webnovel

Zetsubou, kah?

"Arthur! Arthur! Bertahanlah! Buka matamu, Arthur! Nee-nee, tolonglah Arthur!"

Merlin berteriak panik saat melihat orang yang terbaring didepannya.

"Merlin....!" Diane memanggilnya dengan khawatir.

"Baru pertama ini aku melihat Merlin begitu sedih..." King memandangnya dengan cemas.

"Merlin pasti sangat mencintainya, ya?" Hawk berkata.

"Merlin-san..." Sementara itu, Escanor menaruh kecemasannya ke tempat lain. Dia begitu cemas karena Merlin terlihat sangat peduli pada Arthur.

Mereka semua saat ini berdiri di teras Boar Hat, dengan Arthur terbaring sambil ditubuhnya tertancap sebuah pedang. Dan pedang tersebut adalah pedang milik Arthur sendiri, Pedang Suci Excalibur.

Merlin sebenarnya begitu kesal saat ini, bertanya-tanya kenapa seorang Raja begitu gegabah dan emosian.

...

Beberapa saat sebelumnya.

Setelah Ophis menunjukkan dimana Arthur berada, dia lalu menghilang entah kemana.

Merlin pun menggunakan ular pemberian Ophis sebelumnya untuk langsung mengawasi Camelot secara langsung tanpa sembunyi-sembunyi.

Akibatnya, sekujur tubuhnya diselimuti tato ular yang merambat di segala tempat.

Setelah berhasil mengeluarkan sihirnya, Merlin sedikit terkejut ketika Arthur saat ini ternyata sedang melawan dua Iblis tingkat tinggi, Chandler dan Cusack. Meliodas dan Zeldris juga berada di sana untuk menontonnya.

Saat Cusack secara perlahan menabur keputusasaan pada Arthur, Merlin langsung berteleportasi di dekat Arthur, lalu merapal «Icicle Castle» untuk menghentikan pergerakan Chandler, Cusack, Zeldris, dan Meliodas untuk sementara.

Sebuah paku-paku es menjebak mereka semua, membuat mereka tidak bisa bergerak.

Merlin tidak terkejut ketika kedua Iblis tingkat tinggi itu bisa menghancurkan pilar es hanya dengan menggerakan tubuh mereka, dan pilar es langsung retak dan hancur menjadi serpihan.

Tapi itulah yang dibutuhkan Merlin untuk kembali lagi ke Boar Hat bersama Arthur. Sebelum dia dan Arthur menghilang, Meliodas bahkan menagih «Perintah» yang ada di tangan Merlin saat ini, yang Merlin abaikan begitu saja dan menjawabnya jika Elizabeth dan teman-temannya akan datang untuknya nanti.

Yang tidak dia duga adalah Arthur telah memperoleh tanda sihir Cusack, «Resonant», dan karena itu, tubuhnya bisa digerakkan dari jarak jauh oleh Cusack sendiri.

Saat Arthur sudah kembali ke Boar Hat dan akan berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Merlin karena bertindak terlalu ceroboh, tubuhnya tiba-tiba bergerak sendiri saat dia menghunus Excalibur dan mengangkatnya ke langit, kemudian menusuk tubuhnya sendiri menggunakan pedang Excalibur yang sama.

Seolah tubuh Arthur dan Cusack beresonansi, bahkan di jarak yang sangat jauh, membuat yang terakhir mampu menikamnya tanpa menggunakan tangannya sendiri.

Itulah yang terjadi, kejadian yang membuat Merlin sangat sedih.

Merlin sedih bukan karena Arthur yang kondisinya kritis saat ini, tapi karena kebodohan dunia ini.

...

Di Istana Camelot.

"Siapa dia? Aku terkejut melihat kekuatan sihir seperti itu..." Chandler bertanya sambil mengelus janggutnya.

"Mana aku tahu!? Manusia sudah sangat berkembang setelah sekian lama." Cusack menyipitkan matanya saat melihat langit Camelot. Dia masih kesal karena anak didiknya melepaskan tahtanya begitu saja hanya untuk Meliodas.

