Sesampainya di sekolah, kini Alfaro terus bersama Echa, ia terus berada di sisi Echa yang terlihat murung dengan tatapan kosong nya. Alfaro mencoba memecah suasana dengan menyibuk kan diri dengan mengajak nya bermain, belajar, dan pergi makan ke kantin, dan hal itu membuat Echa sedikit merasa bisa melepas beban hidup nya untuk sementara waktu.
Satu hari di sekolah terasa sangat singkat bagi Echa, kini bel telah berdering, terdengar nyaring di seluruh area sekolah, ketenangan sekejap yang Echa rasakan telah berakhir, ia harus kembali memasuki rumah yang seperti neraka bagi Echa.
"Echa, mari ku antarkan pulang." ujar Alfaro menawarkan diri untuk mengantar gadis itu.
"Tidak perlu, mari kita pulang sendiri-sendiri." tolak Echa dengan sedikit senyum tipis dari bibir nya.
"Kenapa ? Lagian kita akan naik bus lagi, yuk barengan." ajak Alfaro tak menyerah.
"Bus kita berlawanan arah, itu hanya akan membuang-buang waktumu." Echa tetap menolak ajakan Alfaro.
"Kalau kamu memang tidak mau, baiklah, hati-hati di jalan, ingat selalu tersenyum ok." ujar Alfaro sembari berpesan untuk Echa agar selalu tersenyum.
"Baiklah, busku sudah datang, aku duluan." ucap Echa yang kini melihat sebuah bus ke arah rumah nya telah datang.
"Ok, hati-hati, sampai jumpa lagi besok." kata Alfaro sembari melambaikan tangan nya.
"Jangan coba-coba datang ke rumahku lagi." ujar Echa memperingati Alfaro yang selalu datang tiba-tiba tanpa memberitahu terlebih dahulu sebelum nya.
"Haaaish kamu teman yang kejam, anak lain sangat mengharapkan aku datang ke rumah mereka, kamu malah mengusirku." cerca Alfaro.
Bus pun mulai melaju, meninggal pemuda tampan itu sendiri di sana.
"Naik bus sangat melelahkan, berdesak-desakan dengan orang banyak, mending aku minta supir untuk menjemput ku sekarang, buat apa naik bus jika tidak ada Echa." batin Alfaro yang sebenar nya sangat tidak suka mengendarai kendaraan umum. Namun, ia rela melakukan nya demi gadis yang ia sukai.
Seorang gadis duduk di kursi pojok belakang bus, mata nya menatap kosong ke luar jendela, pikiran nya entah pergi kemana ? Bus telah melalui banyak pemberhentian di setiap halte, dan kini Echa masih saja duduk termenung di sana, hingga bus tersebut berhenti di pemberhentian terakhir, semua penumpang yang tersisa turun meninggalkan kendaraan umum, hanya menyisakan Echa seorang diri di sana. Supir yang menyadari hal itu pun mengingatkan Echa, ia memberi tahu bahwa kini mereka telah sampai di pemberhentian terakhir.
"Nona muda, kita sudah sampai di pemberhentian terakhir, silahkan turun." Kata pak supir membuyarkan lamunan gadis itu.
"Baiklah, maaf." ucap Echa datar yang kemudian melangkah turun keluar dari bus tersebut.
Bus kembali melaju, meninggalkan Echa sendirian yang berdiri mematung di halte bus yang kini sunyi, senyap, dan gelap.
Echa yang merasa sangat malas untuk pulang, tapi ia juga tidak ada tempat untuk di tuju pun akhir nya hanya bisa duduk dengan tatapan kosong di halte bus tersebut.
Malam semakin larut, dan Echa masih tetap di sana, mata kosong nya memandang langit gelap dimana ada rembulan dan bintang-bintang yang bersinar terang menemani kesedihan nya. Namun, semua itu tidak bertahan lama, sinar terang itu mulai meredup, saat awan hitam beserta petir datang, menutupi sinar terang yang sempat menjadi teman Echa barusan.
Terlukis sebuah senyum getir dari bibir Echa, ia merasa alam pun berpihak pada kesedihan nya, bahkan alam tak ingin melihat nya bahagia walau pun hanya sekejap saja.
"Sangat kejam, bahkan kalian tidak mau berpihak padaku, tidak bolehkah aku meminta sedikit sinar terang mu ?" ucap Echa dengan di iringi senyum getir yang terlihat sangat menyakitkan.
Beberapa saat kemudian, langit kini menjadi gelap gulita, air hujan mulai berjatuhan dengan begitu deras, Echa masih tetap saja duduk dengan tenang di tempat nya, ia bahkan tak menghiraukan apa pun yang telah terjadi di sekeliling nya.
_______________
Di sebuah mansion yang begitu mewah dan megah, terlihat seorang wanita paruh baya sedang mondar-mandir kesana kemari, ia terlihat seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu, wajah nya memperlihatkan kecemasan yang begitu besar, tangan nya tak ada henti-henti nya terus memain kan ponsel, seperti nya dia sedang mencoba menghubungi seseorang di seberang sana.
"Apa yang kau lakukan disini ?" Tanya seorang pria tampan yang kini baru saja memasuki istana megah nya dengan setelan jas hitam.
"Itu, anu tuan, non Echa belum pulang, ini sudah sangat larut, di luar juga hujan deras, saya khawatir non Echa kenapa-kenapa." kata Mirna yang kini sangat mengkhawatir kan sosok Echa yang sudah ia anggap seperti putri kandung nya sendiri.
"Biarkan saja, nanti juga pulang sendiri, segera kunci pintu nya, dia pulang terlambat dan hukuman nya tidur di luar, jangan buka pintu walau pun dia datang, inti nya di atas jam 20.00 dia belum pulang maka jangan biarkan dia masuk, mulai sekarang seperti itu lah peraturan nya." ujar Nathan yang kini membuat peraturan baru di rumah itu.
"Tapi tuan_"
"Turuti saja perintah ku, aku tuan nya, jika kau tidak patuh maka angkat kaki saja dari sini." ucapan Nathan kini membuat bi Mirna seketika terbungkam, ia hanya bisa menuruti peraturan yang di buat oleh Nathan, karena jika sampai ia di pecat ia tidak bisa melindungi Echa lagi.
"Baiklah tuan. Oh iya, saya sudah menyiapkan makan malam untuk anda di meja makan."
"Kemasi saja, aku sudah makan di luar." ujar Nathan yang kemudian melangkah menaiki anak tangga menuju kamar nya.
Sesampai nya di kamar, Nathan segera melepas pakaian nya, dan melemparkan ke sembarang arah, wajah lelah nya tampak kesal, ia tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi adik tiri nya yang begitu sulit di atur menurut nya.
Dengan langkah lelah, ia memasuki kamar mandi, merendam tubuh nya di dalam bathub yang telah di isi air hangat oleh ART.
Nathan yang kini mencoba acuh tak acuh pada gadis itu, kini tak dapat membohongi diri nya sendiri, dalam hati kecil Nathan, ia sangat mengkhawatir kan Echa, walau pun di depan bi Mirna tadi ia berkata sangat begitu kejam. Namun, di dalam hati nya ia berkata lain.
"Sudah jam segini, kemana saja gadis itu ? Berani nya menentangku." ucap Nathan sembari masih bersantai di dalam bathub.
Namun, pada akhir nya ia tak dapat menahan diri lagi, ia sungguh mengkhawatir kan adik tiri nya itu, walau pun ia sangat jengkel, benci dan kesal pada Echa, tapi tak dapat di pungkiri, ia juga mencintai nya.
To Be Continued...