webnovel

Chapter 27. Aisyah & Florensia vs Vega

Florensia berlari sambil menghubungi Argon untuk bergegas ke sekolah. Suara mobil berdecit terdengar dari kejauhan. Florensia berdecih kesal. Tidak mampu tepat waktu sampai. Suara pagar dirobohkan begitu saja oleh mobil yang ditumpangi para perampok. Para siswa menjerit ketakutan. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Ketika Florensia berniat untuk menghentikannya, tembakan dua anak panah dari kedua sisi. Terdapat tali tambang yang mampu menahan laju mobil.

Gadis bando merah polkadot menoleh asal tembakan anak panah. Ternyata Aisyah sedang membidik dengan crossbow. Lalu melepaskan anak panahnya. Tepat ke bagian kaca salah satu perampok. Akan tetapi, mereka merunduk terlebih dahulu.

Bala bantuan secara tiba-tiba, membuat Florensia segera mengambil tindakan. Dia membuka pintu mobil, menarik keluar sambil mengunci pergelangan tangan.

"Siapa yang menyuruh kalian kemari?" tuntut Florensia.

Namun perampok itu semakin menjadi-jadi. Teriakan dan jeritan keluar dari kerongkongannya. Memutuskan untuk menyerang Florensia. Dia mundur selangkah dengan jarak cukup jauh. Salah satu perampok memegang pisau. Menerjang Florensia di sisi sebelah kiri. Dia mencengkram lengan kanan, membantingnya sekuat tenaga. Kemudian, anak panah dilepaskan begitu saja ke pundak perampok. Florensia terkejut dengan anak panah yang ditembakkan. Tidak seperti sebelumnya, anak panah berisi energi sihir yang cukup besar. Kemudian menghilang.

Dari kejauhan, Aisyah tidak menyangka harus menggunakan crossbow kasat mata. Apalagi, dia belum terbiasa dengan senjata tersebut. Dia harus mengukur kecepatan hingga arah mata angin supaya sampai pada tujuan. Ditambah pula, sihir yang dia gunakan menambah akurasi pada crossbow.

Tiba-tiba, anak panah tersebut menghilang. Namun efeknya tidak kunjung habis. Tubuh perampok tersengat listrik. Seketika ambruk di depan mata Florensia. Gadis itu lagi, gumamnya dalam hati.

Di saat Florensia berusaha mendekati mereka berdua, dirinya dihadang oleh sosok laki-laki bertubuh besar dan menggunakan senjata Great Sword. Tembakan anak panah crossbow berhasil dipatahkan.

"Mainan anak kecil!" katanya gagah.

Vega mengayunkan pedang miliknya, tepat mengenai Florensia. Karena dia tidak membawa senjata pedangnya, yang bisa dilakukan hanyalah menghindar. Namun tetap saja dirinya tidak bisa melakukan serangan balik. Great Sword milik Vega mengeluarkan sihir yang dapat menghancurkan energi orang lain. Warna coklat kemerah-merahan begitu mengental dan bercampur jadi satu bagian.

Ayunan terus diarahkan padanya. Berusaha sebisanya untuk menghindar. Di sampingnya, para siswa merekam kejadian tersebut.

"Bodoh! Jangan mere—"

Kepala mereka putus dan melayang di udara. Ayunan Great Sword dari samping membuat darah bercucuran ke atas. Mengenai jendela kelas. Semua siswa berteriak histeris. Lari ketakutan saat ada korban jiwa merekam kejadian itu. Florensia menggertakan rahang giginya. Pedang Vega terus berayun-ayun sampai mulutnya terbuka lebar akibat rasa kantuk.

"Jangan membuatku lama, Florensia. Kau tidak ingin ada korban jiwa, bukan?"

Tiba-tiba, anak panah mengarah ke Vega. Tetapi, dia berhasil menangkapnya dengan remasan kuat. Vega menoleh di atas. Terlihat sorotan mata kebencian dari wajah Aisyah.

"Mengganggu saja. Sebaiknya kau yang harus kuhabisi saja."

"Aisyah, pergilah."