"Wanita itu adalah Merlin," jawab Zeldris, sebelum mengerutkan keningnya. "Sebagai seorang penyihir dari Neraka, kau sepertinya sangat terkejut."

"Tentu saja, penyihir wanita itu masih bisa menggunakan teleportasi di tengah ruang penuh gangguan ini." Chandler menutup matanya sambil terus menggaruk janggut lebatnya.

"Sungguh mengejutkan ada seorang manusia yang memiliki kekuatan seperti itu," Cusack menambahkan.

"Merlin mungkin manusia, tapi dia manusia dengan rentan hidup terlama yang pernah ada." Meliodas memberitahu.

"Dimensi wilayah ini sangat kacau karena banyaknya «Perintah» yang berkumpul di satu tempat. Selain itu, pembukaan antara Ibukota Orang Mati dan Alam di mana orang-orang hidup belum sepenuhnya tertutup. Masih ada juga kekuatan Raja Iblis yang mengganggu ruang di tempat ini. Mustahil untuk berteleportasi di tempat ini mengingat banyaknya gangguan yang ada. Kecuali seorang Dewa, tidak mungkin ada yang bisa melakukannya..."

Perkataan Chandler semakin melambat ketika dia mengingat sesuatu.

"Tunggu, Dewa?! Wanita penyihir itu pasti memiliki berkah Dewa di belakangnya!" Chandler berseru.

Perkataannya hanya membuat Cusack mengingat kenangan pahitnya bersama Chandler saat keduanya mencoba menyelidiki Dewa yang baru lahir sekitar 3000 tahun yang lalu.

"Aku mendengar jika kalian terbunuh oleh Dewa Naga Emas, apakah itu benar?" Zeldris bertanya.

"Benar, binatang sialan itu sama sekali tidak ada ampun. Menjatuhkan banyak pilar cahaya ke tanah Britannia. Kekuatannya benar-benar bisa menghancurkan Dunia."

"Apakah Dewa lain memang sehebat itu?" Zeldris semakin mengerutkan kening.

"Ya, Dewa itu bahkan belum menampakkan dirinya, tapi kami sudah mati karena dihujani oleh banyaknya pilar cahaya."

"Ini adalah urusan Klan Iblis, Dewa sepertinya tidak akan ikut campur!" Meliodas berkata.

"Apa yang kau tahu? Aku diserang oleh Saint Beast di Liones," Zeldris menyangkalnya.

"Benarkah itu Saint Beast?" tanya Cusack dengan khawatir, tentu saja khawatir karena mendengar Zeldris diserang.

"Harimau Putih Raksasa, kurasa manusia memanggilnya Byakko. Binatang itu sangat tangguh."

"Sekarang aku menjadi khawatir, tapi tetap saja Meliodas-bocchan harus menjadi Raja Iblis!" Chandler menyatakan.

Meliodas tidak mempedulikan apapun selain untuk bisa menghancurkan kutukan yang berada dalam diri Elizabeth. Bahkan jika setelah ini dia mati, dia masih tidak peduli. Baginya, Elizabeth adalah segalanya dalam hidupnya. Dia juga tidak memberitahukan mereka mengenai keberadaan Pencipta Dunia, kecuali Ophis yang sudah menampakkan dirinya pada dunia.

...

Arthur, Merlin, dan Elizabeth sedang berada dalam satu ruangan, dengan tubuh Arthur yang masih tertancap pedang melayang dihadapan mereka.

Merlin duduk dihadapannya dengan kepala menunduk, wajahnya terlihat murung saat ini. Elizabeth berdiri disebelahnya dan menatapnya dengan khawatir.

"Pertama kali melihatnya, aku langsung tahu Arthur adalah harapanku." Merlin membuka mulutnya. "Saat itu, dia adalah anak yang ceria dan penuh keadilan, mempunyai jiwa ksatria sejati, serta ... pemberani."

Karena aku memang berniat menjadikannya sang Raja Sejati. Takdir seorang anak dengan masa depan mutal sebagai seorang raja. Aku ditugaskan untuk menuntunnya.

