Sebuah buku kusam yang pernah dia lihat entah kapan itu.
Dan di dalamnya berisi surat ancaman untuknya.
Amara langsung terbawa menuju masa lalu. Dia langsung teringat dimana Larasati si gadis culun, jelek dan tidak pandai berdandan.
Tengah berjalan menunduk sambil memeluk buku itu.
Saat itu Larasati hendak mengembalikan buku yang baru saja dia pinjam itu kedalam perpustakaan, namun Amara kala itu yang masih sangat cantik dan muda, menghadang Larasati.
"Hay, Lara! itu bukunya kenapa di kembalikan?" tanya Amara.
Dan Larasati menunduk sambil berkata. "Aku harus mengembalikannya. Karna aku sudah selesai." Jawab Larasati.
"Wah, hebat sekali, kalau soal pelajaran kamu memang yang paling terbaik." Dan Amara mengelus rambut Larasati.
"Ih, rambutmu ini kusam dan tidak terawat ya?" kata Amara.
Larasati masih juga terdiam. Dan Amara melanjutkan pembicaraannya.
"Harusnya, kamu itu merubah penampilanmu. Supaya orang mau menghargaimu. Sayang sekali, 'kan dengan kecerdasan otak mu itu tapi penampilanmu buruk. Jadi orang tidak suka kepadamu!" tutur Amara yang masih memegang rambut Larasati.
Dan di saat itu Amara melihat di dalam saku Larasati terdapat sebuah kertas merah jambu.
"Eh, apa itu?" tanya Amara kepada Larasati.
Larasati seketika langsung memegang erat sakunya.
"Ah, bu-bukan apa-apa kok!"
Lalu Amara merebutnya secara paksa, dan Larasati yang melawannya itu pun sampai terjatuh.
"Jangan! tolong jangan di buka!" teriak Larasati
Namun Amara masih membukanya. Dan dia membacanya lantang.
Dan surat itu berisi,
Untuk Wijaya.
Terima kasih kemarin sudah menolongku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepadaku jika kemarin kau tidak datang. Seruni dan kawan-kawannya pasti sudah mengerjaiku habis-habisan.
Dan sebagai rasa terima kasihku atas pertolongan mu kemarin, aku ingin mentraktirmu makan di kedai seberang jalan. Aku tahu kau sering datang ke sana. Jadi aku harap kau mau menerima ajakanku.
Salam
Larasati
"Wah, gila! kau berani menulis, surat untuk orang setampan Jaya?!" ucap Amara dengan nada tinggi sehingga membuat orang sekitar perpustakaan itu menoleh kearahnya.
Dan dengan bangga, dan ekspresi meledek, Amara mengumunkan tentang surat Larasati itu kepada orang-orang yang berada di situ.
"Woy! semuanya cepat berkumpul disini!" teriak Amara.
Dan seluruh orang-orang pun berkumpul menghampirinya.
"Masa si gadis jelek ini mengirim surat cinta untuk si Ganteng Jaya! ini buktinya!" Amara memamerkan surat itu dan membacanya ulang, sehingga orang-orang mendengarnya dan menertawai Larasati. Mereka pikir Larasati sedang berkhayal. Karna menurut mereka wajah Jaya dan wajah Larasati itu terlampau jauh.
Jaya sangat tampan dan Larasati sangat jelek.
Dan kerumunan itu juga turut mengundang kedatangan Seruni.
Seruni pun datang menghampiri mereka semua.
"Woy minggir! orang cantik mau lewat!" bentak dua teman Seruni yang mengawalnya sudah seperti bodyguard.
Lalu Seruni merebut surat itu dari tangan Amara.
"Sini biar kulihat!" tukas Seruni.
Setelah itu Seruni langsung membacanya.
"Hah, apa?!" teriak Seruni yang syok setelah membacanya.
"Wah benar-benar cari masalah ya? kamu tahu tidak, kalau Jaya itu adalah pacarku?!" bentak Seruni kepada Larasati.
Dan Larasati masih terdiam tanpa bicara.
Seruni berkata kalau Jaya adalah pacarnya. Padahal pada kenyataannya mereka berdua hanya dekat dan orang-orang menganggap mereka berpacaran karna dianggap serasi, seorang gadis cantik dan pria tampan.
Tapi meski begitu, Jaya hanya menganggap Seruni hanya teman biasa karna Jaya tidak suka dengan sikap Seruni yang angkuh dan sombong.
