webnovel

Kekacauan di Utara

Kecemerlangan Nier memang sungguh mencengangkan. Namun bukan hanya kesan baik yang didapat, melainkan juga meninggalkan tanya di dalam benak Raja Elijore.

Saat itu Raja Elijore duduk di atas singgasana emas berhias zamrud berkilauan. Di hadapannya, Madam Runa baru saja tiba di Ruang Kebijaksanaan tersebut.

"Ho ... sa!" sapa Raja Elijore.

"Ya ... ho ... sa!"

"Madam Runa, tahukah alasanku memanggilmu?" Raja Elijore bertanya dengan wajah serius.

"Apakah tentang Nier?" tanya Madam Runa.

Raja Elijore pun mengangguk. "Sebenarnya aku tidak ingin meragukannya. Tapi terlalu banyak kejanggalan yang menyertai Nier. Dari mulai rasnya, sihir apa yang ia pelajari, lalu siapa yang mengajarinya."

Madam Runa mencerna kata-kata Raja Elijore selama beberapa saat. "Maaf Yang Mulia. Sebaiknya jangan ragukan Nier, setelah jasa yang ia berikan pada Greenwood Forest."

"Lalu, apakah berarti kamu mengetahui hal-hal yang mengganjal tadi?" cecar Raja Elijore, terlihat cemas.

"Tidak. Tapi cukup bagiku merasa yakin dari sikap polos, dan kebaikannya selama ini. Aku percaya, tak pernah terbersit dalam benak Nier untuk menyakiti siapa pun," jawab Madam Runa, sedikit menutupi hal yang sudah ia ketahui— seperti ras Nier, yang ia dapati di dalam buku.

Kata-kata Madam Runa memang benar, sehingga Raja Elijore tak dapat menampik, kecuali menyetujui ucapannya.

"Benar, Madam Runa. Terlalu cemas justru akan membutakan hati. Selama ini Nier pasti merasa sedih dengan pandangan buruk tanpa dasar dari kami. Baiklah, mulai sekarang tidak ada lagi yang boleh melukai perasaannya," tukas Raja Elijore, dengan bijak.

Madam Runa menguntai senyum lebar. Hatinya merasa lega Nier terhindar dari prasangka buruk, yang dapat membuatnya kembali merana.

"Apakah ada hal lain yang ingin disampaikan, Yang Mulia?"

"Tidak. Sudah cukup Madam Runa. Kalau ada pekerjaan yang ingin dilakukan, silakan," timpal Raja Elijore.

"Kalau begitu aku permisi. Ho ... sa!"

"Ya ... ho ... sa, Madam!"

Sebenarnya kalau Madam Runa tahu Nier berpotensi dimanfaatkan oleh hati-hati kejam yang merongrong kebajikan, tentu ia akan membiarkan Raja Elijore mengawasi Nier dengan ketat.

Tapi itulah takdir. Yang akan membawa Nier ke dalam jurang yang kelam.

Takdir buruk yang semakin dekat menjadi kenyataan. Dan dipantik oleh peristiwa yang terjadi di sebelah utara Marrow Land— tepatnya di pemukiman para Orc ...

Kala itu kehidupan Orc begitu tentram. Ras yang cukup primitif di antara ras yang ada di Marrow Land tersebut, menjalani hari dengan kegiatan seperti biasa.

Para Orc pria sibuk berburu untuk menghidupi keluarga. Sementara Orc perempuan menenun kain butut untuk dijadikan pakaian sederhana— sebagian yang lain mengasuh anak-anak mereka. Dan Orc kecil berlarian, bermain bersama-sama.

Sayang, ketenangan itu sebentar lagi terusik, saat seorang penjaga berlari tergopoh dengan tubuh berlumuran darah.

"Me— mereka kem— kembali ... para peng— penghuni Dark World ..." terang penjaga tersebut, sebelum akhirnya jatuh dan meregang nyawa.

"Dark Elf?!" seru para penduduk cemas.

"Bagaimana ini, para lelaki sedang berburu ..."

"Lihat, itu mereka datang!" teriak salah seorang Orc perempuan, melihat para laki-laki datang.

Di antara mereka, Tanok terlihat menonjol dengan tubuhnya yang kekar dan tinggi di atas rata-rata.

"Tanok, mereka datang menyerang ki—"

"Kami sudah tahu. Bantu kami menyiapkan baju zirah." Tanok menginterupsi, seraya berjalan menuju tendanya.

Ketenangan di pemukiman Orc tiba-tiba berganti keresahan. Tapi para Orc pria telah bersiap menyambut datangnya para Dark Elf yang haus darah.

Dipimpin oleh Tanok, para Orc berjalan keluar dari pagar, menyongsong petaka di depan mata.

