webnovel

MCMM 21

Happy Reading ❤

"Banyu," Terdengar suara memanggil namanya. Banyu yang sedang melangkah menuju tempat parkir menghentikan langkahnya. Dilihatnya seorang wanita cantik menghampirinya.

"Ada apa bu Mila?" Tanya Banyu saat wanita itu sampai di sampingnya.

"Apaan sih manggil gue pake ibu segala. Berasa tua gue. Panggil nama ajalah." Sahut Mila.

"Ya nggak bisa gitu dong bu Mila. Ini kan di kampus. Ibu dosen saya. Nanti saya bisa dimarahi pak Benny kalau ketauan manggil ibu hanya nama doang." Jawab Banyu sambil tersenyum.

"Ih lebay. Ini kan sudah di luar kelas. Biasa aja kali manggil gue." Ya, Mila adalah teman SMA Banyu yang kini menjadi dosen pembimbingnya. Mila termasuk yang beruntung bisa menyelesaikan S1 dan S2 dengan cepat dan kini bekerja sebagai dosen.

"Hehehe.. iya deh bu Mil.. eh Mila. Ada apa sih panggil-panggil gue? Belum puas tadi berduaan sama gue di ruangan?"

"Si***n lo Nyu, kalau ada mahasiswa lain yang dengar, disangkanya gue dosen mesum." Jawab Mila sambil memukul lengan Banyu.

"Lagian elo sih lenjeh banget pake manggil-manggil gue. Nanti disangka gue cowok panggilan." Balas Banyu. Keduanya tertawa sambil berjalan menuju parkiran. "Elo sudah selesai mengajar?"

"Nanti ada kelas jam 3. Malas gue nunggu disini. Pengen makan siang. Temani gue makan siang yuk." Ajak Mila.

"Wah, nggak enaklah gue makan siang berdua elo. Nanti orang pikir kita memiliki hubungan khusus."

"Memang ada kan?"

"Maksud lo?"

"Hubungan kita selain dosen adalah elo mantan pacar saudara sepupu gue," jawab Mila santai. "Lagipula kita nggak makan berdua kok. Gue juga janjian sama mas Dika. Makanya nanti kita makan di resto sunda di dekat kantor mas Dika."

"Elo bawa mobil? Apa elo mau naik di motor jualan gue? Gabung sama sayuran-sayuran sisa?"

"Ogah ah. Bisa turun harga diri gue naik gerobak lo yang butut itu," ledek Mila sambil tertawa. "Elo setirin mobil gue ya. Nanti habis makan lo antar gue kesini lagi."

"Astagaaa... gue cuma lo jadiin supir? Memang keterlaluan lo, Mil. Gue bingung si Dika betah banget kawin sama elo."

"Servis gue memuaskan bro. Makanya dia ikhlas-ikhlas aja gue jadiin budak. Budak Cinta. Eeaaa...."

"Dasar dosen somplak lo, Mil. Ya sudah ayo gue setirin. Tapi elo traktir gue ya. Lumayan gue bisa hemat."

"Siip.. nggak usah khawatir soal itu. Ada bos Dika yang bakal bayarin." Sahut Mila sambil memberikan kunci mobil kepada Banyu.

"Wah parah lo, sudah lo jadiin budak, sekarang laki lo diperas."

"Memang itu kan tugas suami. Mencari uang buat dihabiskan oleh istrinya." Mila tertawa sambil memasuki mobilnya.

"Mobil lo ganti lagi? Perasaan bulan lalu bukan yang ini."

"Gue nggak suka sama warna pilihan mas Dika. Kurang menyala. Kebetulan mertua gue mau beli mobil, ya sekalian aja."

"Sinting lo ya. Cewek sinting yang beruntung dapat suami sebaik Dika." Banyu geleng kepala mendengar cerita Mila. "Gue mobil bekas aja nggak kebeli. Elo malah gonta ganti mobil."

"Makanya berhenti jualan sayur dan kerja sama bokap gue. Kan bokap sudah berkali-kali menawarkan."

"Makasih deh. Gue bukan nggak mau jadi anak buah om Ferdinand, tapi gue nggak sanggup menghadapi CEOnya. Cerewet dan rada sinting." Jawab Banyu sambil terkekeh.

