webnovel

MISTERI

"Tap. Tap. Tap...."

Aku menghentikan langkahku, kupertajam indra pendenganku, lalu sesaat ku coba lagi melangkah perlahan.

"Tap.... Tap... Tap..." Kembali kudengar suara langkah kaki di belakangku.

Seperti ada yang mengikutiku dari tadi.

Dengan cepat aku menoleh kebelakang, namun tak ada seorangpun.

Aku berjalan dengan cepat, suara itu juga berjalan dengan cepat pula. Bahakan ketika aku berlari suara itu juga ikut berlari.

Ketakutanku membuatku tak sadar kemana aku melangkah, hingga kusadari aku berada di dalam ruang yang sangat lembap gelap kotor dan ruang ini lama tidak di gunakan.

"Aku dimana ini?" batinku.

"Heh kamu Siapa? Keluar jangan sembunyi... Apa maumu katakan...." Kuberani-beranikan meneriaki mahkluk itu, walau sebenarnya rasa takut terus menyelimuti.

Ku edarkan pandanganku keseluruh ruangan, seketika itu juga di sebuah sudut kulihat sosok gadis yang biasa mengikutiku tertunduk membelakangiku.

Kuberanikan kaki ini melangkah mendekatinya. Sekitar jarak beberapa meter gadis itu membalikan badanya menghadap kearahku dengan wajah yang masih tertunduk.

Kuhentikan sejenak langkahku, aku lebih berhati-hati.

Hanya dengan mataku berkedip tiba-tiba saja sosok itu sudah berdiri tepat di depanku.

"Haaaah...." belum sempat aku berteriak sosok itu memegang tanganku.

Sektika semua pandanganku tertutup, kesana kemari hanya gelap gulita, tak ada apapun yang nampak dimataku. Hitam dan gelap saja.

Entah berap kali kaki ini melangkah, di depan sana tak jauh dari tempatku berdiri kulihat ada seberkas cahaya.

Ku amati cahaya itu. Kudekati, di sama terlihat seorang berseragam putih abu-abu keluar dari sebuah rumah kayu yang sederhana.

Kulihat lagi gadis itu bersalaman pada seorang pria yang kuduga kuat pria itu adalah ayahnya.

Gadis itu pergi melangkah meninggalkan rumah untuk bersekolah.

Sekolahan itu... Tidak asing bagiku... Dimana... Itu sekolahanku... SMAku tempat dimana aku belajar. Iya tak salah lagi...

Dia adalah gadis yang sederhana pendiam dan memiliki kecerdasan yang tinggi.

Dia disukai oleh semua guru di tempat dia sekolah...

Namun beberapa anak geng yang gayanya boleh tapi kecerdasannya pas-pasan mereka sangat membenci gadis itu.

Gadis lugu yang baik, tapi masih saja ada mata-mata jahat yang ingin mencelakainya.

Gadis itu selalu di bully oleh 5gadis dalam geng itu, di katakannya bahwa dia miskin dan tak sebanding dengan mereka atau yang lain.

Hingga gadis iu menangis dan berlari kesebuah lorong yang sepi. Dan lorong itulah yang jadi tempat gadis sederhana iu untuk menenangkan dirinya.

Belum berheni dari isakanya ke 5 anak geng itu kembali mendatangi gadis itu, mereka memaki dan memukuli.

Rupanya mereka dendam karna tidak di beri contekan ketika mengerjakan ulangan harian tadi.

Gadis itu bereriak histeris saat mereka menendang memukul, dan membenturkan kepalanya pada tembok.

Tubuhnya sampai lemah dan bersimbah darah namun kelima anak itu tidak memiliki rasa iba sedikitpun.

malah salah satu anak memukul tengkuknya dengan besi batangan sebesar lengan.

Berakhir teriakan gadis itu dan tangisannya beserta usianya. Dia telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam waktu itu juga.

Sesaat kulihat kelima anak itu panik takut bingung dan saling menyalahkan, lalu akhirnya mereka membawa jenazah gadis itu kedalam sebuah toilet dan menguncinya dari luar.

Seketika ayah gadis yang malang itu, yang bagiku tidaklah asing, menanti kepulangan putrinya namun hingga malam tiba purinya tak kunjung  juga pulang.

Gelisah mulai menyelimuti hati sang ayah, dan dia memutuskan untuk menyusul kesekolahannya, namun tak ada seorangpun di sana kecuali satpam yang sudah akan meninggalkan sekolahan.

Sang ayah pulang dengan rasa sedih kecewa bercampur, kecemasannya semakin bertambah ketika sampai di rumah anak gadisnya masih juga belum datang.

Sedangkan malam itu, beberapa gadis berusaha membobol kunci pagar. Dengan cepat mereka masuk lokasi sekolah menuju toilet dimana dia meletakan jenazah temannya.

Mereka berlima menggali tanah di belakang sekolahan dan mengguburkan jenazah itu begitu saja.

Próximo capítulo