webnovel

Arwah Yang Marah

Sesampainya di dalam kelas, Larisa pun duduk di bangkunya. Dan masih sendiri. Karna semenjak kematian Santi belum ada yang menggantikannya.

Memang tak ada yang mau duduk satu bangku bersama Larisa. Karna mereka menganggap Larisa aneh, payah dan tidak asyik.

 

Tapi dengan penampilan barunya ini,  banyak anak lelaki teman sekelasnya yang mulai mendekati Larisa.

"Ehm! hay, Larisa!" sapa Dody. Salah satu teman sekelasnya.

Larisa hanya membalasnya dengan senyuman sambil menundukkan kepalanya sesaat.

"Larisa, hari ini kamu kok beda banget sih, kamu cantik." puji Dody kepada Larisa.

"Terima kasih, Dody." sahut Larisa.

"Aku boleh duduk di bangku ini, 'kan?"

"Em...." Larisa tampak bingung menjawabnya.

"Ehem! minggir Dody! aku mau duduk di sebelah Larisa!" cantas Audrey yang tiba-tiba datang.

"Huh, dasar Audrey! kamu itu mengganggu saja!"

"Minggir sekarang! atau kamu bakalan menyesal!" ancam Audrey kepada Dody.

Lalu Dody pun pergi dan Audrey duduk di samping Larisa.

Sementara dari kejauhan Alex memandanginya, dan memperhatikan apa pun gerak-gerik Audrey dan memperhatikan apa saja yang akan di lakukan Audrey kepada Larisa.

 

Sambil tersenyum kecut mengancam, Audrey menatap tajam Larisa, sementara itu Larisa tampak ketakutan.

"Siapa yang menyuruhmu dandan seperti ini?" tanya Audrey.

Larisa hanya terdiam menunduk.

"Jawab! kamu tidak punya telinga ya?" tukas Audrey.

Namun Larisa masih tetap terdiam. "Wah, masih diam juga ya, ah baiklah tidak masalah. Aku akan duduk di sini selamanya, sehingga keberadaan mu di kelas ini akan terasa seperti di dalam neraka!" ancam Audrey kepada Larisa.

 

Selama jam pelajaran berlalu Larisa seperti berada di dalam penjara.

Geraknya tampak terbatas karna dia takut dengan Audrey yang terus melihatnya dengan tatapan mengancam. Setelah bel sekolah berbunyi mereka mulai berhamburan keluar sekolah. Tak terkecuali dengan Alex. Karna Alex sedang ada urusan di ruang guru.

 

"Ehm! sekarang tinggal kita berdua kan ya?" ucap Audrey kepada Larisa.

"Audrey, kamu mau apa? Aku kan juga ingin keluar, jadi tolong jangan halangi aku!" tukas Larisa.

"Ah, tidak bisa! karna aku butuh penjelasanmu, tentang penampilanmu dan kenapa kamu bisa dekat dengan Alex!"

 

"Tapi, Audrey!"

 

"Hah! jawab saja! sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Alex?!"

 

"Aku dan Alex hanya berteman biasa, Audrey!"

 

"Teman biasa? mana ada teman biasa yang bergandengan tangan mesra begitu?!"

 

"Tapi sungguh! kami hanya berteman, Audrey!"

 

"Ah persetan dengan alasan mu itu! aku tidak peduli, pokoknya kamu hari ini akan   merasakan sensasi di neraka karna ulahmu ini, haha!" ancam Audrey sambil tertawa jahat.

 

Dan di saat itu Sisi dan Nana, menghampiri Larisa dengan membawa gunting dan juga bubuk gatal yang mereka ambil dari ruang laboratorium sekolah.

 

"Kamu tahu kan apa ini?" tanya Audrey sambil meraih gunting dari tangan Sisi dan mengacungkan kearah Larisa.

"Aku akan memotong rambut mu yang indah ini menjadi lebih estetika haha!"

"Ups, estetika ya? tidak salah dengar?!" seloroh Sisi.

"Haha! tentu saja. Bukan estetika maksudnya, tapi di kembalikan ke penampilan anehnya. Sama seperti asalnya. Karna dia itu tidak pantas berpenampilan begini!" imbuh Nana.

Lalu Nana membuka botol bubuk gatal itu,  dan hendak menaruhnya di bagian tubuh Larisa. Namun tiba-tiba hembusan angin besar datang tiba-tiba dan menerpanya hingga bubuk itu pun terjatuh dan malah mengenai bagian tubuh Nana sendiri.

"Ah, sialan! tadi itu apa sih! lihat jadi mengenaiku, ah! gatal!" teriaknya sambil berlari meninggalkan kelas.

