webnovel

GERALD:EUWY|| Bunglon [✓]

"Alder mana?" tanya seorang cowok yang baru datang dengan seragam sekolahnya itu, memasuki kantin dan ikut duduk di sebelah Gerald.

Gerald hanya mengangkat bahunya, pertanda cowok itu tidak mengetahui keberadaan Alder.

"Dari kemarin tuh anak gak keliatan, kira-kira kenapa ya?" Vian mengusap dagunya. "Menurut Lo kenapa?"

"Mati kali," sahut Gerald bodo amat.

Vian memandang Gerald sedikit terkejut, "sekate-kate Lo ngomong, kalo beneran gimana?"

"Baguslah," Gerald membakar ujung rokoknya lalu menghisap dan menghembuskan asap rokok yang mengandung karbonmonoksida tersebut.

Vian hanya menatap Gerald malas, percuma panjang lebar kali tinggi berbicara dengan cowok itu, jawaban nya tentu sangat singkat.

Gerald tidak benar-benar serius dengan ucapannya, cowok itu hanya malas untuk berbicara. Bohong jika tidak bertanya kemana Alder sahabatnya itu berada. Cowok playboy itu tumben sekali menghilang tanpa kabar sama sekali.

Bahkan hingga jam istirahat, Vian dan Gerald masih bertanya-tanya dimana Alder, biasanya cowok itu paling ribut di grub atau bahkan kadang spam Chet pada Vian atau pun Gerald, hanya untuk mengucapkan selamat pagi, siang, sore dan malam atau bahkan hal tidak penting lainnya.

"Kok gue ngerasa kesepian, ya? Alder kemana sih?!" gerutu Vian merasa khawatir kepada sahabatnya itu.

"Tenang aja, mungkin lagi sibuk," sahut Gerald lalu menyeruput es teh manisnya.

Vian menghela nafas gusar, cowok itu makan makanannya tidak nafsu, biasanya Alder selalu banyak omong ketika ketiganya sedang makan atau pun merebut minuman sisa Gerlad dengannya.

Berbeda dengan ketiga gadis cantik yang sedang berjalan di koridor, ketiganya terus tertawa tidak jelas bahkan lelucon receh pun mereka ter tawakan. Benar-benar selera humor yang sangat rendah, bukan?

"Lo udah nggak pusing lagi kan?" tanya Dinda sedikit khawatir pasalnya gadis mungil yang ada disebelahnya itu tadi dikelas mengeluh karena sakit kepala.

Gina menggeleng lalu tersenyum, ia senang memiliki kedua sahabat yang baik dan perhatian padanya, ya meskipun keduanya sedikit sarap.

"Gue lagi malas ke kantin nih, ke rooftop aja yuk!" ajak Riri lalu di angguki cepat oleh Gina dan Dinda.

Ketiga gadis itu langsung berlari ke rooftop, pasalnya jam-jam segini siswa cowok sudah ramai bersantai di sana.

"Huft!" Ketiganya menghela nafas saat sampai di atas, Gina mengedarkan pandangannya mencari siswa-siswi yang lain, tapi sepertinya saat ini rooftop sedang sepi.

"Untung sepi, sumpah gue males banget ke kantin, pengap!" Riri merentangkan tangannya menikmati angin yang menerpa rambutnya.

"Duduk di sana yuk," tunjuk Dinda pada sofa usang yang tak jauh dari pinggir rooftop.

Ketiganya berlari, lalu duduk sambil menatap langit yang cerah tanpa awan.

"Gue mau cerita sama kalian, tapi jangan heboh oke!"Gina menatap Riri dan Dinda bergantian karena gadis itu duduk ditengah-tengah.

"Cerita apa?" sahut Dinda.

"Gerald bilang gue murahan," ucap Gina pelan namun dapat didengar jelas oleh Riri dan Dinda.

"WHAT THE--" Dinda menggantungkan ucapannya kaget.

"Seriusan?" Giliran Riri yang ter pekik kaget.

Gina mengangguk, "sumpah hati gue hancur banget, pas Gerald ngomong gitu, yang gue rasain tuh kek lemes, nggak berdaya, gitu. Sepertinya apa yang gue perjuangin selama ini sia-sia. Gerald gak luluh ataupun tersentuh sama gue," jelasnya lalu menunduk.

Dinda merangkul Gina begitu juga dengan Riri, kedua gadis itu ikut sedih mendengar cerita cinta sahabatnya yang miris.

"kok bisa sih, Gerald bilang Lo murahan?" Riri melepaskan rangkulannya kemudian menatap manik mata Gina.

"Gerald muak sama gue, katanya cara gue itu murahan," jelasnya.

"Tapi Gerald keterlaluan banget! Emang tuh cowok gak punya hati! Dia juga punya ibu, seharusnya dia tau dong batasannya!" celetuk Dinda tak terima.

"Boleh marah, boleh kesel, boleh muak. Tapi gak gitu juga kali! Sebenci itu kah dia sama Lo?!" lanjut Dinda dengan emosi yang meletup-letup.

Gina menghela nafas pelan, " tapi Gerald udah minta maaf dua hari yang lalu, dia juga nolongin gue pas kehujanan dan sakit. Plus dia juga yang ngerawat gue," papar gadis itu sedih.

"Gimana? Gimana? Kok bisa? Katanya ngatain Lo murahan kok tiba-tiba baik?" Masih dengan emosinya, Dinda semakin penasaran akan cerita Gina yang menurutnya sangat aneh.

