webnovel

SEBUAH AWAL YANG TAK SEHARUSNYA TERJADI BAGIAN 1

Beberapa hari setelah Rina sepakat untuk membantu Andi

POV Rina

Jam di dinding menunjukan pukul 4 sore, skenario telah disusun, hari itu rencananya bang Andi akan mengajak pak Frans Wenda untuk datang kerumah secara dadakan, pura-pura tanpa sepengetahuanku.

Saat nanti sudah dirumah, bang Andi akan pura-pura belanja ke supermarket, agar aku bisa memasakkan sesuatu buat pak Frans Wenda, disaat itu kesempatan untuk berdua dengan pak Frans Wenda. Aku jadi penasaran bagaimana situasi nanti, aku lalu mengambil baju yang akan ku gunakan nanti.

Kemaren aku dan bang Andi, menyempatkan ke mal untuk membeli kostum untuk projek ini. Karena demi natural sandiwara yang akan kami mainkan, aku dan bang Andi membeli daster rumahan. bang Andi memilihkan daster kemben tali kecil di pundak, dengan panjang sampai betis,

Aku memakai daster tersebut, kupatutkan diriku di hadapan cermin, wow seksi sekali, kulit pundakku yang putih mulus terpampang jelas, begitu juga betis indahku.

Apa bra ini kulepas saja ya? kan wajar kalau dirumah gak pake Bra

Kemudian aku lepas beha yang kukenakan, ehmm seksi banget ya. Gesekan putingku dengan kain daster yang kukenakan, semakin menambah gairahku.

Apa yang aku lakukan ini?, aku berdandan seperti wanita binal yang bertujuan agar lelaki lain napsu, apa aku sudah gila?.

Semakin aku memikirkan semakin basah selangkanganku, membayangkan pria lain selain suamiku yang menatap diriku dengan penuh napsu, membuat hatiku semakin berdebar.

Pak Frans Wenda tinggi besar seperti itu pasti penisnya juga besar, aduhhhh..Rina apa yang kamu pikirkan..? semua ini gara gara semalam Dona mengirimkan foto bosnya yang telanjang bulat dengan penis besar menjuntai.

Ohhh...kenapa aku jadi sebinal ini ?

Pikiranku berkecamuk bagaimana cara menggoda bos suamiku itu tanpa terkesan murahan. Apa perlu dasterku pura-pura tersingkap sehingga pahaku terlihat, ohhh ihhh, aku meraba vaginaku, rasanya berdenyut. Tiba tiba.

"Assalamualaikum bund," suara suamiku pulang.

Ohh gimana ini?

Aku benar-benar gugup. Bahkan aku sampai lupa mengenakan beha kembali.

"Walaikumsalam," jawabku, aku pura2 kaget (sebenarnya kaget juga), walaupun aku tau pak Frans Wenda datang, tapi tetap aku kaget.

"Ohh ada pak Frans Wenda," kataku saat melihat beliau sudah duduk di ruang tamu.

Kulihat pak Frans Wenda juga kaget dengan penampilanku, biasanya dia melihatku dengan baju gamis, sekarang sebagian kulit mulusku tersingkap.

Kulihat pandangannya padaku melekat tajam, aku melihat harimau lagi, kali ini aku yakin ini harimau asli.

"Maaf pak, saya gak tau pak Frans Wenda akan bertamu, kok ayah gak kabarin sih," rajukku pura-pura kepada suamiku, dengan nada suara yang kumanjakan.

"Ayah tadi udah telpon bunda mau suruh siapin makanan buat pak Frans Wenda tapi gak diangkat." jawab suamiku (ternyata suamiku pintar juga berimprovisasi).

"Aduh...bunda belum masak yah, tadi abis setrika pakaian, hp juga bunda charger, gimana dong, apa ayah order go food aja," ucapku lagi.

"Gak usah repot bu, gak apa-apa kok bu Rina, pak Andi," ujar pak Frans Wenda.

"Wah masa pak Frans Wenda makan sembarangan sih! dia kan kangen masakan bunda kaya tempo hari makanya ayah ajak pak Frans Wenda ke rumah," ucap suamiku seolah kesal.

"Ok gini aja, ayah ke supermarket dulu sebentar, beli kebutuhan buat masak bunda, gak apa2 kan pak tunggu sebentar, maaf loh pak," lanjut suamiku kemudian.

"Waduh, pak Andi gak usah repot, gampang nanti saya makan di jalan aja," jawab pak Frans Wenda.

"Gak repot kok pak, sebentar ya pak, supermarketnya juga deket," kemudian suamiku segera keluar dan tak lupa menyuruh aku membuatkan minuman untuk pak Frans Wenda.

Sepeninggal suamiku, aku segera membuatkan minuman untuk pak Frans Wenda, lalu aku ke ruang tamu untuk membawakan minuman tersebut.

Aku mengenakan pashmina untuk menutup pundakku yang terbuka, terlihat pak Frans Wenda agak kecewa dengan pashmina tersebut.

