webnovel

Bianca dan ingatannya

Sementara itu di sisi lain, Mark baru saja keluar dari toserba untuk membeli minum sebelum ke kampus. Maniknya tak sengaja menangkap seorang gadis yang tak asing lagi baginya.

"Bianca?" Mark memicingkan matanya agar pandangannya jelas.

"Kenapa dia sendirian? Ku pikir dia sudah sampai di rumahnya," gumamnya.

Mark melihat Bianca yang duduk di bangku tak jauh dari toserba tersebut. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan menghampiri gadis cantik itu untuk memastikan apa yang sedang dilakukan oleh Bianca di jam yang seperti ini dan Bahkan ia duduk sendirian di bangku tepi jalan.

"Kenapa masih di sini?" tanya Mark pada Bianca yang menunduk itu.

Bianca mendongak, melihat siapa yang mengajaknya berbicara itu. Gadis cantik itu menyadari bahwa ada Mark yang tiba-tiba datang dan berdiri di hadapannya. Sebelumnya ia sama sekali tidak pernah menyangka jika harus bertemu dengan pemuda tampan itu lagi.

"Kak Mark?" sahut Bianca sedikit terkejut.

"Aku tanya, kenapa masih di sini?" Mark mengulang lagi pertanyaannya karena belum dijawab oleh Bianca.

"Emm... A-aku..." Bianca terbata-bata.

Mark melihat ke bawah, lebih tepatnya melihat kaki Bianca. Dan, ternyata lututnya berdarah.

"Lutut mu terluka?" Mark duduk jongkok melihat lutut Bianca yang masih mengeluarkan darah, ya walaupun tidak banyak.

Bianca mengangguk. "Hanya lecet biasa... Tadi, tidak sengaja melempar botol plastik ke sembarang arah,"

"Lalu?" Mark mendongak menatap Bianca.

"Lalu... Terkena anjing, ehehe... Jadi, aku di kejar dan jatuh," Bianca tersenyum cengengesan.

"Ck, tingkah mu seperti itu tapi tidak mau di sebut anak kecil," cebik Mark.

"Aku sudah besar ya," sahut Bianca tidak terima.

"Tubuhmu yang besar, tapi pemikiran mu masih seperti anak-anak,"

"Maksud mu aku gemuk?!" Ketus Bianca

Mark menggeleng cepat. "T-tidak, bukan seperti itu maksud ku," ucapnya sambil menggerakkan kedua tangannya ke kanan-kiri.

"Ah terserah, kamu membuatku semakin kesal saja. Aku pergi," gerutu Bianca.

Gadis itu berdiri dari duduknya. Kemudian pergelangan tangannya di tarik oleh Mark.

"Tunggu, obati dulu luka mu. Jika tidak, itu akan meninggalkan bekas," ucap Mark perhatian.

"Ck, apa perduli mu? Aku bisa mengobati nya di rumah. Jangan khawatir, aku bukan anak-anak seperti yang ada di pikiran mu," sahut Bianca dengan tenang dan berusaha meyakinkan Mark untuk tidak perlu khawatir padanya.

"Duduk! Akan ku ambilkan obat merah dulu," Mark meraih tubuh Bianca dan mendudukkan nya lagi di atas bangku dengan tenang.

Bianca berdecih pelan, ia kurang suka di perlakuan seperti itu. Sementara Mark berlari kecil menuju mobilnya untuk mengambil p3k darurat yang selalu ia sediakan di dalam mobilnya untuk berjaga-jaga.

Beberapa saat kemudian, Mark kembali dan duduk berjongkok di depan Bianca. Dengan telaten tangan Mark sibuk membersihkan luka Bianca pelan-pelan supaya gadis cantik itu tidak terlalu merasakan pedih di area yang terluka.

"Akhh.... Perih, bisa lebih pelan lagi tidak?!" decak Bianca dengan kesal.