Gina menghela nafas, gadis itu menceritakan semua kejadian yang dialaminya dua hari yang lalu, mulai dari kenapa dia pulang sampai kehujanan, hingga Gerald merawatnya di rumah cowok itu.

"Gue ada satu kata buat tuh, cowok," ujar Riri.

Gina dan Dinda lantas langsung menoleh kompak ke arah Riri.

"Bunglon." ucapnya.

"TRUE!" seru Dinda dan Gina, kompak.

"Lo liat aja nanti, pas gue deketin lagi, pasti cuek." ramal Gina dengan tersenyum tipis.

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, seluruh siswa-siswi berhamburan keluar kelas dengan riang. Ketiga gadis yang baru saja keluar dari kelas saling merangkul dan bercanda tawa.

"Guys gue mau eksperimen, Lo berdua mau liat gak?" tanya Gina pada Riri dan Dinda.

"Eksperimen apaan? Tai jadi bubur?" ceplos gadis yang paling tinggi diantara Dinda dan Gina.

"Tai aja pikiran Lo, Ri, Ri," celetuk Dinda menatap Riri malas.

"Lo berdua ikut! Sebelum Gerald pulang!" Gina menarik kedua tangan sahabatnya itu sambil berlari ke parkiran.

Untung saja belum terlambat, Gina dan kedua sahabatnya itu bersembunyi dibalik pohon besar yang ada diparkiran.

"Lo berdua liat ya, tadi kan Riri bilang Gerald bunglon, nah gue mau mastiin. Emang sih tu cowok suka berubah-ubah moodnya." jelas Gina pada Dinda dan Riri yang hanya mengangguk nurut.

Lakon pun dimulai, Gina berjalan kearah motor Gerald dan Vian terparkir.

"Hai!" sapanya ramah.

"Udah sembuh Gin?" tanya Vian.

Gina mengangguk, "udah kok! Ini semua berkat Gerald, kalo enggak mana mungkin bisa berdiri disini, ya kan sayang?" gadis itu beralih menatap Gerald yang menatapnya datar.

Tidak ada sahutan, ataupun respon dari cowok itu. Gina berdecak kesal. 'Emang bener ya nih cowok bunglon!' batinnya.

"Ger, makasih ya," ucap Gina tulus.

Cowok jangkung yang duduk di atas motor besarnya itu hanya ber dehem pelan.

"Gue boleh nebeng gak ,pulangnya?" tanyanya lagi.

"Gak!" tolak cowok itu cepat.

"Ih kemarin aja baik banget sama gue, tapi kenapa jadi galak banget!" cibir Gina.

"Tau nih Ger, kemarin aja sampe panik bukan main," tambah Vian menggoda Gerald yang menatapnya tajam.

Gina terkejut, kemudian bertanya, "yang bener, An?" Cowok itu mengangguk, membenarkan.

"Cieee yang udah suka sama Gina, ciee!" ejek gadis itu terkekeh pelan.

"Bacot lo!" ketus Gerald kesal.

"Cieeeeeeeeeeeeeeeee," seru Dinda dan Riri yang keluar dari persembunyiannya, kedua gadis itu menghampiri Gina, Gerald dan Vian.

Vian menatap kedua gadis itu binggung, "Lo berdua nguping?" tanyanya.

"Gak gue jawab juga, Lo udah tau jawabannya," balas Riri sedangkan Dinda langsung menyenggol bahu gadis itu.

"Iya An, soalnya Gina lagi mau bereksperimen katanya," jawab Dinda lembut membuat Riri yang mendengarnya terlihat ingin muntah.

Vian hanya mengangguk singkat.

"Gimana si Gerald, bunglon kan?" tanya Gina pada dua sahabatnya.

Riri dan Dinda mengangguk. "Kalo Lo emang suka sama Gina, jangan banyakin gengsi Ger!" ceplos Dinda.

"Denger tuh Ger! Makanya kalo udah suka sama gue itu bilang, jangan gengsi!" tambah Gina lalu terkikik, tidak tahu malu memang, tapi ya itulah Gina. Gadis remaja yang tingkat kepercayaan dirinya yang sangat tinggi.

Gerald tidak menanggapi ucapan para gadis bawel itu, dia hanya diam lalu menoleh pada Vian.

"Balik?" tanyanya lalu di angguki oleh cowok itu.

"Tunggu!" kata Gina menghentikan pergerakan kedua cowok itu, yang hendak memaki helm. Gina berjalan mendekati Gerald yang duduk di atas motor.

"Bisa nunduk? Gue gak kesampaian," pintanya, dan entah kenapa Gerald langsung menurut. Dia pun menundukkan sedikit tubuhnya.

Cup!

"Saranghae, jangan cuek-cuek ya? Kalau udah suka sama gue, langsung bilang aja. Biar gue gass bawa Lo ke KUA sekalian," ujar Gina lalu menjauh dan menarik kedua sahabatnya yang masih cengo pergi dari sana.

Sedangkan Vian mengerjapkan matanya berkali-kali, ia masih tak percaya apa yang ia lihat barusan.

"Ger!" panggil cowok itu.

Gerald menoleh, dia bahkan terlihat linglung.

"Gue rasa Lo harus cepat-cepat buat keputusan deh, dari pada ujung-ujungnya Lo nyesel," saran Vian.

[Sudah direvisi✓]

Próximo capítulo