Masyarakat di kota Jakarta semakin sedikit dan semakin berkurang dikarenakan kejadian terror yang terjadi belakangan ini, bahkan sampai-sampai pemerintah Indonesia memindahkan ibu kota mereka dari Jakarta ke Kalimantan, demi keselamatan bersama.
Namun satuan kepolisian Indonesia tidak pernah menyerah untuk menangkap pembunuh tersebut, karena selama ia belum tertangkap maka negara belumlah aman, dan masih ada kemungkinan tingkat kematian akan terus bertambah setiap harinya. Dan tidak ada jaminan ia tidak melakukanya di kota selain Jakarta, tidak ada yang aman selagi pembunuh tersebut masih terus hidup dan berkeliaran di sekitar masyarakat.
Jakarta, 12 Oktober 2019, telah terjadi pembunuhan di salah satu perumahan besar di Jakarta, 2 orang penghuninya menjadi korban. Tak ada saksi mata ataupun rekaman cctv sama sekali, aneh memang rumah sebesar itu tidak memiliki pembantu dan hanya di huni oleh 2 orang saja yaitu seorang pengusaha sukses Beni Basuki beserta istrinya Sri Yulianti. Usut punya usut, ada yang bilang bahwa Beni mengalami kebangkrutan sehingga memecat semua pekerja di rumahnya dan melepas semua cctv di rumahnya 1 Minggu sebelum kematiannya. Namun setelah diteliti kembali, keuangan perusahaannya terbilang stabil, tidak seperti apa yang desas-desus itu kabarkan.
Lalu di depan rumahnya yang besar itu, 2 orang anggota kepolisi dari bagian forensik sedang memeriksa TKP tempat terjadinya pembunuhan.
Salah satu polisi menghelakan nafasnya lalu dirinya melihat lihat kearah sekeliling TKP. "Lagi-lagi perbuatanya Si Pembunuh Misterius itu ya?" Keluh Polisi tersebut disaat sedang memeriksa TKP tersebut.
"Ini adalah kasus keduanya ditahun ini, setelah dalam 1 Tahun ini dia tidak beraksi." Sahut Polisi yang satunya sembari menulis sesuatu di buku catatanya.
Tak lama kemudian seorang wanita berparas cantik berambut panjang hitam lebat dengan kemeja berwarna biru celana bahan hitam dan sepatu hitam mengkilap, yang juga merupakan bagian dari kepolisian menghampiri mereka. "Gimana, ada perkembangan ?" Tanya wanita tersebut seraya memperhatikan wilayah sekitar.
"Masih sama, kita tidak mendapatkan apa-apa, tidak ada sidik jari, jejak kaki, darah ataupun tanda-tanda seseorang yang melakukan pembunuhan ini, semua seperti biasa, rapih dan tidak berjejak. Hanya menyisahkan sebuah kertas origami biru berbentuk burung ini." Jawab salah satu polisi bagian forensik yang bernama Adrian. Lalu Adrian dengan perlahan memberikan kertas origami tersebut kepada wanita tersebut.
Wanita itu lalu mengambil kertas origami berbentuk burung tersebut dari tangan Adrian, iapun dengan begitu seriusnya terus memandangi kertas origami tersebut sebelum nantinya ia akan membuka kertas origami tersebut dan membaca pesan di dalamnya.
"Tak terasa sudah 1 tahun lebih kita menangani kasus ini, namun sama sekali tak ada kemajuan, semua seakan sia-sia." Seru Jony, polisi yang berada di samping Adrian.
Jonypun memandangi wanita yang baru saja tiba tersebut. "Vi, Kamu itu baru kan menangani kasus ini ?" Ucap Jony bertanya kepada wanita dari kepolisian tersebut.
Wanita dari pihak kepolisian itu kemudian tersenyum ."Ya... aku baru di tunjuk oleh Pak Kepala untuk menangani kasus ini," sahut Vivian tersenyum kepada Jony. "Karna kita kekurangan orang untuk melakukannya." Lanjut Vivian menjawab pertanyaan Jony dengan wajah murung.
