Elise mengibaskan sebelah tangannya "Sudahlah, kau jangan menatapku seperti ini, nanti kau akan jatuh cinta padaku.." guraunya.
Arsen tersenyum. Aku sudah jatuh cinta pada mu jauh sebelumnya.. dan cinta ini tetap utuh untukmu tanpa berubah sedikit pun.. gumamnya dalam hati.
"Memangnya kenapa kalau nanti aku jatuh cinta padamu..?" Arsen balas bergurau.
Elise terlihat kikuk. Sepertinya dia bingung harus menjawab apa dan baru saja dia ingin membuka mulut, pelayan yang tadi datang mengantarkan pesanan. "Selamat menikmati.." katanya setelah semua makanan yang di bawanya di letakkan di atas meja, kemudian kembali berlalu.
"Kau belum menjawabku Elise.."kata Arsen ringan setelah pelayan itu pergi.
"Menjawab apa?" tanya Elise pura-pura tidak ingat.
"Memangnya kenapa kalau nanti aku jatuh cinta padamu?" Arsen kembali mengulangi pertanyaan yang tadi sempat tertunda.
Elise menundukkan kepala, menghela napas panjang, lalu menjawab pelan "Sebenarnya tidak kenapa-kenapa. Hanya saja… aku mungkin tidak akan bisa melupakannya, kau tahu itu bukan? Bukankah aku sudah menceritakannya padamu sebelumnya? Kau ingat bukan? Aku juga tidak ingin hanya karena kalian memiliki wajah yang sama, kau beranggapan kalauu aku memanfaatkanmu.."
"Kau yakin?"
Elise tampak mengangguk ragu.
"Kalau begitu aku akan membuatmu bisa mencintaiku lagi.." Kata Arsen dengan nada bergurau.
Elise tersenyum simpul "Apa maksudmu lagi? Terus, coba saja kalau kau bisa?" balasnya juga dengan nada bergurau.
"Baik!" sahutnya tegas "Kalau begitu ayo kita makan.."
"Kau belum menjawabku Arion? Apa maksdumu dengan 'lag'." Tanya Elise mengulang pertanyaannya, sepertinya dia tidak ingin melepaskan Arsen dengan mudah.
"Tebaklah.." jawab Arsen dengan senyum manis di bibirnya.
Elise menatap Arsen dengan bibir cemberut "Ayo, makan.." Arsen berusaha menahan tawanya, dan melanjutkan makannya.
****
"Terima kasih, Elise. Karena sudah mau makan malam denganku.." kata Arsen ketika dia dan Elise berada di depan pintu rumah Elise "Aku senang sekali malam ini.." tambahnya tersenyum.
Elise balas tersenyum "Terima kasih juga karena kau sudah mentraktirku, juga terima kasih karena kau sudah mau jauh-jauh menjemput dan mengantarku.. aku juga senang sekali. Selama ini aku selalu menutup diri, menghindari siapa pun yang mencoba mendekatiku. Mereka bahkan sering menyebutku sebagai pribadi yang sombong.." kata Elise dan melanjutkan "Kau benar-benar terlihat sangat mirip dengannya, maaf kalau aku membandingkanmu dengannya.. terima kasih.."
Arsen hanya mengangguk.
"Kalau begitu aku masuk sekarang.." kata Elise lagi sambil mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu dan pintu rumah pun terbuka dari dalam "Selamat malam, Arion.."
"Elise.."Suara Arsen yang kembali memanggil namanya membuat Elise berpaling dan menunda langkahnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Awal bulan depan kau punya rencana ke mana?"
Elise mengerutkan kening dalam. Awal bulan depan? Minggu depan maksudnya? Memangnya hari apa?.
"Memangnya ada apa?" tanya Elise.
Arsen berdiri tepat di depan Elise, dan tersenyum lembut. "Apa kau bisa melihatku sekarang?"
"Melihatmu? Sejak tadi aku sudah melihatmu?" kata Elise lagi tidak mengerti arah pembicaraan Arsen.
Arsen mengangguk "Maafkan aku, Elise.. kau mungkin sudah menebak-nebaknya selama ini.. kenapa aku memiliki wajah yang mirip dengan mantan kekasih yang kau sebutkan itu. Tapi maaf Elise, seingatku kita belum pernah putus. Bagiku kita hanya menjalani LDR bukan putus."
