas tangan berdarah yang dimaksud Raymond itu dan di memang melihatnya di sana, sebuah garis panjang yang mengeluarkan cairan merah kental di telapak tangan Raymond. Ravi meraih pergerlangan tangan Raymond kemudian bertanya padanya, "Apa yang terjadi dengan tanganmu?"

Ketika melihat luka itu hal pertama yang berada di dalam pikiran Ravi adalah bahwa yang menyebabkan Raymond terluka karena Adrian. Dia ingat kejadian semalam saat Adrian membawa senjata tajam yang mengarah pada mereka. "Apakah ini karena Adrian? Bukankah semalam dia muncul di depan pintu?"

Ravi memperhatikan bagimana mata Raymond perlahan melebar. "Ravi mengingatnya?"

Dia meraih sebuah tisu di atas nakas dan membersihkan darah yang telah melebar pada tangan Raymond. "Apa yang sebenarnya terjadi semalam?"

Raymond tidak langsung menjawab membuat Ravi mengangkat wajahnya untuk melihat Raymond yang tengah menatap ke arahnya dengan ekspresi berkerut itu, tetapi Raymond cepat-cepat menjauhkan pandangannya dari Ravi. "Ravi pingsan."

"Aku tahu itu, tetapi apa yang sebenarnya terjadi semalam setelah aku pingsan?"

"Ravi?"

Ravi segera menoleh ke ambang pintu di mana Daniel telah berada di sana, kakaknya itu masuk kemudian berdiri di antara Ravi dan juga Raymond. "Ayo, lihat. Aku membelikan sesuatu untukmu."

"Tangan Raymond terluka, Daniel. Jadi, aku harus mengobatinya."

Daniel bahkan tidak perlu repot-repot untuk menoleh melihat ke arah Raymond untuk memeriksa ketika dia langsung menanggapi. "Kamu tahu bahwa dia adalah seorang elf, Ravi lihat sekarang dia pasti sudah sembuh."

Ravi berjalan ke sisi Raymond yang sejak tadi masih menunduk, dia meraih tangan Raymond yang sebelumnya terluka dan benar saja bahwa luka itu benar-benar menghilang dari permukaan kulitnya. Hal ini terasa sulit dipercaya bagi Ravi, tetapi memang benar-benar terjadi pada Raymond.

Raymond tidak mengatakan apapun sehingga membuah Ravi menghela napas kasar, dia menjauh dari mereka berdua dan tanpa mengatakan apapun datang ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Namun, sebelum Ravi benar-benar menutup pintu kamar mandi dia masih bisa mendengar bagaimana Daniel berbisik pada Raymond dengan nadanya yang tajam. "Apapun alasannya, kamu hanya perlu diam."

***

Ravi terdiam di meja makan, hanya ada mereka bertiga di sana dan Ravi merasakan kecanggungan itu. Tidak ada yang mengatakan apapun mengenai yang terjadi tadi malam. Juga kedua orangtuanya bahkan belum kembali, tetapi Daniel telah pulang lebih dahulu.

Dia hanya memakan makanan seperti air karena ingin perasaan tidak nyaman di sini segera berakhir. Dia harus pergi dari sini bertemu dengan teman-temannya untuk membuat pikirannya kembali seperti semula.

Hal-hal apapun yang coba Daniel dan juga Raymond sembunyikan darinya hanya menciptakan kebingungan yang rasanya tak pernah usai. Ravi pastilah tidak akan pernah diizinkan untuk tahu apa yang disembunyikan itu.

Ravi bangkit berdiri dengan suara derit kursi yang menyeret lantai. Dua pasang mata tiba-tiba mengarah padanya dengan sebuah tanda tanya terlukis di wajah mereka. Perasaan aneh dengan cepat menyelubungi Ravi kembali ketika ketika suasana yang berputar di sekitarnya perlahan bergeser. Dia pun seharusnya tidak perlu menerangkan apa-apa pada Daniel, dia bukan lagi anak-anak sepuluh tahun yang setiap pergerakannya di atur.

"Ke mana, Ravi?" tanya Daniel.

"Ke rumah temanku," jawab Ravi singkat, dia tidak benar-benar berbohong tentang ini. Kemudian dia menambahkan dengan cepat. "Aku ingin sendirian, Raymond jangan mengikutiku lagi."

"Di mana itu?"

Ravi segera berbalik untuk mendapati Daniel telah berdiri menghadapnya. "Daniel, aku bukan lagi anak-anak. Aku tidak perlu memberitahu siapapun ke mana seharusnya aku pergi."