Setelah selesai mencatat hal-hal yang ia rasa penting, Jony menutup buku catatanya yang sedari tadi ia pegang. "Semoga kau bisa menyelesaikan kasus ini ya Vi." Ucap Joni memberikan semangat kepada Vivian. Lalu Vivian tersenyum kembali kepadanya. Sembari terus memandangi kertas origami yang ada ditanganya tersebut ia berkata. "Cepat atau lambat, Aku pasti menangkapnya, demi keadilan!" Sahut Vivian semangat. Seketika itu juga angin yang kencang berhembus, membuat rambutnya tersipuh angin lalu mengurai kemana-mana.
Semenjak kasus ini mulai mencuat, banyak detektif swasta dari penjuru kota yang ingin memecahkannya, namun kasusnya semakin lama semakin menjadi semakin sulit untuk dipecahkan, jadi banyak yang memutuskan untuk keluar dari kasus ini.
Dan sekarang seorang wanita cantik bernama Vivian ditugaskan sebagai Detektif pada kasus ini.
Sebetulnya Vivian adalah salah satu petugas kepolisian yang pada awalnya berasal dari divisi forensik. Namun karna bakat, dan juga fakta bahwa ia telah beberapa kali membantu kepolisian memecahkan kasus-kasus yang cukup sulit dipecahkan oleh kepolisian. Akhirnya Pak Kepala menjadikan Vivian sebagai detektif untuk berbagai kasus.
Dan kasus pertamanya adalah kasus pembunuhan anak seorang pengusaha besar, yang menurut orang-orang, kasus tersebut sangatlah sulit untuk dipecahkan, karna bisa dibilang kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan yang bersih tanpa jejak. Namun ia berhasil menemukan pelakunya dan menyelesaikan kasus itu dengan sangat cepat.
Kemudian setelah itu ia mulai diakui sebagai salah satu detektif terbaik dan terpintar yang dimiliki oleh kepolisian saat itu.
Selain itu juga, Vivian selalu berhasil menyelesaikan semua kasus-kasus yang diberikan kepadanya tanpa masalah, meskipun kasus-kasus yang ditugaskan kepada Vivian saat itu terbilang cukup sulit untuk dipecahkan.
Maka dari itu, karna prestasi dan talenta berbakat yang dimilikinya, akhirnya kepala kepolisian memutuskan untuk menempatkan Vivian pada kasus pembunuhan berantai 'The Blue Bird' tersebut. Dengan harapa bahawa Vivian dapat menemukan sesosok manusia misterius yang telah meresahkan masyarakat selama bertahun tahun tersebut.
Vivian adalah seorang wanita yang cukup tinggi dengan badan ramping bak seorang model. Rambutnya panjang,hitam dan juga lurus. Kulitnya putih seputih salju, bibirnya keci mungil membuat senyumnya terlihat sangat manis, bola matanya sangat indah, dan ia juga memiliki tatapan mata yang sangat tajam.
Umurnyapun masih terbilang cukup muda yaitu 25 tahun, Vivian adalah lulusan Universitas Indonesia jurusan Kedokteran. Lalu kemudian ia melanjutkan studinya di universitas yang sama pada program pendidikan dokter spesialis Ilmu Kedokteran Forensik. Ia sukses meraih semua gelarnya diumur 20 tahun, dan itu adalah usia yang terbilang cukuplah muda untuk meraih itu semua.
Setelah lulus Vivianpun langsung melamar bekerja di kepolisian, juga diumur yang sama yaitu 20 tahun. Dan selama 2 tahun bekerja di kepolisian di bidang forensik, pada umur 22 tahun, ia diangkat menjadi pimpinan pada bidang tersebut (forensik) dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang forensik. Lalu ia bekerja sebagai pimpinan di bidang forensik cukup lama yaitu 2 tahun, sebelum akhirnya ia mengganti profesinya menjadi detektif. Ia memilih menjadi detektif karna ia merasa dengan bekerja sebagai detektif, ia bisa menangkap semua penjahat tindak kriminal.