"S****n lo Nyu. Eh, elo sudah dengar kabar soal Senja?" Banyu terdiam saat nama itu disebut Mila. Ada rasa sakit di sudut hatinya saat mendengar nama itu.

"Belum." Jawab Banyu singkat.

"Nggak pengen tahu kabar mantan?" Tanya Mila lagi.

"Nggak."

"Yakin?" Banyu mengangguk dalam diam. "Senja dan Awan sekarang sering berantem. Gue dengar dari tante Zeta mereka mau pisah."

"Hmm..."

"Kok gitu doang reaksi lo?"

"Gue harus gimana? Teriak-teriak kegirangan atau ikut sedih?" Banyu balik bertanya dengan wajah datar dan tetap fokus menyetir.

"Elo nggak mau balikan sama dia kalau nanti dia pisah sama Awan? Elo kan masih jomblo, Nyu." Banyu tak menjawab ucapan Mila.

"Bagaikan pungguk merindukan bulan, Mil. Lo tau kan om Rudi nggak mau punya mantu tukang sayur."

"Makanya elo kerja di tempat bokap gue deh. Biar elo nggak direndahin lagi sama om Rudi."

"Thank you atas tawaran lo, Mil. Kita lihat saja nanti."

"Jadi elo mau balikan lagi sama Senja?" Banyu hanya tersenyum tanpa menjawab.

"Lho, ini kan restonya ambu," ucap Banyu lirih saat mobilnya memasuki parkiran sebuah resto.

"Apa lo bilang Nyu? Elo pernah makan disini?"

"Gue kenal sama pemiliknya. Bahkan gue salah satu supplier bahan baku mereka."

"Oh ya? Enak nggak makanan disini? Gue baru sekali nih makan disini. Kalau mas Dika bilang enak banget. Mengingatkan sama masakan neneknya."

"Gue jamin enak banget. Sesuai deh sama selera lo." Banyu meyakinkan Mila.

Saat mereka memasuki resto tampaklah abah Tedy berdiri menyambut tamu.

"Silahkan masuk pak, bu. Lho, kamu tho Nyu." Sapa abah Tedy saat mengenali Banyu. "Sama siapa? Pacar ya?"

"Ah, bukan abah. Kan abah tahu kalau saya nggak punya pacar," jawab Banyu setelah mencium tangan Tedy. "Ambu dimana, bah?"

"Biasa ambu mah lagi mandorin yang di dapur. Ambu mah belum puas kalau nggak mengawasi sendiri para koki masak. Padahal dia sendiri yang merekrut koki-koki itu." Abah Tedy menjelaskan. "Sebentar lagi ambu pasti keluar. Dia kan punya radar kalau kamu datang."

"Abah bisa aja. Bah, Banyu cari tempat duduk dulu ya. Kasihan teman Banyu sudah kelaparan."

"Mangga atuh. Nanti kalau sudah siap pesan, panggil aja si Asep ya?"

"Gilak... itu mah bukan sekedar kenal. Tapi kenal baik." Ucap Mila sambil melihat-lihat menu. "Lo kenal dimana sama pemilik resto ini?"

"Lo masih ingat Gibran? Itu lho, anak pengusaha batik yang dulu sekelas pas kita kelas 2 SMA. Yang dulu pernah lo taksir." Mila mengangguk. "Nah mereka ini calon mertua kakaknya Gibran. Lo pasti ingat deh sama Ghiffari, mantan ketua OSIS dan ketua Rohis jaman kita kelas 1."

"Iya Iya.. gue ingat mereka. Waah, elo masih berteman baik sama mereka?" Banyu mengangguk. "Tiga minggu lagi anak mereka akan menikah dengan bang Ghiffari."

"Wait... Ini Ghiffari yang suka kasih elo proyek? Yang gara-gara proyek dari dia, elo batal bimbingan sama gue. Padahal gue sudah nungguin di kampus berjam-jam dan elo nggak ngabarin gue." Banyu kembali mengangguk. "Gila, hidup lo dikelilingi oleh orang-orang tajir kenapa nggak lo manfaatin sih? Atau lo minta jabatan aja sama bokap lo. Perusahaan bokap lo kan juga nggak kecil. Gue dengar dari bokap, om Pram bahkan buka cabang di Bandung."