***
"Karna kamu sudah berniat mengganggu pacarku maka kamu harus berurusan denganku!'
Seruni menarik rambut Larasati dan membawanya masuk kedalam gudang. Amara yang sebagai sahabat karib Seruni pun, juga turut masuk ke dalam gudang. Dan mereka mengerjai Larasati habis-habisan.
Seruni menjambak dan menendang Larasati hingga terjatuh. Dia memaki-maki sampai meludahi wajah Larasati.
Tidak ada yang menolong Larasati, saat itu.
Larasati begitu ketakutan, karna teman-teman sekelasnya itu tampak begitu brutal dan menyeramkan.
Bahkan setelah ini pun dia juga tidak berani mengadukan kepada siapa pun.
Karana Larasati hanya gadis miskin, sementara Seruni adalah anak seorang konglomerat yang memiliki banyak uang dan dapat melakukan segalanya.
Larasati juga tidak bisa keluar dari sekolah ini begitu saja, karna dia mendapat beasiswa di sekolah ini saja sudah bersyukur. Dia tidak memiliki biaya untuk pindah ke sekolah lain.
Lalu Amara yang masih memegang buku cetak itu berjalan agai mendekat kearah Larasati, dia juga ingin mengambil bagian mengerjai Larasati.
"Hay, Lara! coba lihat kemari!" teriak Amara.
Dan Larasati pun menengok kearahnya.
Di saat itu dia mengambil ancang-ancang untuk melempar buku itu kearah Larasati.
"Ayo kalian tebak, kira-kira buku ini akan mendarat tepat ssasara tidak ya?" ujar Amara yang bermain-main.
Dan teman-temanya pun langsung bersorak-sorak menyemangatinya.
"Ayo dong! ayo lemparkan saja!" Kata dua teman yang mengawal Seruni dengan kompak.
Lalu Seruni berisik di telinga Amara. Entah berbisik apa itu, yang jelas mereka sedang merencanakan sesuatu.
Dan Amara menghitung sampai tiga ancang-ancangnya.
Namun setelah hitungan ketiga dan Larasati sudah menutup kepalanya dengan kedua tangan dan dia duduk meringkuk.
Ternyata Amara tidak jadi melemparnya. Dan mereka berempat tertawa-tawa lebar. Di saat itu Larasati merasa lega. Dia membuka matanya dan melihat Amara yang tadi ada di depannya itu rupanya sudah tidak ada. Yang ada hanya Seruni dan dua temannya.
Sementara Amara, sudah ada di samping kirinya. Saat itu Larasati belum menyadarinya dan saat dia menengok kearah kanan. Amara malah melemparkan buku itu dengan sekuat tenaga.
Dan ujung buku yang lumayan keras itu tepat mengenai telinga kiri Larasati.
Seketika Larasati ambruk. Dan dari telinganya keluar sedikit darah, dan terdapat luka lebam yang kebiruan.
Larasati tak sadarkan diri. Melihat Larasati yang pingsan itu, bukannya menolongnya, tapi mereka berempat malah pergi begitu saja. Dan meninggalkan Larasati yang tengah pingsan sendirian di dalam gudang.
Sampai jam pulang sekolah tiba, mereka berempat kembali melihat keadaan Larasati, ternyata Larasati masih juga belum bangun. Karna merasa takut terjadi sesuatu akhirnya mereka membawa Larasati ke rumah sakit.
Mereka meminta bantuan petugas security untuk mengantarkan Larasati ke rumah sakit.
Mereka berempat membungkam para saksi orang-orang yang ada di perpustakaan itu dengan memberi sejumlah uang.
Seruni menanggung semua biaya perawatan Larasati, tapi dia mewanti-wanti agar Larasati tidak buka suara tentang apa yang telah mereka lakukan kepadanya. Mereka berakting dan membuat berita bohong, yang seolah-olah kejadian itu terjadi karna Larasati yang ceroboh. Sehingga pihak sekolah mengira Seruni adalah penolong Larasati, karna dia yang sudah membayar segala tagihan rumah sakit.
Namun sayangnya, luka di telinga Larasati terlalu parah. Ada masalah dibagian gendang telinga akibat lemparan buku yang terlalu keras. Akhirnya telinga kiri Larasati menjadi tuli.
To be continued