Sayangnya, Florensia terlambat bereaksi. Vega berniat menghancurkan Aisyah dengan sekali serangan. Kemudian, dia berbalik arah, menendang ke bagian pinggang sebelah kiri. Tetapi tendangannya tidak berefek apapun padanya. Crossbow miliknya membidik pergelangan kaki Vega. Dia menyadarinya, mendaratkan pukulan ke perut Aisyah. Tetapi, itu hanya umpan semata. Aisyah melompat dari arah samping kanan, melakukan tendangan cukup keras ke pelipis kiri. Ditambah mendorong dengan kedua kaki ke dada bidangnya sekaligus mendarat di atap. Vega dibuat mundur beberapa langkah.

"Kurang ajar kau, bocah!"

Aisyah melakukan tekel dari samping kiri. Kali ini, otot pada kaki kanan mendorongnya cukup keras. Karena pergerakan Vega terbatas dan bertumpu pada kekuatan, dia tidak mampu mengimbangi tubuhnya. Saat itulah, kesempatan emas tiba.

Gadis berhijab melompat rolling, melakukan tendangan pada bertumpu kaki kanan hingga Vega tidak bisa bergerak. Mereka berdua mendarat ke tanah disertai batuk berdahak keluar dari mulutnya. Aisyah berjalan tidak menghilangkan kewaspadaannya.

Florensia terkejut dengan kekuatan Aisyah. Orang biasa sudah pasti akan mengalami patah tulang. Termasuk Aisyah sekalipun. Namun entah kenapa, dia berhasil mengatasi hal itu dengan hati-hati. Vega berdiri tertatih-tatih. Memegang dada bidang akibat tendangan Aisyah.

"Kurang ajar kau … bocah sialan!"

"Daritadi kau memanggilku bocah sialan mulu. Aku punya nama. Tapi tidak mau kusebutkan," ujarnya bernada serius.

Aisyah meningkatkan kecepatan. Meluncur sambil memutar pusaran lingkaran. Aisyah memegang crossbow miliknya. Mengaliarkan energi sihir pada anak panah. Lalu melepaskan tembakan begitu saja. Dimulai dari pundak, punggung hingga leher. Yang terakhir tidak begitu berpengaruh.

Teriakan dari mulut Vega begitu terasa. Mengganggu indera pendengaran hingga penjuru sekolah. Florensia melantunkan doa karena kekuatannya mulai bertambah. Dia berlari sambil mengeluarkan jimat salib. Terpaksa menggunakan senjata ini demi bertahan hidup. Salib tersebut berubah menjadi sebilah pedang berwarna perak. Bagi orang biasa, Florensia menggenggam kedua tangan kosong. Namun tidak bagi Aisyah dan Vega. Keduanya merasakan tekanan sihir yang sangat besar.

"Aisyah, pinjamkan aku kekuatanmu."

"Tanpa kau mengatakannya, aku sudah tahu."

"Kesampingkan dulu situasi saat ini. Yang penting sekarang, kita harus mengalahkan pria itu," kata Florensia bersikap tenang.

Aisyah mengangguk pelan. Dia mengarahkan crossbow miliknya. Jumlah anak panah bertambah menjadi tiga buah. Tembakannya sengaja dibuat meleset olehnya. Vega memegang gagang Great Sword disertai teriakan lantang.

Florensia dan Aisyah melaju secara bersamaan. Tangan kiri memukul sekuat tenaga. Aliran energi sihir berbentuk api muncul dari tangan Aisyah. Tebasan Florensia mendarat ke Vega. Dua serangan secara bersamaan, berhasil dipatahkan Vega. Baik Florensia maupun Aisyah tidak mau kalah. Dia teringat pesan dari mentornya, Gufron saat bertarung.

Saat dirinya berusia tujuh tahun, dia sedang melakukan meditasi di lapangan. Tidak ada yang latihan di sana, sehingga Gufron memanfatkannya untuk latihan. Aisyah memejamkan mata sambil duduk bersila. Gufron memperhatikan muridnya dengan posisi duduk serupa. Empat elemen melayang di udara seperti angin, api, air dan tanah. Jari telunjuk ditekuk, konsentrasi penuh mengendalikan sihir Aisyah.

"Apa kau sudah bisa mengendalikannya?" tanya Gufron.

Gadis berhijab itu menggeleng kepala. Untuk mengontrol kekuatan sihirnya memang tidaklah mudah. Apalagi, Gufron hanya diam saja tidak melakukan apapun.