Itulah dia, Vivian Ananta. Seorang wanita cerdas yang juga merupakan pekerja keras yang sekarang sedang menangani kasus The Blue Bird Murder tersebut.
Lalu Vivian yang sedari tadi memegangi dan memandangi kertas origami berwarna biru tersebut, perlahan membuka kertas origami berwarna biru berbentuk burung tersebut.
Setelah selesai membukanya ia langsung membacanya dengan suara yang lembut namun agak sedikit keras agar Jony dan Adrian mendengarkan apa isi kertas tersebut, dengan tatapan matanya yang tajam namun kosong iapun mulai membacanya. " What is a truth ?! Look at the Mirror, and you will see." Ucap Vivian seraya membacakan isi kertas origami itu secara perlahan sembari menghayati maksud dari kata-kata tersebut.
Vivian langsung memandangi rumah besar yang berada tepat didepan matanya tersebut dengan tatapan mata sayu menyedihkan, seketika setelah melihat isi surat itu.
"Ada berapa cermin didalam rumah itu ?" Tanya Vivian sembari terus menatap rumah besar itu. Namun kali ini ia menatapnya dengan tatapan kosong.
Jony lalu tersenyum tipis kepada Vivian, seakan-akan ia ingin mengatakan sebuah kejanggalan. "Anehnya hanya ada satu buah cermin disana, tepat berada diruang utama di dekat tangga." Sahut Jony menjawab pertanyaan Vivian.
Dan tanpa sepatah-katapun Vivian langsung berlari bergegas menuju rumah itu. Jony dan Adrian bahkan tidak mengetahui kenapa Vivian berlari menuju rumah itu. "Ada apa memangnya Vi ?!" Teriak Jony seketika Vivian berlari meninggalkannya menuju rumah besar itu.
Namun meskipun begitu tetap saja Vivian mengabaikan teriakan dari Jony dan terus berlari masuk kedalam rumah besar itu.
Vivian dengan terburu-buru memasuki rumah besar itu, bahkan para anggota kepolisian yang berada didalam sanapun terheran-heran melihat Vivian yang bertindak seperti itu, karna mereka tidak pernah melihat Vivian sepanik itu.
Banyak dari mereka yang melihat Vivian berlari secepat itu memasuki rumah itu keheranan. Salah satu dari mereka menanyakan hal yang sama seperti apa yang Jony tanyakan kepadanya. "Ada apa detektif ?" Namun sama seperti Jony, merekapun diabaikan oleh Vivian tanpa sepatah katapun.
Pada akhirnya Vivian sampai di ruang tengah, di tempat dimana sebuah cermin besar terpajang tepat di depan anak tangga. Lalu dengan terengah-engah Vivian mengeluskan dadanya karena kelelahan. "Jadi ini cermin satu-satunya dirumah ini." Gumam Vivian terengah-engah seraya menatap tajam cermin tersebut.
Disana sebetulnya Vivian tidaklah sendirian, banyak polisi yang lalu lalang masuk ke sana untuk mengamankan barang bukti.
Itu karna disana juga merupakan sebuah tempat perkara kejadian. Karna pada hari itu telah ditemukan 2 buah mayat yang mana satu mayat tergeletak di luar dan yang satunya tergeletang di ruang kerja didalam sebuah rumah besar, yang saat ini sedang diselediki oleh pihak kepolisian.
Kemudian Vivianpun mengintip kembali kertas origami yang masih ia pegang itu, iapun sekali lagi membacanya secara perlahan. "What is a truht?! Look at the Mirror, and you will see." Gumam Vivian sembari perlahan ia berjalan menuju mendekati cermin besar itu.