Wajah Banyu menggelap saat Mila menyebut lelaki itu. Matanya berkilat marah. Untunglah Mila segera menyadari hal tersebut.

"Ups, sorry Nyu. Gue nggak tahu kalau elo belum berdamai sama bokap lo." Untunglah sebelum suasana semakin awkward datanglah Dika ditemani seorang wanita muda yang cantik berpenampilan cukup seksi.

"Hai sayang, sudah lama?" Dika mencium kening Mila. "Oh ya, nggak papa kan aku ajak Diandra? Habis dari sini aku mau meeting dengan klien."

"Nggak papa mas. Aku juga bawa bodyguard kok. Tuh si Banyu."

"Apa kabar, bro? Masih jualan?" Tanya Dika setelah bersalaman dengan Banyu.

"Alhamdulillah baik, mas. Iyalah masih jualan mas. Kalau aku nggak jualan, nanti aku nggak bisa bayar istri mas Dika. Mas kan tahu gimana perhitungannya istri mas Dika."

"Kam***t lo Nyu. Gue bilangin pak Toro ya biar spp lo di dobel."

"Hehehe.. bercanda Mil, Bercanda."

"Selamat siang bu Mila. Ijin gabung makan siang ya," ucap wanita cantik bernama Diandra itu.

"Silahkan mbak Diandra. Oh ya, kenalin ini Banyu, teman merangkap supir saya hari ini." Mila memperkenalkan Banyu kepada Diandra. "Dia ini salah satu sahabat saya sejak SMA. Nyaris jadi saudara saya. Sekarang dia jomblo."

"Salam kenal mas Banyu. Eh, nggak papa kan saya panggil mas. Soalnya kalau dipanggil bapak kok kurang cocok ya." Diandra tersenyum manis kepada Banyu sembari mengulurkan tangan mengajak salaman. Banyu menyambut tangan Diandra namun tak lama.

"Iya nggak papa, mbak. Saya masih muda kok," jawab Banyu sopan. "Kurang cocok kalau dipanggil bapak. Apalagi saya kan cuma 'supir' bu Mila."

"Hadeeuh.. kok baperan sih disebut supir. Gue kan cuma bercanda, Nyu." Banyu tertawa melihat wajah Mila yang cemberut.

"Mas, kok bisa tahan sih punya istri kayak dia?" Tanya Banyu pada Dika.

"Justru sifat anehnya itu yang bikin saya jatuh cinta sedalam-dalamnya sama dia. Sifat dia itu yang membuat hidup saya menjadi lebih hidup dan tidak datar lagi." Jawab Dika sambil mengelus kepala istrinya.

"Ooh.. so sweet banget sih suamiku." Mila langsung bersandar di bahu Dika.

"Please deh, nggak usah umbar kemesraan di depan gue." Tegur Banyu.

"Makanya nikah, biar bisa mesra-mesraan." Balas Mila. "Mbak Diandra sudah menikah?"

"Sudah bu, tapi sekarang sudah cerai."

"Lho, kenapa cerai?" Tanya Mila penasaran. Jiwa keponya berontak.

"Woy, nggak sopan lo baru ketemu sudah kepo." Sekali lagi Banyu menegur Mila.

"Biar aja sih. Kenapa jadi elo yang sewot?" Balas Mila lagi.

"Nggak papa kok mas. Kebetulan kami bercerai karena ada masalah yang nggak bisa dimaafkan. Suami saya selingkuh dengan adik sepupu saya."

"Kenapa suaminya nggak poligami saja, mbak? Atau mbak Dian yang nggak mau dimadu?"

"Iya bu. Saya nggak siap dimadu. Jadi saya minta dia menjatuhkan talak kepada saya."

"Ibu-ibu, ngobrolnya sudahan dulu ya. Tuh, makanannya sudah datang. Kita makan siang, setelah itu silahkan lanjut ngobrol." Ucap Dika mengingatkan.

"Eh, aya si Kasep," Terdengar suara merdu menyapa rungu Banyu, saat mereka menikmati hidangan. "Kok nggak menyapa ambu di dapur?"