"Arthur adalah segalanya bagiku, dialah yang hanya bisa memenuhi ambisiku."

Kaulah satu-satunya tumbal di dunia yang bisa membangkitkannya. Karena ... semua juga sudah diatur olehnya.

"Arthur, hanya kaulah yang bisa menunjukkan dunia yang tidak aku ketahui. Berada dimana jiwamu saat ini? Apakah didepan mataku? Apakah masih berada dalam tubuhmu? Ataukah ... jiwa dan darahmu, seperti para pahlawan pemberani itu, telah terserap dalam pedang suci?"

Kaulah kunci yang bisa membangkitkannya, kunci dimana aku bisa keluar menuju dunia baru, dunia dimana semuanya asing bagiku, semua yang layak dipelajari olehku. Bahkan jika kau hanya tinggal sebuah jiwa, kau masih merupakan sebuah harapan bagiku.

Tidak mengetahui monolog batinnya, Elizabeth mendekatinya dan membuka mulutnya dengan suara lembut, "Arthur-sama bagimu pasti sangat tak tergantikan, ya. Sama seperti Meliodas bagiku."

Merlin terdiam sejenak, sebelum murung lagi:

"Kehidupan seorang manusia tidaklah lama. Pada saat-saat seperti ini, ekspresi apa yang harus kutunjukkan di wajahku? Apa yang harus kurasakan dihatiku...? Aku sudah melupakannya. Yang kulihat saat ini hanyalah ... kegelapan."

Setelah terpisah olehnya, sebagian besar ekspresi yang kutunjukkan adalah kesedihan. Mungkin kejadian ini juga sudah diatur olehnya, hanya saja aku tidak tahu bagaimana harus mengekspresikannya.

Harapan untuk bertemu dengannya sudah tenggelam dalam jurang. Cahaya satu-satunya semakin redup dan tercemar oleh kegelapan. Cahaya itu ... sulit untuk menggapainya lagi. Jika memang ada cara lain....

Tidak ada yang namanya cara lain, karena itu semua sudah diatur olehnya. Kita hanya bisa lebih tenggelam pada kegelapan.

Tapi tiba-tiba saat ini, muncul cahaya baru. Cahaya pembawa ketenangan. Kehangatan dalam kenyamanan.

Itu sangat lembut...

Merlin merasa wajahnya tenggelam dalam bantal paling nyaman di dunia. Karena saat ini, dia bersandar dalam dada Elizabeth.

"Maafkan aku." Elizabeth melepaskan pelukannya. "Tidak ada yang bisa kulakukan untuk membantumu."

"Nee-nee...." Merlin menatap Elizabeth yang matanya saat ini menunjukkan kasih sayang. "Ini benar-benar mengingatkanku. Dulu sekali, pernah ada orang yang melakukan hal yang sama padaku... Meski tak pernah secara langsung menyemangatiku, hanya dengan keberadaannya membuat semangatku pulih."

"Merlin...."

"Huh?" Merlin mendongak, dan baru saat itulah dia merasakan wajahnya basah. "Air mata? Ini mengejutkan. Terakhir kali aku melihatnya sekitar 430 tahun yang lalu."

"Eh?" Elizabeth terkejut.

"Terakhir kali aku melihat air mataku sendiri saat aku memakan Kue Kodok Iblis yang dibuat Meliodas."

"Hehe," Elizabeth hanya terkikik.

Merlin lalu bangkit dari kursinya, dan kemudian menunjukkan senyumnya lagi. "Baiklah, Nee-nee. Aku sudah memutuskan, kita harus pergi ke Camelot dalam setengah hari perjalanan mengingat Nee-nee hanya bisa bertahan selama tiga hari. Setelah ini, kita harus menyelesaikan rencana kita."

Melihat Merlin sangat bertekad saat ini, Elizabeth hanya bisa mengingatkan: "Jangan memaksakan dirimu, ya."

"Tidak, aku akan melawan batasku. Aku berjanji akan melepas kutukanmu dan menghentikan Meliodas menjadi Raja Iblis!"

Bercanda.

Próximo capítulo