webnovel

Amukan Yang Mereda

"Aku juga berpikiran sama sepertimu," balas Bangkok sembari melancar serangan Teh Chiang (Menendang ke atas dalam bentuk segitiga memotong di bawah lengan dan rusuk) pada Bandung yang kala itu ingin melancarkan serangan Pulo Kali yang menjadi salah satu jurus andalannya dalam silat.

"Kau gunakan kaki untuk menangkis sementara dia menggunakan telapak tangan. Wuah, aku kagum," komentar Manila yang sebenarnya bertujuan untuk mengejek.

"Yak sebaiknya kau diam saja. Kau pikir mudah untuk melawan sapi gila ini?" jerit Bangkok sembari bertarung melawan Bandung yang berlagak seperti sapi gila.

"Jangan merengek, itu tidak cocok dengan gaya sangar yang kau miliki kawan," ucap Manila dengan santainya.

"Oh sial, aku benar-benar akan membunuhmu, Manila!" balas Bangkok yang susah payah menahan serangan Bandung yang kian menggila.

Manila sendiri tahu posisi temannya itu berada dalam situasi yang cukup berbahaya, hanya saja ia tidak yakin untuk terus maju dan menyerang Bandung. Karena bisa-bisa saja dirinya sendiri yang akan menjadi korban berikutnya. Manila mencoba berpikir untuk menghentikan Bandung namun sampai di satu titik ia hampir mendapatkan jawaban dari otak cerdasnya tersebut, tiba-tiba saja ia mendengarkan suara teriakan seorang gadis yang memekakkan telinganya.

"BERHENTI!" teriak seorang gadis berambut pendek sebahu yang berlari ke arah Bandung.

"Kyoto? Apa yang kau lakukan di sini? Pergilah ini sangat berbahaya!" usir Bangkok yang merasa panik mendapati gadis tersebut mencoba mendekat ke arah Bandung.

Meskipun sudah dilarang oleh Bangkok, gadis bernama Kyoto tersebut tidak berhenti berlari ke arah Bandung. Meskipun gadis itu sempat nyaris mendapatkan tendangan yang mengarah ke kepalanya gadis itu tetap berlari mendekat ke arah Bandung.

"Arrgghh ... Kyotooo!" Bangkok yang merasa frustasi mencoba menarik lengan gadis itu dengan paksa agar mencoba menjauh dari bahaya. Namun, belum sempat tangannya itu meraih lengan Kyoto, Manila sudah lebih dahulu menyeret Bangkok.

"Sebaiknya kau tidak usah menolongnya. Kyoto sedang berusaha menghentikan Bandung, kau diam saja di sini bersamaku," kata Manila dengan tenang.

"Hah? Kau gila membiarkan seorang gadis diserang tanpa ampun seperti itu? Yang benar saja kau sialan!" Bangkok kembali mencoba menolong Kyoto. Namun langkahnya langsung terhenti begitu melihat Kyoto telah berhasil menjatuhkan Bandung dan membuatnya tidak sadarkan diri.

Melihat, Bandung jatuh pingsan membuat Bangkok langsung menjadi panik. "KYOTO APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA?!" jerit Bangkok ketakutan.

Manila yang melihat Bangkok tampak ketakutan langsung menendang betisnya. "Diamlah bodoh! Kyoto sengaja menyuntikkan obat bius pada Bandung. Mau sampai kapan kita harus terus melawan Bandung? Ini adalah cara yang terbaik, jadi diamlah!" kata Manila kesal.

Mendengar kata obat bius, mendadak hati Bangkok langsung terasa lega. Dia pikir Kyoto telah menyuntikkan racun ke dalam tubuh Bandung sehingga membuat temannya itu tak sadarkan diri.

"Yang dikatakan oleh Manila itu benar. Kau tidak perlu merasa takut. Lagi pula aku tidak berniat untuk membunuh peringkat satu fisik di kelas kita," ujar Kyoto yang kini berjalan mendekat ke arah Manila dan Bangkok. "Dan ... ngomong-ngomong apa kalian bisa membawa Bandung ke klinik? Kurasa tidak baik membiarkannya terkapar begitu saja di lantai dalam keadaan seperti ini." Kyoto melirik ke arah Bandung yang telah jatuh terkapar di atas lantai dalam keadaan tidak berdaya.

