webnovel

BAB 14 - Siapa Risa?

"Risa sepupu El," tutur Anna membuat semuanya tersontak akan apa yang Anna katakan. Hanya Risa dan El saja yang bertingkah seolah tak terjadi apapun. Bukankah itu hal yang tak seharusnya terjadi dianatar mereka?

"Gue, El sama Risa memang udah bersandiwara dihadapan semua orang selama bertahun-tahun. Karena gue tau kebusukan Serli dibelakang gue," sambung Anna. Tangan Serli bergetar hebat. Tak meyangka jika Anna akan memegang kartunya seperti ini.

"Gue tau Feby orang yang paling lo jaga," Tatapan Anna menatap tajam pada Serli akan apa yang dirinya bicarakan.

"Dan Risa tau kalo sebenarnya Feby ada dipihak Serli," kata Anna lagi.

"Jadi kesimpulannya Risa selama ini cuman sandiwara? Jadi Risa bener-bener gak tertarik sama El?" tanya Reno yang dapat diangguki oleh Anna. Mereka semua sebenarnya tak pernha menyangka jika Anna akan seberani ini pada Serli. Ternyata Anna lebih cerdik daripada apa yang Serli bayangkan.

"Jauhin pisau itu dari Feby dan gue bakal lepasin El!" tegas Serli.

Tanpa menunggu lama Anna menjatuhkan pisaunya sembari menaikan kedua tangannya ke atas dan berkata, "Oke!"

Diluar logika, Feby dan juga Serli berlari meninggalkan mereka semua yang ada di gudang itu. Baru Reno melangkahkan kakinya untuk mengejar Serli dan juga Feby--

"Gak usah, lagipula mereka gak akan bisa pergi dari sini," kata Anna membuat Reno benar-benar menghentikan langkahnya.

Anna mendekatkan diri pada El. Dengan telaten Anna mencari kunci yang mampu membuka gembok tersebut. Dirinya yakin kunci itu akan ada disekitarnya.

"Anna! Ini!" kata Rachel sembari memberikan kuncinya pada Anna. Anna mengagguk dan segera membuka gembok itu.

***

"So, kenapa Serli sama Feby gak bakal kabur dari sini?" tanya Radit pada Anna.

Semuanya mengagguk menyetujui sembari menatap Anna.

"Seperti yang udah kalian denger kalo Serli udah jadiin gue tumbal, yang sebenernya ngejar El itu Serli bukan Risa. Gak salah kalo Serli ambil langkah gegabah," kata Anna. Bahkan El sendiri pun penasaran dengan semua ini. Tak ada yang dapat El katakan lagi selain mendengarkan apa yang akan Anna katakan selanjutnya.

"Konsekwensinya adalah, ketika gue udah jadi tumbal kalian semua bisa pulang. Sosok yang terus ngagaggu kalian dan minta tolong adalah jebakan. Memang sosok itu beneran ada dan waktu sosok itu ngerasukin Risa, itu bener adanya," bener Anna lagi membuat semuanya mengangguk dalam diam.

"Terus apa yang mesti kita lakuin?" tanya Reno.

"Ngadain ritual tanpa pihak yang bersangkutan dan kita harus--

"Gak!" tukas El membuat Anna mengalihkan arah pandangnya. El menatap Anna tajam, sudah dipastikan jika El tak akan setuju dengan ide gila ini.

"Pihak yang bersangkutan?" tanya Radit.

"Serli," jawab Anna.

"Gue juga gak setuju," kata Reno.

"Karena bos gak setuju," sambung Reno membuat Anna memutar bola matanya malas.

"Gue juga gak setuju kalo itu bisa ngebahayain diri Lo sendiri," timpal Radit.

"Justru itu, kita harus ngambil peluang. Satu-satunya cara buat kita keluar dari sini ya itu," kata Anna berusaha meyakinkan.

"Itu berarti Lo punya kesempatan juga buat selamet Na?" tanya Risa yang dapat diangguki oleh Anna.

"Selama kita berusaha seharusnya kita coba, gimana?" tanya Rachel. El, Reno dan juga Radit menatap tajam dirinya seolah ingin memakannya hidup-hidup.

