webnovel

HARAPAN YANG TAK TERUCAP

Angin malam yang berhembus lirih seakan membisikan kata-kata cinta, hangatnya tubuh Bima yang aku rasakan dari belakang membuat aku tidak perduli dengan dinginnya angin malam, ini seperti mimpi tapi ini adalah kenyataan, bahagia yang aku rasakan membuat aku tidak bisa mengucapkannya dengan kata-kata. Aku yang sudah siap duduk dibelakang Bima merasa pasrah untuk di bawaknya kemana saja, Bima yang membawa motor dengan pelan dan sangat berhati-hati seakan sangat memikirkan keselamatanku yang di boncengnya.

Aku hanya terdiam dan membisu di belakang sesambil menikmati sejuknya angin malam yang berhembus, sunyinya jalan seakan memberi ruang kami untuk berduaan.

"Kok diam aja Dit.?" Bima bertanya memulai pertanyaan, karena melihatku hanya terdiam dan membisu di belakang.

"Hahah..iya gak tau harus ngomong apa," ujarku menjawab pertanyaan Bima.

"Nanya apa gitu, emang kamu gk mau tau tentang aku ya," ujar Bima dengan nada yang sedikit menggoda.

"Emang kamu mafia dulu sampe aku harus mau tau tentangmu, Bim? "Hahahah," ujarku dengan candaan.

"Iya aku mafia kok, sering nyuri hati orang," ujar Bima dengan rasa pedenya.

Aku hanya terdiam dan tersipu mendengar perkataan Bima, karena itu ada benarnya dia telah mencuri hatiku dari awal aku melihat nya.

"Iyalah Pak ganteng, hahaha, oh iya nanti belok kiri ya di simpang itu" ujarku sambil ketawa dan menunjukkan arah simpang yang ada di depan kami.

"Oh ok..masih jauh ya tempat nya,?" ujar Bima dengan bertanya.

"Gak kok udah dekat, tinggal belok kiri terus kelihatan deh tempat jual baksonya sebelah kanan jalan," ujarku menjawab pertanyaan Bima.

Tidak lama kemudia sampailah kami di tempat baksonya, seperti biasa warung bakso Pak Kardi selalu ramai oleh pengunjung, bakso buatan Pak Kardi emang terkenal enaknya dan sangat terkenal dimana-dimana, aku tidak tau resep apa yang di beri Pak Kardi di baksonya, tapi rasanya emang sangat enak dan berbeda dengan penjual bakso lainnya.

"Kamu mau bakso atau mie ayam, Dit.?" tanya Bima menawarkankan ku.

"Gak ah Bim, aku baru aja selesai makan. Masih kenyang banget rasanya," ujarku menolak dengan halus tawaran Bima.

"Ayokk dong jangan malu-malu, aku bayarin kok, atau bungkusin aja buat Om dan Tante dirumah" ujar Bima dengan sedikit memaksa.

"Aduhhhh makasih banyak, tapi serius kami baru aja selesai makan, percuma di beliin bakal gak di makan juga nanti dirumah, kan sayang mubazir nantinya," ujarku menolak dengan halus tawaran Bima.

"Hmmmmmm ..yadeh jadi gak enak akunya," ujar Bima dengan muka yang kecewa.

"Hahahha..santai aja kali Bim, aku malah senang nemenin kamu, jadi ada alasan mau keluar rumah." ujarku ke Bima.

"Okdeh Dit," Mas baksonya ya lima bungkus," Bima memesan baksonya.

"Kok banyak amat mesannya Bim, porsi Ibumu banyak juga ya," ujarku dengan melontarkan candaan.

"Hahahaha ..bukan buat ibu ku aja. Buat ayah, kakak, adek dan aku, soalnya Ibu gak masak tadi soalnya pagikan ketempat saudara sampai sore baru pulang," ujar Bima.

"Ahhh Ok," ujarku.