Di belakangnya, Gufron melirik pada robot android. Satu jari telunjuk digerakkan ke langit, memberikan isyarat padanya. Robot android berjalan kaku, menerima secarik surat.

Sejam kemudian, smartphone milik dia berdering. Gufron mengrenyitkan kening. Gufron membuang napas. Bersiap untuk memasang telinga baik-baik. Dia menekan tombol hijau dan menaruh ke lubang indera pendengaran.

"Halo?" kata Gufron bernada santai.

"Kau ini bodoh ya! Kenapa kau tinggal di sana! Lalu kenapa kau berikan surat itu pada robot, huh?" umpat Suzune Kamijou hingga telinga Gufron berdengung.

"Habis kalian sedang terburu-buru sih! Dan juga, belum mengajarkan Aisyah menguasai elemen yang dia dapat. Otomatis aku tidak bisa mengabaikan hal itu, 'kan?"

"Tch! Kau itu terlalu baik, Gufron."

Terdengar suara helaan dari mulut Suzune. Dia meminta maaf atas sikap egois yang dia ucapkan. Tapi bagi Suzune, Gufron wajar mengatakan hal demikian karena tidak ingin melepas tanggung jawab sebagai mentor.

Orang tua Aisyah merawatnya sekaligus mengajarkan ilmu agama yang mereka pelajari. Hartoyo, ayah tiri Aisyah menganggap Gufron dan kru kapal argo merupakan orang-orang memiliki kekuatan abnormal atau di luar nalar manusia. Sehingga eksistensi mereka patut dipertanyakan.

"Ya sudah. Aku akan memberitahukan Koichirou-kun mengenai hal ini. Kau berhutang padaku nasi bungkus padaku," keluhnya.

"Nasi bungkus? Bukankah kau menagih pada Sakurachi dan Goro Tsukishima karena keteledoran mereka?"

"Tapi yang memutuskan seenak jidat itu kan kau, kapten bodoh!"

Telponnya ditutup oleh Gufron saking berisiknya. Dia menoleh ke Aisyah, yang konsentrasi dalam meditasi. Gufron menghela napas dalam-dalam. Memusatkan seluruh energinya ke dalam tubuh dia.

Untuk mengontrol kemampuan pada Aisyah, Gufron mengumpulkan berbagai macam latihan.

Elemen air diambil ketika Aisyah berenang di kolam renang. Elemen api dengan cara menaruh dua lilin diantara telapak tangan. Elemen tanah menggenggam sebongkah tanah. Sedangkan angin menghirup udara sebanyak-banyaknya. Keempat elemen saling membutuhkan hingga menjadi satu bagian. Aisyah dituntut menguasai empat elemen dalam latihan yang dibuat Gufron.

Hal yang harus Aisyah lakukan pertama kali adalah berenang di kolam renang. Tinggal kedalaman kolam mencapai lima belas meter. Bagi gadis seusia dengannya, lima belas meter cukup dalam.

Pakaian yang dia kenakan berupa baju renang berupa celana hitam dan berlengan panjang, menutupi seluruh anggota tubuhnya kecuali pergelangan kaki dan tangan. Hijabnya menutupi telinganya, supaya telinga tidak kemasukan air.

"Ok! Mulai!" kata Gufron memberikan aba-aba kepadanya.

Aisyah langsung berenang dengan gaya bebas. Dia terus berenang. Menggerakkan kedua kakinya tanpa henti. Kepalanya melelep di dalam air. Memegang pelampung merah. Gufron mengawasinya dari belakang. Bunyi sentuhan antara pelampung dan dinding kolam memantul. Aisyah mendongak ke dinding. Dia memutar badannya. Lalu kaki kanan mendorong di dinding kolam. Laju kecepatannya semakin meningkat. Terlihat cipratan ombak mulai membesar. Dalam pikirannya, muncul rasa kekhawatiran dalam diri Aisyah, bahwa kekuatan yang dia miliki dapat menyakiti orang-orang sekitar.

Dugaan Aisyah memang benar. Sebuah ombak dari kolam mulai meninggi. Bersiap untuk Beberapa orang mundur sejenak. Sedangkan penjaga kolam terhenyak ombak kolam begitu besar. Gufron menggunakan sihir miliknya.