Aku lalu duduk di hadapan pak Frans Wenda. Kami terlihat canggung, "Apa supermarketnya dekat bu?" tanya pak Frans Wenda, kulihat matanya menatap tajam betis indahku.

"Gak terlalu jauh kok pak, maaf ya pak, saya gak tau kalo pak Frans Wenda datang," jawabku sambil tersenyum. "silahkan diminum kopinya pak," ucapku kemudian.

"Terima kasih bu, ohh kopi hitam ya, saya sih sebenernya suka kopi susu bu," ucap pak Frans sambil menekankan kata susu.

"Ohh maaf, biar saya buatkan pak," jawabku sambil berdiri.

"Gak usah bu, gak apa, ini juga gak apa, gak usah pake susu," sekali lagi pak Frans Wenda menekankan kata susu sambil menatap wajahku.

"Pak Andi beruntung ya punya istri secantik ibu," lanjut pak Frans Wenda mulai menggoda.

"Ah pak Frans Wenda bisa aja, masa ya saya cantik," ucapku dibuat manja.

"Bolehkah saya memangil ibu dengan adek saja, biar lebih enak," tanya pak Frans Wenda.

"Teserah bapak aja," jawabku senyum yang pasti membuat pak Frans Wenda semakin geregetan.

Percakapan kami semakin cair, pak Frans Wenda pandai bercerita lucu, membuat aku tertawa cekikikan, dan suasana mulai lebih cair.

"Dek Rina apa gak panas menggunakan selendang itu?" tiba2 pak Frans Wenda bertanya tentang pashmina yang aku kenakan untuk menutupi pundak.

"Panas sih pak, tapi saya kan pakai baju terbuka, takutnya dianggap gak sopan sama bapak." jawabku.

"Masa ya saya bilang gitu, justru saya sukanya waktu tadi dek." pak Frans Wenda semakin berani.

"Ohh gitu pak, soalnya saya malu sih pak, tadinya saya gak tau kalau ada tamu, malah belum sempat pake beha, eh maaf," aku juga bingung kok aku semakin berani ya.

Pak Frans Wenda yang sedang minum kopi jadi tersedak mengetahui aku gak pakai beha.

Kopi yang diminumnya bercecaran di celananya, spontan aku berdiri dan membantu mengelap celananya dengan pashmina yang menutupi pundakku.

Saat membantu mengelap celananya aku terkejut melihat bentuk yang menyerupai botol minyak telon di balik celananya.

Kulihat pak Frans Wenda tersenyum, sepertinya dia menangkap basah mataku yang melihat gundukan dibalik celananya.

"Gak apa-apa dek, nanti juga kering sendiri?" ujarnya sambil memegang tanganku.

Aku hanya diam membiarkan, tubuhku mulai terasa hangat.

Ya tuhan..apa yang terjadi, bulu kudukku terasa berdiri semua saat pak Frans Wenda mengelus punggung tanganku, segera aku menarik tanganku.

Tak lama suamiku Kembali.

***

AFTER DINNER

Setelah makan malam, kami bertiga kembali berkumpul di ruang tamu.

Pak Frans Wenda tak henti-hentinya memuji masakan Rina, sambil matanya terus terusan mencoba menembus bagian dada Rina.

"Pak Andi mohon maaf kalau saya lancang, bolehkah saya minta bantuan bu Rina menemani ke undangan pernikahan, kebetulan saya gak ada yang menemani, soalnya canggung kalo datang sendiri, lagipula kenalan saya gak banyak disini," ucap pak Frans Wenda.

"Ohh gitu ya pak, saya sih gak apa-apa, tapi Rinanya bisa gak?" tanya Andi ke istrinya.

"Ohh ya gak masalah yah, bunda bisa nemani pak Frans Wenda," jawab Rina cepat, Andi sebenarnya terkejut dengan begitu cepatnya istrinya menjawab.

"Terima kasih bu, besok malam saya jemput jam 7 malam ya, baiklah saya pamit dulu karena sudah malam." ucap pak Frans Wenda.

***

POV Rina

Setelah melihat gundukan dibalik celana pak Frans Wenda, aku jadi terhenyak. Pikiranku melayang membayangkan bentuknya, ohh aku kok jadi mesum gini.

Aku mengelus punggung tanganku yang tadi disentuh pak Frans, entah kenapa ada rasa berdesir di relung sanubariku, teringat saat tadi aku dengan berani menggoda pak Frans dengan bilang aku tidak pakai bra, Ya ampun, aku menyadari perubahan diriku yang mulai sedikit binal.

Suamiku segera bertanya padaku tentang apa yang terjadi saat dia ke supermarket.

Aku menceritakan semua pada suamiku secara detail, dan seperti yang kuduga, dia berubah beringas, aku ditariknya ke ranjang, kami bersetubuh dengan panas, kali ini suamiku mampu memberikan aku orgasme.

Namun setelah kusadari, bukan karena permainannya yang meningkat, tapi karena aku membayangkan penis pak Frans Wenda yg keluar masuk vaginaku, yang membuat aku jadi bergairah.

Ya Tuhan, aku mulai membayangkan penis orang lain menyetubuhiku.

***

Próximo capítulo