Tidak lama pesanan Bima pun selesai dan kami kembali ke motor yang di parkirkannya di depan warung Pak Kardi, di perjalanan pulang aku merasa sedih karena akan berpisah lagi sesampai rumah. Tapi setidaknya nya aku bisa menghabiskan waktu sebentar dengan Bima, sesekali aku melihat leher Bima dari belakang dan mendekat kan wajahku untuk mencuri kesempatan bisa mencium wangi badannya Bima, aroma tubuhnya yang khas membuat aku berfantasi sesekali. Ingin rasanya aku memeluk erat tubuh Bima dari belakang, tapi itu tidaklah mungkin terjadi, biarlah aku hanya memendamnya sendri tanpa orang lain tau terutama Bima, aku tidak ingin Bima menjauhiku karena tau perasaanku ini terhadap nya.

Tidak lama kemudian kami pun sampai di depan rumahku, Bimapun berpamitan denganku untuk langsung pulang karena tidak ingin bakso yang kami beli akan menjadi dingin, aku berjalan kerumah dan melihat keadaan rumahku yang sudah terasa sepi.

"Assalamualaikum," ujarku mengucapkan salam sambil melihat keadaan rumah.

"Walaikumsallam," ujar kakakku menyambut salamku dari kamarnya yang tidak jauh dari pintu.

aku melihat kakakku Dinda yang sudah di dalam kamarnya sambil membaca buku novelnya, sedangkan aku mencoba melihat ke arah kamar ibu dan ayah yang sudah tertutup rapat, aku menutup pintu karena waktu sudah pukul 21.30 malam, akupun masuk kedalam kamarku untuk beristirahat. Mataku terasa sangat berat seakan ada yang bergantungan di bulu mataku, akupun membaringkan tubuhkan dan bertanya dengan diriku. "Kenapa aku harus memiliki perasaan ini kepada Bima, apa sebenarnya salahku sehingga aku harus merasakan hal yang tidak wajar ini," ujarku dalam hati.

Entah kenapa tiba-tiba hatiku terasa sedih malam itu, perasaan terlarang ini terkadang membuat aku depresi dan menyalahkan diriku sendiri.

"Kenapa tuhan.?", jika perasaan ini salah kenapa engkau berikan rasa ini, kenapa harus aku yang memiliki perasaan ini, kenapa tidak ke orang lain saja, sampai kapan aku harus menyembunyikan perasaan ini ya Tuhan,?sampai kapan aku harus memendam rasa ini tuhan,? "pertanyaan ku dalam hati dengan penyesalan dan tidak menyadari air mataku keluar sendirinya

Terkadang aku berpikir jika perasaan ini salah dan tidak di benarkan oleh agamaku, kenapa harus di ciptakan dan diberi olehku, banyak pertanyaan ku dalam hati tetang perasaan ini.

Sedih,,?

jujur dari hati paling dalam sangatlah sedih, ingin berceritapun dengan siapa,?

karena masalah ini tidak lah seperti masalah umumnya orang lain, tidak ada seorang pun yang tau apa yang aku alami, pingin ceritapun aku takut orang-orang akan menjauh dariku, aku tidak ingin di jauhi oleh orang lain terutama sahabat-sahabatku karena ketertarikanku dengan sesama jenis, aku hanya seorang anak remaja yang selalu dan akan selalu memendam rasa ini selamanya, biarlah aku dan Tuhan yang tau apa yang aku rasakan ini, biarlah bibir ini menyimpan rapat-rapat rahasiaku dan hati yang menahan semua perasaan ini.

Aku yakin suatu saat nanti aku akan bisa menghilangkan perasaan tidak normal ini, aku hanya berdoa ini hanyalah perasaan sementara saja bukan untuk selamanya, aku hanyalah seorang anak remaja yang belum mengerti tentang semuanya, terkadang aku berpikir perasaan ini hanya timbul untuk sementara saja dan akan hilang dengan bergulirnya waktu ketika aku sudah tumbuh dewasa nanti.

Malampun semakin larut aku berharap akan tertidur dan terbangun di pagi hari nanti dengan perasaan baru, seringkali aku berharap perasaan tidak normal ini hanyalah sebuah mimpi burukku yang terlelap dari tidurku.

"Tuhan jika perasaanku ini salah terhadap Bima, tolong hilangkan ketika aku terbangun di pagi nanti, tapi jika perasaan ini tidak salah tolong berikan aku kebahagian dengan Bima nantinya," pintaku kepada tuhan sebelum tidur.

Próximo capítulo