"[Time Stop]! [Rewind]!"

Kedua sihir tersebut merupakan langka dan sulit digunakan oleh siapapun. Akan tetapi Gufron mampu menggunakannya. Dia memutar balikkan waktu. Sampai menghilangkan rasa kekhawatiran dalam diri Aisyah.

Gufron memosisikan diri di belakang Aisyah. Setelah itu, dia memulai dengan menyentuh jemari kakinya. Aktivitasnya kembali berjalan normal seperti biasanya.

"Aisyah, kau terlalu banyak berpikir!" kritik Gufron.

"Maafkan aku!" kata Aisyah berteriak.

Gufron menggeleng-geleng kepala melihatnya. Pemuda itu berjalan mengarungi arus kolam.

Sementara itu, dalam pelatihan angin. Aisyah disuruh melakukan meditasi. Sejujurnya, Gufron ikut dalam pelatihan. Akan tetapi dirinya ingin mengetahui apakah Aisyah mampu melaksanakannya dengan baik.

Hembusan angin cukup kencang. Dedaunan beterbangan di mana-mana. Rerumputan bergoyang kesana kemari. Kupu-kupu terbang menghinggapi kepala Aisyah, yang duduk bersila. Kedua tangannya bersemedi. Jari telunjuk dan jempol ditekuk. Merasakan hembusan angin.

"Rasakan angin masuk ke dalam tubuhmu," ucapnya menggetarkan hati Aisyah.

Memang Aisyah dituntut untuk mengendalikan kemampuan anginnya. Supaya tidak ada insiden sebelumnya terulang. Pasca Gufron menggunakan [Time Stop] dan [Rewind], dia harus menjelaskan kepadanya. Untungnya, gadis berhijab itu mengerti.

Aromatherapy merasuki permukaan kulit hingga lubang hidungnya. Pernapasan diafragma telah dilakukan. Aisyah menarik napas dalam-dalam dari tubuhnya. Lalu keluarkan secara kasar. Seketika, angin semakin kencang dan menghancurkan pepohonan.

Gufron mengernyitkan dahinya. Tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Gufron menepuk pundaknya dan berbisik. "Sekali lagi."

Seketika, bisikannya membuat Aisyah menggembungkan pipinya. Ekspresinya ngambek. Mau tidak mau mengulangi lagi dari awal.

Baru beberapa menit, suara bersin keluar dari hidung Aisyah. Kali ini, kekuatan angin cukup besar. Daun terbelah menjadi beberapa bagian. Mengenai orang-orang sekitarnya. Beberapa dari mereka terkena angin kencang, sehingga secara tidak langsung memperlihatkan pakaian dalam bagi wanita. Sedangkan laki-laki baju yang dikenakan seperti jaket atau topi ikut terbang. Tapi terlalu kencang sehingga tidak bisa mengambilnya.

Gufron menggunakan sihir itu lagi. Sebelum dia melakukannya, laki-laki itu memukul bagian kepala belakangnya.

"Sakit tahu!" gerutunya.

"[Time Stop]! [Rewind]!" ucapnya bernada tinggi.

Gufron memutar balikkan waktu sampai Aisyah bersiap untuk melakukan pernapasan diafragma. Seketika, Dia menghentikannya. Tapi terlambat. Aisyah malah bersin ke wajahnya. Hingga pakaian dan celananya hancur seketika. Aisyah shock melihatnya dalam keadaan bugil. Dia menutup wajahnya, serta Gufron menutup bagian bawahnya, dan wajahnya merah merona bercampur malu.

"Maaf! Aku tidak sengaja lagi!" katanya bersujud tanpa mendongak.

Namun Gufron menghela napas panjang. Mencoba untuk bersabar. Dia menyuruh Aisyah untuk melakukan lagi dari awal. Kali ini, Gufron meminjam pakaian dari orang tuanya, walau dalam hatinya merasa sungkan terhadap Hartoyo.