Elise tersentak kakinya tana sadar bergerak mundur menatap Arsen tidak percaya. K-kau… Arsen? Bukan Arion?"
Arsen tersenyum lalu mengangguk "Aku terus mencarimu.. tapi kau seperti tidak ingin bertemu denganku. Apakah aku melakukan kesalahan.. Elise?"
Elise terdiam, dia menelan ludah dengan gugup, mencoba mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Arsen, sejak awal seharusnya dia sudah menebaknya, tidak mungkin di dunia ini ada orang yang begitu mirip kalau tidak kembar, sedangkan kembar saja wajah mereka masih tidak mirip. Lalu bagaimana dengan..
Aih.. Elise menutup wajahnya merasa malu, karena sudah menceritakan banyak hal pada Arsen, dia menceritakan Arsen dan orang itu mendengarnya langsung sebagai Arion.
"Jadi bisakah kau pergi denganku minggu depan?" ulang Arsen.
Elise yang masih dalam keadaan terkejut berkata "Aku tidak tahu kemana kau akan mengajakku.." namun sepertinya Elise tampak berpikir "Tapi, maaf aku belum bisa menjawab sekarang, beri aku waktu sampai akhir bulan ini, bagaimana?"
Arsen mengangguk "Baiklah, aku sangat berharap kau bisa pergi bersamaku.." jawabnya lembut.
"Kalau begitu aku masuk dulu, selamat malam Arsen.. hati-hati mengemudi.."
"Selamat malam juga, Elise.." balas Arsen sambil melambaikan tangannya. Laki-laki itu pun berjalan ke arah mobilnya, membuka pintu sebelah kanan sebelum masuk mobil dia kembali menatap ke arah kamar di lantai dua, lampunya baru saja menyala tanda Elise sudah masuk ke kamarnya. Arsen masih berdri di samping mobilnya menatap ke lantai dua.
Arsen melihat tirai jendela kamar itu sedikit bergeser ke samping, Elise berdiri di dekat jendela kaca menatapnya. Arsen tidak bisa menebak apa yang sedang di pikirkan gadis itu. Arsen mengangkat sebelah tangannya membuat gelang dengan tali merah dan mainan pesawat dari ukiran kayu terlihat. Elise seakan tersentak kedua tangannya menempel di kaca menatap tidak percaya pada Arsen.
Arsen tersenyum lebar dan melambai tangan, kemudian dia pun masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah Elise. Dengan perasaan lega karena sudah mengatakan yang sebenarnya pada Elise.
****
"Kau serius?!" Nala membelalakkan mata tidak percaya setelah Elise menceritakan kalau dia bertemu dengan laki-laki yang wajahnya sangat mirip dengan Arsen. Laki-laki itu mengenalkan namanya sebagai Arion. Tapi entah kenapa laki-laki itu mengakui kalau dia sebenarnya adalah Arsen dan Elise juga sudah melihat buktinya. Ada gelang buatan tangannya yang di pakai laki-laki itu ketika mengantarnya pulang malam itu.
Nala adalah junior Elise di kantor gadis itu mungkin se umuran dengan Arsen tapi beberapa orang yang melihat mereka berdua selalu mengatakan kalau Elise adalah juniornya dan Nala seniornya. Mungkin karena wajah nala yang terlihat lebih dewasa dari wajah bayi Elise yang tidak berubah.
Nala juga menjadi satu-satunya teman curhat Elise karena dia merasa gadis itu selalu memahami apa pun yang dia katakan. Termasuk tentang percintaannya.
"Awalnya aku juga tidak percaya. Tapi begitulah kenyataannya. Dia.. memang Arsen. Dia memakai gelang yang aku berikan padanya beberapa tahun lalu."
"Kapan pertama kali kau bertemu lagi dengannya?"
"Di toko pakaian beberapa waktu yang lalu saat aku menemani Daniel berbelanja oleh-oleh.."
"Jadi kau bertemu dengannya di toko pakaian malam itu? Kenapa kau tidak memberitahuku?"
Elise nyengir "Aku merasa kalau penglihatanku saat itu sedang bermasalah, makanya aku tidak memberitahumu.." jawabnya enteng.
"Kau pernah bertemu dengannya lagi?" tanya Nala semakin penasaran.
Elise mengangguk " Satu minggu yang lalu kami makan malam bersama.."
"Apa kau bilang. Kau.." lagi-lagi Nala membelalakkan matanya tidak percaya "Kau makan malam dengannya?"