"Dasar kurang ajar!" bentak Audrey sambil menjambak rambut Larisa dan hendak mengguntingnya.

Namun dalam waktu sekejap gunting itu mendadak tumpul.

Rambut Larisa tidak bisa digunting.

Dan Larisa terdiam kaku, seperti waktu itu, kejadian ketika mereka akan mengurungnya di gudang. Dan kepalanya juga menunduk dengan rambut yang menutup bagian wajahnya.

Saat rambutnya sedikit terbuka, sorot matanya pun mulai terlihat oleh Sisi dan Audrey.

Matanya putih seluruhnya. Dan wajahnya terlihat pucat dan seram.

Mereka berdua pun berlari ketakutan.

Dan di saat itu Larissa juga tak tinggal diam. Dia mengejar mereka berdua.

Dan mereka berdua pun berlari menuruni tangga lantai dua.

Namun hal tidak menyenangkan pun kembali terjadi. Audrey terjatuh dari tangga hingga dia pun pingsan.

Kepalanya bocor karna terbentur lantai, dan mengeluarkan banyak darah.

Sementara itu, Sisi masih dalam kejaran Larisa.

Lalu Larisa berhasil menangkapnya dan menggigit bagian pundak Sisi, hingga Sisi pun merasa kesakitan serta berteriak-teriak histeris.

 

Karna teriakan itu, semua orang pun berkumpul melihat mereka. Sebagian menolong Audrey dan membawanya segera ke rumah sakit. Dan sebagian lagi melerai perkelahian Sisi dan Larisa.

 

Mereka mengalami kesulitan melepaskan gigitan Larisa di pundak Sisi, hingga darah segar pun terus mengalir deras dari kulit yang masih tertancap gigi itu.

Mendengar keributan itu pun Alex langsung menghampirinya. Dan melihat Larisa, dia mencoba turut memisahkannya.

Namun Larisa masih belum sadar juga. Tubuhnya masih di kuasai roh jahat. Tapi Alex tak mau menyerah, dia terus membaca-bacakan doa dan berbisik kepada  Larisa.

"Larisa, sadar! Larisa ini aku, Alex!"

Lalu Larisa menoleh kearah Alex kemudian matanya langsung terpejam dan tubuhnya melemas kemudian terjatuh di pelukan Alex.

Sementara Sisi terjatuh dengan seragam sekolah bersimbah darah.

Sisi menangis tersedu-sedu. Karna ketakutan serta merasakan rasa nyeri yang benar-benar tak tertahan.

"Hik! hik! sakit!" rintih Sisi.

Dan tak lama Sisi pun juga turut di larikan di rumah sakit menyusul Audrey.

 

Lalu Larisa di bawa ke ruang UKS karna dia hanya mengalami pingsan saja tanpa  terluka sedikit pun.

Suasana sekolah menjadi gempar karna kejadian itu.

 

***

 

Setelah terbangun dari pingsannya. Larisa langsung di sambut dengan senyuman manis dari Larasati.

"Ah, kamu lagi!" teriak Larisa.

"Mau apa lagi! tolong jangan ganggu aku!' bentak Larisa.

Lalu Larasati kembali menghilang dari hadapannya.

Dan lagi-lagi meninggalkan secarik kertas berdarah.

"Surat lagi! aku malas melihatnya!" gerutu Larisa.

 

Lalu tiba-tiba Alex pun datang.

"Larisa!" panggilnya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Alex.

Larisa menggelengkan kepalanya.

"Itu surat apa?" tanya Alex lagi.

Larisa tak menjawabnya juga.

"Ah, yasudah kalau begitu biar ku lihat!" Alex meraihnya dan melihat isi suratnya.

Masih sama dengan surat yang kemarin, hanya saja tulisannya yang berbeda.

Dan tulisannya berbunyi, 'Amara harus mati'

 

"Hah! Bu Amara lagi?" ucap Alex.

"Kenapa dengan Bu Amara? dia kan juga alumni SMU ini, pasti ada sesuatu antara Larasati dan Bu Amara!" tukas Alex, menerka-nerka.

"Larisa kamu, kenapa diam saja! ayo bicara, dan apa yang terjadi hingga kamu  bisa berkelahi dengan mereka berdua?"

 

Larisa pun tampak kebingungan mendengar pertanyaan Alex. "Aku tidak mengingatnya, Alex!" jawab Larisa.

 

 

To be continued

Hallo Kaka-kakak. kalau suka dengan cerita ini janga lupa bintang dan reviewnya ya, tetima kasih

Próximo capítulo