Untuk elemen api dan tanah, dilakukan secara bersamaan. Dia disuruh untuk memadamkan api dengan elemen tanah. Walau kemungkinan kecil, setidaknya tanah bisa memadamkan walau sedikit membekas. Gufron menaruh minyak hingga membentuk lingkaran. Lalu menyalakan korek api. Kobaran api terus mengelilinginya. Mengelilingi Aisyah dan area terdekatnya. Ekspresinya mengeras. Tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Nah, saatnya untuk memadamkan api dengan elemen tanah itu. Jika kau berhasil, maka latihanmu akan kukurangi," katanya menjanjikan sesuatu kepadanya.

Namun mendengarnya saja membuat Aisyah merasa lebih lega. Pasalnya Gufron memberikan pelatihan cukup keras. Bahkan tidak memiliki waktu untuk belajar seperti yang diinginkan. Meski demkian, jika itu berguna untuk mengendalikan kekuatannya sendiri, apapun akan dia lakukan.

Api menjalar terlalu lebar. Salah satu orang melihat api membesar. Dia menghubungi pihak pemadam kebarakan untuk memadamkan. Tetapi dihentikan oleh Gufron sambil menyunggingkan senyum.

"Biarkan saja dulu. Ada orang di sana," katanya mengawasi kemampuan Aisyah

"Apa kau gila? Kalau dia mati ba—" Gufron menepuk bagian belakang lehernya hingga tidak sadarkan diri.

Dirinya tidak suka ada orang yang ikut mencampuri urusannya. Gufron mengintip celah-celah api menjalar. Aisyah memejamkan mata. Membayangkan dirinya mengangkat sebuah batu berukuran raksasa. Lalu dia hempaskan hingga memadamkan api. Suara ledakan tanah bergemuruh. Membuat tanah berpijak menjadi terbelah. Gufron menghela napas.

"Kau terlalu banyak mengeluarkan tenagamu!" bentaknya.

Kini dirinya tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin mencoba metode lainnya untuk melatih Aisyah.

Di samping itu, ledakan tanah barusan sudah pasti menarik banyak orang.

"Sial. Kita berdua terlalu mencolok," gumamnya.

Dengan terpaksa, Gufron menggunakan [Time Stop] dan [Rewind] sekali lagi. Kali ini, dia berencana mencari cara untuk melatihnya. Kedua matanya terfokus dengan pergerakan mundur. Hingga akhirnya dia menemukan yang pas.

"Aku tahu apa yang harus kulakukan,"

Gufron membuatkan sebuah anak panah dan busur panah untuknya. Tidak lupa memasangkan sarung tangan untuk mengendalikan kekuatan sementara. Apabila tidak digunakan, kekuatan sihirnya lepas kendali. Dan menyebabkan orang lain terkena dampaknya.

Setelah selesai dibuatkan, Aisyah menarik senar dan menariknya disertai anak panahnya. Lalu dilepaskan menuju target yang telah disiapkan Gufron. Anak panah meluncur cepat. Tertancap pada bagian lingkaran merah.

"Mustahil. Kau bisa mendapatkan nilai sempurna. Apa kau seorang pemanah jitu?" katanya mengerutkan dahi.

"Tidak juga kok. Kebetulan juga aku sering melihat ayah bermain panah hobinya. Sama kayak ibuku," akuinya.

Kini senyuman mengambang di bibir Gufron. Dia pun memberikan anak panah kepadanya.

"Kalau kau tidak bisa mengendalikan sihirmu, gunakan cara ini. Pelan-pelan saja dan rasakan empat elemen menyatu dalam tubuhmu. Anggap saja memanah merupakan meditasi," katanya menjelaskan

"Serta belajar menembak dengan menggunakan crossbow. Aku akan memberimu sihir tidak kasat mata. Untuk jaga-jaga, kau diserang oleh orang tidak dikenal."

Gufron memberikan bahan-bahannya. Mata Aisyah berbinar-binar mendengar penjelasan singkat dari Gufron. Aisyah tidak sabar untuk merakit bahan-bahannya tanpa memedulikan sekitarnya. Gufron memilih terus mengawasi gadis berhijab itu sampai benar-benar mahir. Tembakan dan akurasi semakin meningkat tajam.

Saat itulah, Aisyah melancarkan pukulan berapi-api. Disertai crossbow ditarik pelatuknya. Menyatu jadi satu bagian. Anak panah dari api siap ditembakkan. Mendaratkan ke Great Sword milik Vega.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Dimas_Pratamacreators' thoughts
Próximo capítulo