"Tadi abah bilang, ambu lagi sibuk di dapur. Banyu nggak mau mengganggu."

"Kamu sama siapa kesini?" Tanya Vina penasaran sambil memperhatikan Mila dan Diandra berganti-ganti. "Yang mana kabogoh si Kasep?"

"Ah ambu, mereka bukan pacar saya. Kenalin, yang ini Mila dan suaminya Dika. Kalau yang ini Diandra, sekretaris Mas Dika."

"Oh mas Dika ini yang minggu lalu makan siang disini bersama teman-teman kantornya ya? Kantornya yang di seberang situ kan?" Tanya ambu.

"Iya bu. Sejak saat itu saya ketagihan makan disini. Masakan di sini sesuai dengan selera saya." Jawab Dika. "Siang ini saya sengaja mengajak istri tercinta buat nyicipin makanan disini. Soalnya dia nggak percaya waktu saya cerita betapa enaknya makanan di sini."

"Ternyata suami saya nggak bohong, Bu. Makanan disini memang benar-benar menggoda. Semoga saja saya nggak ketagihan. Bisa bubar diet saya kalau sering kesini." Yang lain tertawa mendengar ucapan Mila.

"Aduh, terima kasih neng geulis buat pujiannya. Nanti ambu kasih kalian bonus surabi buat pencuci mulut."

"Wah, terima kasih bu untuk bonusnya." Ucap Mila.

"Sama-sama neng geulis. Kapan-kapan kalau kalian makan disini ambu bikinin kue jojorong. Ya sudah ambu tinggal dulu ya." Vina meninggalkan mereka.

"Wah, baik banget ya si ibu," Ucap Diandra. "Apa ini gara-gara ada mas Banyu? Kalau gitu kapan-kapan mas Banyu mau kan menemaniku makan disini?"

"Insyaa Allah kalau waktunya pas," jawab Banyu sambil tersenyum.

⭐⭐⭐⭐

"Nyu, gimana pendapat lo soal Diandra?" Tanya Mila saat mereka dalam perjalanan kembali ke kampus. "Cantik nggak?"

"Hmm... lumayan."

"Lumayan? Wah selera lo seperti apa sih? Cewek cantik, seksi begitu lo cuma kasih komen lumayan. Lo tau nggak, gue setengah mati jagain mas Dika supaya nggak kepincut sama sekretarisnya yg seksi itu."

"Mungkin memang selera gue nggak bagus Mil," balas Banyu. "Lo tau kan gue nggak suka wanita yang suka umbar aurat kayak gitu."

"Kalau masalah itu mah bisa dirubah Nyu. Elo liat kan bu Intan, dosen Perpajakan yang dulu suka pakai rok span pendek? Begitu dekat dengan pak Ray sekarang sudah mulai hijrah memakai hijab."

"Gue nggak mau seseorang memakai hijab karena permintaan orang lain, bukan murni karena keinginannya."

"Hidayah itu datangnya dengan berbagai cara Nyu. Ada yang memang Allah kasih langsung, ada yang melalui perantara orang lain. Misalnya pacar, calon suami, orang tua atau teman. Atau bisa juga melalui pengalaman hidup."

"Iya, Bu ustadzah. Sudah selesai ceramahnya?"

"Kenapa? Nggak suka dengar pendapat gue?" Mila balik bertanya.

"Suka kok. Cuma gue mau bilang kalau gue mau mampir sebentar ke supermarket yang di depan situ. Gue mau beli sesuatu buat ibu dan adik-adik."

"Oh ya, gimana kabar nyokap dan adik-adik lo?"

"Alhamdulillah baik. Tahun depan Aidan lulus SMA. Nabila persiapan mau masuk pesantren."

"Hmm Lumayan tuh biayanya. Ya sudah, lo kerja di tempat bokap gue aja. Supaya elo bisa mengumpulkan biaya buat adik-adik lo."

"Makasih tawarannya, Mil. Tapi sementara ini gue masih betah jadi tukang sayur." sahut Banyu sambil terkekeh. "Gue jadi tukang sayur aja banyak penggemar, gimana jadi pegawai kantoran."

"Narsis lo."

⭐⭐⭐⭐

Próximo capítulo