Kini ia tepat berdiri di depan cermin besar itu, memandangi dirinya yang sedang memakai seragam abu-abu milik kepolisian dan dengan jaket berwarna hitam miliknya, dan juga dengan sebelah tangannya yang masih terus memegang secarik kertas origami tersebut.
Vivian terus memandanginya, menatapnya tajam, sembari ia mencari tau apa maksud dari teka-teki tersebut. Karna ia yakin pasti ada sesuatu di dalam sana. Tiba-tiba saja salah satu anggota kepolisian datang menghampiri Vivian, dan menepuk pundak Vivian yang sedang berdiri diam terpaku menatap cermin. "Hey..., apa yang sedang kau lakukan disini detektif ?" Tanya anggota kepolisian itu.
Vivianpun seketika terkejut dengan kehadiran anggota kepolisian itu, dengan reflek ia tersenyum kepada anggota kepolisian itu seraya berkata. "Oh tidak, bukan apa-apa, aku hanya sedang berusaha melihat kecermin sesuai perintah dari teka-teki di kertas origami ini." Cetus Vivian sembari menunjukan kertas origami tersebut kepada anggota kepolisian yang menegurnya itu.
Dengan wajah datar anggota kepolisian itu menganggukan kepalanya dan berkata. "Owh... Lalu apakah kau sudah menemukan sesuatu detektif ?" Tanyanya.
Dengan wajah murung Vivian menunjukan senyum kecilnya, seraya menggelengkan kepalanya ia berkata. "Belum, aku hanya bisa melihat sebuah anak tangga, serta lukisan besar yang aneh itu disana." Sahut Vivian sembari menunjuk sebuah anak tangga dan juga lukisan besar yang berada di tengah-tengah anak tangga tersebut.
Namun tiba-tiba seketika Vivian baru saja sadar akan sesuatu, lalu iapun langsung melirik kembali kedalam cermin tersebut. Kali ini dia menatap tajam kedalam cermin tersebut seraya bergumam. "Apa itu kebenaran..., lihatlah kedalam cermin dan kau akan melihatnya...," dengan tatapan mata tajam Vivian memandangi cermin itu. Namun kali ini Vivian sekarang fokus kepada sebuah objek yang tepat berada di belakang dirinya yaitu sebuah lukisan yang berada ditengah-tengah tangga, yang dapat terlihat sangat jelas dari cermin tersebut.
Vivianpun seketika tersenyum menyeringai didepan kaca sembari berkata. "I see you." Sahutnya sembari tersenyum kegirangan.
Setelah itu, Vivianpun tanpa basa-basi langsung berlari menaiki anak tangga yang berada tepat dibelakangnya itu. Kemudian iapun langsung berhenti tepat didepan lukisan besar yang aneh itu.
Lagi-lagi dengan tatapan matanya yang tajam, Vivian sangat-sangat memperhatikan lukisan itu. Dan hal pertama yang ia lakukan adalah memperhatikan detail-detail kecil dari sudut yang satu ke sudut yang lain dari lukisan tersebut, guna mencari jejak-jejak apapun yang tertinggal pada lukisan itu.
Namun setelah Vivian melihatnya cukup lama dan sudah melihatnya berulang-ulang kalipun, ia tetap tidak bisa menemukan jejak apapun disana, didalam lukisan tersebut. Kemudian Vivian yang merasa matanya lelah karna memperhatikan lukisan tersebut, ia memejamkan matanya sejenak, lalu memijat-mijat matanya tersebut.
Vivianpun menghelakan nafasnya sejenak. "What is the truth." Gumamnya sembari terus memijat matanya tersebut.
Lalu tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang mengejutkan Vivian yang sedang memfokuskan dirinya kepada lukisan tersebut. "Hei Vivian, kau masih disini ?" Tanya Jony seraya menepuk pundak Vivian.
Vivian yang terkejutpun lalu menatap Jony seakan-akan ia sedang melihat hantu. "Jony! Kau benar-benar mengagetkanku." Cetus Vivian dengan lantang.