Setibanya di padang yang luas, mata Tanok menyapu pasukan Dark Elf yang berada di seberang. Hidungnya mendungis, rahangnya pun berkedut. Rasa geram tak lagi tersembunyi darinya. Namun sebagai Orc, peperangan adalah sensasi yang memantik gemuruh di dalam dadanya.

Tanok menyadari, tidak semua Orc bernyali seperti dirinya. Mereka butuh cambuk untuk mengangkat kapak-kapak mereka.

"Dark Elf adalah ras haus darah! Pemberi bencana pada semua ras! Penebar derita di seluruh Marrow Land! Dahaga akan darah tak henti-hentinya membuat mereka meninggalkan nestapa! Dengarkan aku, kaum Orc! Sudah lama kita ditindas mereka! Tapi kali ini berbeda! Berikan darah kita pada setan-setan kesengsaran itu, dan tukar dengan nyawa mereka! Serang!"

Bersamaan dengan usainya orasi Sang Pemimpin, para Orc berlari menuju Dark Elf yang menyambut dengan bengis.

Cakar, sihir, dan kapak saling beradu. Suara melengking, dan jeritan pilu terdengar di mana-mana. Darah dari kedua belah pihak pun membanjiri tanah utara Marrow Land.

Tapi semua orang tahu, akhir dari pertempuran yang berat sebelah. Hanya dalam beberapa waktu saja, keunggulan Dark Elf terlihat nyata.

Meski demikian, Tanok yang teguh pendirian tak mau menyerah. Kapaknya terus melibas para Dark Elf.

Kehebatan Tanok, tak luput dari The Dominator— sosok misterius yang terselubung jubah berkerudung kebesarannya.

Dengan suara tenang dan beku, ia pun memerintahkan Juho, "Juho, tak perlu aku yang turun tangan. Cukup kamu sebagai Jenderalku yang menghabisi Tanok!"

"Baik, Yang Mulia!" Juho melesat ke arena pertempuran. Dengan cepat cakar-cakarnya yang ganas merangsek Tanok.

Kecepatan Juho sungguh di luar nalar. Tanok yang perkasa pun terdesak.

Namun kehebatan Juho, belum semua ditampilkan. Berikutnya ia menghimpun energi ungu, lalu melesatkannya ke arah Tanok.

Tanok menangkis sekuat tenaga dengan kapaknya, kemudian balik menerjang Juho. Kapaknya mengayun deras dengan kekuatan luar biasa.

Alih-alih cemas, Juho justru tersenyum. "Bodoh."

Sedetik kemudian, Juho mengeluarkan Purple Blood yang menghempaskan Tanok sejauh belasan tombak.

Orc perkasa itu pun tersungkur dalam keadaan terluka parah, sebelum akhirnya diam tidak bergerak.

Kekalahan Tanok menyurutkan nyali para Orc, sehingga para Dark Elf semakin keji mencabik-cabik mereka.

Akhirnya peperangan pun usai dengan kekalahan telak di pihak Orc.

"Yang Mulia, apa langkah selanjutnya?" tanya Juho pada The Dominator.

"Seperti rencana semula, kita kembali untuk menanti kedatangan mereka."

"Lantas bagaimana dengan Ratu?"

"Tenang saja Juho, Eruv masih memantaunya. Jika saatnya telah tiba, Marrow Land akan merana. Sekarang, pimpin tiga puluh orang untuk menangkap seluruh Orc! Mereka akan menjadi umpan yang tepat! Ha ha ha!" The Dominator tertawa mengerikan, seraya berlalu meninggalkan arena pertempuran.

Juho yang mendapatkan perintah, tetap berada di sana dengan puluhan Dark Elf.

"Kalian dengar perintah The Dominator?" tanya Juho, menatap satu per satu pasukannya.

"Kami siap melaksanakan!" jawab mereka serentak.

"Ayo kita segera tuntaskan tugas kita!" Usai berkata demikian, Juho bersama pasukannya melesat menuju pemukiman Orc yang malang.

Selang beberapa waktu lamanya, Tanok yang masih berada di bekas medan pertempuran, mulai siuman.

Sayang, jika ia kembali ke pemukiman, semuanya telah terlambat. Tapi kini yang ada dalam benaknya hanya satu, mencari bantuan.

"Madam Runa, setelah melalui banyak pertempuran, mungkin hanya kamu— temanku yang memiliki kemampuan di luar nalar. Tunggu aku, Madam Runa ..."

Madam Runa adalah satu-satunya harapan yang ada dalam benak Tanok. Namun sesungguhnya di samping Madam Runa, adalah angkara yang akan selalu mengiringi Tanok.

***

Próximo capítulo