"Ini sudah pelan. Namanya juga luka, tidak lengkap kalau tidak ada sakit atau perihnya," sahut Mark santai dan masih sibuk membersihkan luka Bianca.

"Cih, alasan macam apa itu," cebik Bianca.

Mendengar itu Mark hanya menggelengkan kepalanya takjub kepada Bianca karena gadis yang saat ini ada di hadapannya itu benar-benar sangat langka dan berbeda, namun ia masih terus berusaha untuk tetap tenang dan sabar karena ia tau dengan pasti bahwa Bianca ini sebenarnya hanya belum bisa berpikir secara dewasa saja.

Beberapa saat kemudian pekerjaan Mark membersihkan luka di lutut Bianca telah selesai, Mark bangkit dari jongkok nya dan tersenyum tipis memandang Bianca yang masih melihat lututnya yang kini sudah tertutup dengan plester bermotif batik berwarna cokelat.

"Sudah, tidak sakit kan? Paling tidak, nanti tidak akan infeksi," ucap Mark sambil tersenyum.

"Terserah. Aku akan pulang," Bianca beranjak dari duduknya, hendak meninggalkan Mark.

Gadis itu bahkan tidak mengucapkan terimakasih pada Mark. Sepertinya Bianca ini memang sudah terbiasa bersikap acuh pada orang-orang di sekitarnya sehingga untuk mengucapkan terima kasih saja sangat sulit baginya.

Memang benar jika sejak kecil gadis itu selalu di manja dan di perlakukan spesial oleh keluarganya, namun hal ini benar-benar membuat dirinya menjadi orang yang memiliki kepribadian buruk sekali. Meski sebenarnya dalam lubuk hati Bianca sendiri, dia bukan orang yang seperti itu.

"Mau ku antar?" tawar Mark saat Bianca sudah berdiri dari duduknya.

"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," jawab Bianca sambil berjalan pelan-pelan meninggalkan Mark.

Mark tersenyum tipis. "Kamu sama sekali tidak berubah ya, Bianca!" teriak Mark.

Bianca menoleh setelah mendengar teriakan Mark dari arah belakangnya.

"Apa maksudmu?" tanya Bianca linglung.

Mark berjalan mendekati Bianca. Pemuda tampan itu menyunggingkan senyum manisnya sambil tersenyum memandang gadis yang ia hampiri itu dengan tatapan yang sangat dalam dan sulit untuk di artikan.

"Kamu tidak ingat siapa aku?" tanya Mark balik.

Bianca menautkan kedua alisnya bingung. "Aku bahkan baru bertemu dengan mu kemarin. Memangnya kita pernah bertemu sebelumnya?" sahutnya kemudian.

"Iya, 5 tahun yang lalu saat kamu masih kelas 1 di sekolah menengah pertama. Kamu tidak ingat?" jelas Mark secara terang-terangan.

Gadis yang berdiri di depan Mark itu semakin di buat bingung. Pasalnya, Bianca sama sekali tidak mengingat bahwa dia pernah bertemu dengan Mark sebelumnya. Kalaupun iya, Bianca pun sama sekali tidak pernah perduli dengan semua itu.

"Jangan melantur. Kamu salah orang," ketus Bianca dan tidak memperdulikan Mark lagi.

"Apa sampai saat ini kamu masih melindungi kakak mu itu dari cowok kurang ajar?"

Bianca terbelalak mendengar ucapan Mark. Bagaimana dia bisa tau tentang hal yang sudah hampir 6 tahun ia sembunyikan itu? Kini Bianca sangat penasaran siapa Mark sebenarnya.

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Bianca dengan mata yang memicing tajam menatap pemuda yang saat ini berdiri tepat di hadapannya.

Mark terdiam sejenak dan tersenyum miring melihat bagaimana ekspresi wajah Bianca, ternyata memang benar bahwa Bianca belum berubah sejak dulu.

"Aku...?!"

Próximo capítulo