Jonypun kemudian tersenyum geli melihat mimik wajah Vivian yang begitu terkejut ketika melihat dirinya. "Apa yang sedang kau lakukan disini Vi ?" Tanya Jony yang bingung setelah melihat Vivian yang berdiam diri di tengah-tengah anak tangga tersebut. Kemudian setelah bertanya seperti itu, Jony lalu ikut memandangi lukisan tersebut seraya berkata. "Jujur saja aku benar-benar tidak mengerti kenapa ada orang yang mau membeli mahal-mahal lukisan abstrak dan aneh seperti ini." Gumam Jony sembari memandangi lukisan tersebut dengan senyuman keheranan.
Vivianpun ikut memandangi lukisan tersebut. "Ya, ku pikir juga begitu." Ucap Vivian yang juga dengan serius memandangi lukisan abstrak itu.
Jony terus memandangi lukisan itu " Kau tau Vivian, beberapa minggu yang lalu aku sempat melihat lukisan ini di sebuah Galeri Seni dan dijual dengan harga yang sangat mahal. Orang-orang disana berkata bahwa lukisan ini melambangkan sebuah kepemimpinan dan harapan," ucap Jony menceritakan kisahnya. " Entah apa yang mereka lihat dari lukisan ini sehingga bisa dibilang melambangkan kepemimpinan dan harapan, aku benar-benar tidak mengerti apa-apa soal seni, lalu bagaimana denganmu Vi ?" Tanya Jony yang kemudian berpaling memandangi Vivian.
Disisi lain Vivian yang sedang fokus memandangi lukisan tersebut tidak begitu memperhatikan semua kata-kata Jony barusan. " Ya, aku juga tidak begitu mengerti tentang seni tapi kuharap aku mengerti." Gumam Vivian yang masih terus memperhatikan lukisan tersebut.
"Ya, kurasa kita memiliki kesamaan untuk hal itu." Ucap Jony bercanda. Kemudian Jony menepuk pundak Vivian sekali lagi. "Kalau begitu aku pergi duluan kedepan Vi" Cetus Jony yang mana setelah itu ia menuruni tangga tersebut.
Namun beberapa detik setelah Jony melangkahkan kakinya dianak tangga yang kedua, Vivian baru tersadar akan semua perkataan Jony barusan, ia baru sadar bahwa Jony telah mengatakan sesuatu yang penting barusan, sesuatu yang bisa membawanya menuju titik cerah.
Dengan begitu bersemangat Vivian tersenyum dan membalikan badanya sembari berteriak kepada Jony. "Tunggu Jony. Apa yang kau bilang barusan ?!" Teriak Vivian begitu bersemangat.
Jonypun menoleh kearah Vivian dan menatapnya kebingungan seraya berkata. "Ha ?" Tanya Jony keheranan.
Vivian pun menarik kedua alis matanya dan dengan mulut yang tertutup rapat Vivian menatap Jony dengan penuh semangat.
"Kalau kita punya kesamaan ?" Sahut Jony sembari melihat ke arah sekeliling Vivian.
"Ya, tentu saja kita punya banyak kesamaan Jony," gumam Vivian mengeluh. "Tapi bukan itu maksudku, sebelumnya. " Ucap Vivian meluruskan.
Dengan wajah penuh kebingungan Jonypun berpikir sembari berbicara. "Bahwa aku datang ke musium galeri ?" Tanya Jony bingung.
Lalu seketika itu juga Vivian langsung menghentikan jarinya dengan begitu semangatnya dengan wajah yang tersenyum lebar Vivian berkata. "Itu dia Jony!, kapan kau terakhir berada disana dan melihat lukisan itu berada disana ?" Tanya Vivian bersemangat.
"Minggu lalu, aku pergi bersama Lili." Jawab Jony kebingungan. "Apa kau menemukan sesuatu Vivian ? karna aku tidak mengerti sama sekali dengan apa yang kau bicarakan sekarang." Tanya Jony keheranan.