"Iya, selama kita yakin, tekun dan percaya. Semua akan baik-baik aja," kata Anna.

"Udah, percaya sama gue. Kita bakal baik-baik aja kok," sambung Anna. Mereka semua diam menunduk.

"Diem tanda kalian setuju, fix lusa kita mulai ritualnya! Gak ada bantahan!!" kata Anna antusias. Tak ada yang tau dibalik itu semua terdapat kekhawatiran Anna yang begitu dalam.

"Ta-- tapi

"Gak ada tapi- tapian. Semua siap lusa!" tukas Anna sembari pergi meninggalkan mereka.

***

"Sini," kata El pada Anna. Hari masih terang, itu berarti ini masih siang mengingat seluruh jam mati disini. Mungkin sesaat lagi akan ada badai yang menerkam.

Anna menghampiri El dan duduk dipangkuan pria tampan yang sialnya sangat memikat. Pembawaan El begitu dingin, wajahnya begitu datar. Anna tidak bodoh, ia tau jika El tengah marah padanya.

El semakin menarik Anna agar semakin merapat dengannya, dilihatnya Anna yang tampak tersenyum menyemangati. Jangan tanyakan bagaimana perasaan El, dirinya tau jika Anna tengah menyimpan ketakutan yang begitu mendalam.

"Malem ini kita semua. Reno, Radit, aku, kamu, Rachel sama Risa tidur di ruangan yang sama. Kita tidur di ruangan yang sama, ditempat Radit sebelumnya. Biar luas dan ada toilet di dalam juga, kita juga bakal bawa makanan, air sama cemilan biar sebisa mungkin kita gak keluar. Gak ada yang tau kalo nanti malem bakal ada badai yang da--

"Naa," tukas El sembari menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Anna. Anna tersenyum sembari mengusap rahang El lembut.

"Aku gak mau kamu kenapa-napa," kata El.

Anna mengagguk memahami apa yang Ek takuti, hanya saja itu semua sangat sulit dipahami, tak ada yang dapat menghentikan ini. Mau bagaimana pun juga lambat laun mereka semua harus pulang. Anna tak ingin mereka terjebak disini selamanya hanya karena dirinya.

***

"Pasti ada alasan kenapa Anna nyuruh kita semua buat tidur di kamar yang sama malam ini," kata Reno yang dapat diangguki oleh semuanya. Hanya Anna dan El lah yang tidak ada diantara mereka.

"Gue jadi ngeri," sambung Reno.

"Siapin aja semuanya, kita gak tau apa yang akan terjadi nanti," kata Risa membuat semuanya mengangguk.

"Btw, Serli sama Feby kabur kemana ya?" tanya Reno.

"Yang pasti bukan ke dunia asal," jawab Risa seolah yakin.

"Kok Lo bisa yakin?" tanya Reno heran saat mendengar jawaban Risa yang begitu yakin.

"Kita semua, termasuk si Serli sama si Feby gak akan bisa keluar dari area ini sebelum Risa jadi tumbal," tutur Risa membuat semua terdiam sembari mengagguk.

"Gue jadi kangen rumah," lirih Reno.

"Gue juga kangen Mami," kata Risa menimpali.

"Pada dasarnya kita rindu suasana kota," ucap Radit dingin. Radit pun merasa begitu, merindukan rumah, kedua orangtua dan suasana kota yang ramai. Memang benar Radit tak menyukai keramaian, dirinya lebih senang berada di tempat sepi dan sunyi, namun jika keadaannya begini dirinya tak ingin.

"Yakin aja, kita semua pasti bisa pulang," kata Rachel menyemangati. Mereka semua terdiam, merasa situasi yang akan mereka hadapi bertambah begitu sulit. Semuanya tergantung pada takdir. Entah sudah berapa hari mereka disini, yang jelas semuanya tampak tak bisa lagi dipahami.

Di balik itu semua, ada keyakinan dan tekad yang kuat. Tak ada alasan untuk menyerah.

"Loh kok gelap?" tanya Risa kala langit tiba-tiba saja berubah menjadi gelap, padahal beberapa detik yang lalu langit yang mereka pandangi jelas memancarkan sinar.

Próximo capítulo