Ravi di usianya sekarang tidak pernah benar-benar bisa bebas untuk melakukan apa yang dia inginkan, akan selalu ada Daniel yang mulai melarangnya ini dan itu. Ayah dan ibunya bahkan tidak seketat itu dalam melarang Ravi.

"Tidak bisa seperti itu, aku harus tahu. Ke mana kamu akan pergi?" Daniel tampaknya berusaha sangat keras untuk tahu apa yang akan Ravi lakukan di luar sana. Itu dengan segera membawa kemarahan gany telah lama dia pendam. Ravi segera memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian meraih benda kecil yang berada di dalam plastik. Dia melesat ke arah kakaknya dan segera memberikannya pada Daniel.

Ravi bisa melihat bagaimana perubahan ekspresi yang signifikan dari Daniel dan segera meraih tangan Ravi untuk menahannya pergi. "Apa-apaan ini Ravi?"

Dia tahu ini masih terlalu pagi untuk melakukannya, tetapi Ravi hanya ingin mencoba hal baru dalam hidupnya di luar sana. Beberapa orang mengatakan itu adalah pengalih pikiran terbaik.

"Apa, Daniel? Kamu ingin melarangku? Kamu ingin tahu, apa yang ingin aku lakukan dan ke mana aku akan pergi, kan?" Ravi tanpa sengaja menaikkan suaranya, dia bisa melihat bagaimana Raymond terkejut di sebelah Daniel. "Aku ingin mencobanya.

"Tidak ada seks sebelum menikah, kembali ke kamarmu, Ravi."

Persis. Dia persis seperti anak-anak saat dilarang oleh orangtuanya untuk dibelikan mainan baru. Ravi segera menyentak tangan Daniel yang melingkar di lengannya dan menatap Daniel dengan sungguh-sungguh. Dia tidak ingin mengatakannya, tetapi di harus agar Ravi sendiri memahami di mana posisinya sekarang. "Kamu bukan kakakku, orangtuamu bukan orangtuaku. Seharusnya kamu tidak perlu peduli. Melarangku ini dan itu, aku lelah dengan semuanya. Tidak bisakah aku bersenang-senang sedikit saja? Aku akan kembali menjadi adik yang kamu inginkan."

Kepala Ravi tersentak ke samping ketika dia merasakan rasa sakit menyengat mulai menyebar di sebelah pipinya dengan suara kulit membentur kulit yang kuat. Dia rasanya ingin tertawa kencang sekarang setelah tamparan sangat keras menghantam wajah yang Daniel berikan padanya, untuk pertama kalinya sepanjang yang Ravi ingat mendapatkan kekerasan fisik seperti ini dan itu datang dari Daniel seseorang yang seolah dari dulu hendak melindungi dan menyayangi dirinya. Ravi merasakan sesuatu mengalir dari sudut bibirnya, dia menyekanya dan menemukan bahwa itu adalah darah dari bibirnya yang sobek.

Ravi bisa merasakan bagian depan tubuhnya bersinggungan langsung dengan punggung Raymond.

"Bagaimana kamu bisa mengatakan itu, Ravi?"

Daniel bahkan tidak menyesali sama sekali setelah memukul Ravi. Itu membuat Ravi semakin yakin dengan keputusan selanjutnya yang akan dia lakukan. "Jadi, itu benar? Sangat mengerikan selama ini tinggal di tempat asing, bertingkah seolah-olah keluarga. Apa yang kalian inginkan dariku?"

Ravi terbatuk keras merasakan sebagian wajahnya terasa kebas. Raymond datang memeluknya menuntun Ravi menjauh. Batuknya semakin menjadi hingga dia tanpa sengaja memuntahkan darah yang mengotori tangannya.

"Ravi?" Suara Raymond bergetar di sisinya membuat Ravi semakin erat mencengkeram lengan pria ini.

"Raymond, bawa aku pergi. Aku tidak ingin di sini lagi, tolong." Ravi sendiri tidak bisa menahan air matanya yang jatuh tiba-tiba. Perasaan takut mendadak mendominasi dirinya ketika dia masih berada di sini.

"Ravi, kamu tidak bisa pergi!" Suara Daniel yang melemah tidak membuat Ravi goyah. Pria yang sebelumnya menampar Ravi dengan sangat kencang itu telah membuktikannya sendiri bahwa mereka bukanlah saudara apalagi keluarga. "Aku minta maaf."

"Raymond, bawa aku pergi. Aku takut."

Próximo capítulo