"Hehehe, manja, nggak malu sama istrimu," ledek Uminya. Sofil terbungkam dan pasrah ketika Ainun meneteskan obat merahnya.
"Tidak sakit, hanya lebay," ucapanya beralasan.
"Kalau aku ngalami kayak gini ya kesakitan," ujar Ainun sambil meniupi.
"Sudah. Sepuluh menit lagi azan," ujarnya sambil mengangkat kakinya. Menurunkan kelantai.
"Walah ... putra Umi ternyata suaranya merdu," puji Uminya. Ainun berdiri lalu mengulurkan tangan.
"Aku bisa sendiri," ucap Sofil berusaha berdiri dia berjalan pincang.
'Biyung ... lebih marodo kaki ini. Hiks,' batin Sofil.
Ainun membantu mertuanya membersihkan meja makan. Sofil menoleh.
"Hai ...." panggilnya tidak menyebut nama istrinya. "Hai ... Ainun," teriaknya, Ainun hanya menunjukkan kepalanya. Sofil menghadap namun matanya tidak berani menatap.
"Awas kalau bicara tentang qiroat!" ketusnya, Ainun mengerutkan kening lalu menahan tawa. Dia hanya mengode tanda oke dengan jarinya.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com