Vivian tersenyum memandangi Jony. "Ya Jony, aku menemukan sesuatu." Sahut Vivian bersemangat.
Vivian membalikan badanya dan kembali memandangi lukisan tersebut. "Lukisan ini palsu!" Cetus Vivian tegas.
Jony yang mendengarkan hal itu pun terkejut bukan main mengetahui bahwa lukisan tersebut adalah lukisan palsu. Jony bingung dan terheran-heran. Bagaimana bisa Vivian mengetahui hal tersebut. Jony pun kagum bukan main dengan Vivian yang bisa mengetahui hal tersebut, terlebih karna bahkan Vivian bisa mengetahui hal tersebut meski ia tidak mengerti sama sekali tentang seni.
Vivian berkata bahwa, ia mengetahui hal itu karna jika seseorang ingin membeli sebuah lukisan abstrak yang aneh seperti itu maka orang tersebut pastinya sangatlah paham akan dunia persenian. Maka dari itu orang tersebut rela mengeluarkan uang yang sangat banyak demi lukisan tersebut.
Namun apabila orang tersebut bukanlah penikmat seni sama seperti dirinya dan juga Jony, maka orang tersebut akan berpikir sama sepertinya dan juga Jony.
Vivian berpikir jika sang korban yaitu Beni Basuki adalah seorang yang sangat kaya raya, jika memang ia sangat menyukai seni sehingga ia membeli sebuah lukisan abstrak dengan harga yang sangat mahal! Pastinya seisi rumahnya akan dipenuh dengan lukisan-lukisan yang tentu saja akan membuat rumahnya terlihat lebih berkelas.
Akan tetapi dirumah itu, Vivian hanya dapat menemukan satu buah lukisan. Yaitu lukisan abstrak itu.
Terlebih lagi dalam sebuah pesan di dalam sebuah kertas origami tersebut bertulisankan lihatlah kedalam cermin dan kau akan tahu kebenaranya. Maka dari itu Vivian semakin yakin bahwa lukisan tersebut adalah palsu.
Dan dari kata-kata tersebut Vivian berhasil menyimpulkan siapa yang akan menjadi target selanjutnya dari The Blue Bird.
Mengingat Jony berkata bahwa lukisan itu adalah sebuah lambang harapan dan kepemipinan, dan juga klue yang diberikan oleh Blue Bird adalah sebuah kebenaran didalam sebuah cermin, sedangkan cermin sifatnya memantulkan terbalik. Maka Vivian percaya bahwa target selanjutnya adalah seorang pemimpin yang telah memberikan harapan-harapan palsu. Dan karna mereka berada di Jakarta, maka Vivian menduga target selanjutnya adalah Gubernur Jakarta.
Selain menebak target selanjutnya, Vivian juga menduga bahwa lukisan palsu tersebut dibuat oleh sang pembunuh itu sendiri yaitu The Blue Bird.
Mengingat ia selalu meninggalkan sebuah kertas origami berbentuk burung yang mana itu juga bisa jadi melambangkan sebuah karya seni, yang artinya orang tersebut memiliki pengetahuan atau ketertarikan akan sebuah karya seni.
Vivian sangatlah yakin, apabila lukisan tersebut itu benar-benar digambar sendiri oleh sang pembunuh tersebut. Dan jika itu benar maka Vivian sangatlah yakin bahwa terdapat pesan-pesan tersebunyi di dalamnya. Maka dari itu Vivianpun meminta pihak kepolisian untuk mencari orang yang mengerti akan seni untuk memeriksa lukisan tersebut.
~Lihatlah kedalam cermin, dan kau akan mengetahuinya~
Terimakasih untuk yang telah membaca cerita ini. Jangan lupa untuk berikan komentar jika ada salah-salah kata, typo ataupun bahasa yang kalian tidak mengerti.