"Biar aku saja yang bawa. Lagi pula, Bangkok tampaknya sudah cukup kerepotan saat melawan Bandung tadi." Manila menawarkan dirinya sendiri untuk membawa Bandung ke klinik.

"Dan yang satu itu, apa perlu dipapah?" sindir Bangkok begitu matanya tak sengaja melihat ke arah Washington.

"Bawa saja dia, lagi pula kita tidak ingin merepotkan petugas kebersihan untuk membuang kotoran seperti dirinya," ucap Manila yang kini sudah membawa Bandung di punggungnya. Meskipun bertubuh lumayan kecil, bukan berarti Manila lebih lemah. Manila sendiri adalah remaja laki-laki sehat yang sangat lincah dan bisa dikatakan sangat kuat untuk orang-orang yang memiliki ukuran tubuh kecil.

Bangkok menghela nafas dan berjalan ke arah Washington. Setelah itu ia langsung memapahnya.

"Sebaiknya kalian semua pergi ke klinik saja. Nanti aku akan meminta izin pada ketua kelas, kalian istirahat saja dulu," kata gadis itu sebelum berlalu meninggalkan anak laki-laki lainnya.

***

Klinik

"Benarkah aku melakukan itu semua?" tanya Bandung yang kini sudah sadar. Remaja laki-laki itu tengah diobati oleh Manila yang kini sibuk membersihkan lukanya.

"Iya. Dan kau nyaris mencelakai kami semua. Ah, kalau kau seandainya tidak sadar mungkin kami akan benar-benar meninggal hanya karena ulahmu," ucap Manila acuh.

"Dia benar. Kau hampir membunuh kami semua tadi. Tidak kusangka, kau semakin liar saja sekarang. Ada baiknya kalau kau mulai mengontrol emosimu itu. Gara-gara dirimu sekarang tubuhku sakit semua," keluh Bangkok. Remaja laki-laki itu tidur di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Bandung.

"Aku benar-benar minta maaf karena tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Aku menyesal karena telah mencoba melukai kalian. Dan aku ingin tahu bagaimana keadaan Washington?" tanya Bandung penasaran.

"Dia lebih dahulu meninggalkan klinik setelah aku mengobati lukanya. Dia bilang tidak mau berlama-lama dengan orang sepertimu. Kau seperti tidak mengenal sifatnya saja," kata Manila yang kini telah menyelesaikan pekerjaannya. Anak laki-laki itu menyimpan kembali semua peralatan mengobati luka di kotak p3k lalu berjalan ke arah lemari kaca untuk mengembalikan kotak tersebut.

"Apa yang membuatmu semarah itu padanya?" tanya Bangkok tiba-tiba.

" ... Washington tadi mencoba mengganggu Bhutan, aku bahkan mendengar Washington mengatakan pada Bhutan bahwa dia adalah gadis yang mengidap keterbelakangan mental. Karena itu aku sangat marah padanya dan menjadi lepas kontrol," jawab Bandung dengan jujur.

Bangkok yang mendengar jawaban Bandung, hanya bisa menghela nafas. "Huft ... kau teringat adikmu ya. Baiklah aku paham soal itu, memang Washington yang salah serta kurang ajar di sini tapi bukan berarti kau harus mencoba membunuhnya seperti tadi," tanggap Bangkok. Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa, Bandung sangat benci dengan orang-orang yang suka mencela mengenai keterbelakangan mental pada orang lain. Hal ini disebabkan karena dulu adik kandung Bandung meninggal bunuh diri, setelah mendapat perundungan dari orang-orang di sekitarnya yang selalu mengatai dirinya adalah seorang pengidap keterbelakangan mental.

"Adikmu akan marah, kalau mengetahui saudaranya yang lebih tua melakukan kekerasan seperti ini pada orang lain," timpal Manila.

"Maaf ... aku benar-benar menyesal," ucap Bandung kecewa pada dirinya sendiri. Tanpa sadar air mata Bandung mulai menetes. Dia memang menjadi yang terkuat dalam urusan fisik untuk di sekolahnya namun dia sebenarnya adalah orang dengan hati yang sangat rapuh. Agak kontras dengan penampilan atletis yang ia miliki.

Próximo capítulo