webnovel

Bab112. Berpisah

"Tujuan kalian?" tanya Ne Zha hemat.

"Salah satu cabang Sekte, kami ada keperluan disana," jawab Fu Daiyu.

Ne Zha mengangguk ringan lalu bertanya arah mereka tuju, ternyata arah yang akan diambil Ne Zha dan Fu Daiyu akan berpisah arah tak jauh di depan.

Fu Daiyu tersenyum manis, dia memberikan sebuah token transparan pada Ne Zha.

"Itu adalah Token Tetua Agung Sekte Musim Semi Kosong, dengan itu kau bisa datang ke Sekte kami yang tidak diketahui oleh dunia. Kau hanya boleh membawa Han Xiao saat berkunjung," jelas Fu Daiyu.

Ne Zha menghentikan laju Kuai You Shengqi tepat di sebuah kaki gunung, disinilah arah mereka akan berpisah. Ne Zha akan menuju timur sementara Fu Daiyu dan Ruan Jian akan menuju utara.

"Aliri saja Qi milikmu pada Token, nanti Token akan menunjukan sebuah peta menuju Sekte kami," terang Fu Daiyu saat melihat ekspresi tanda tanya Ne Zha.

"Baiklah," jawab Ne Zha.

"Hati-hati di jalan, jaga dirimu baik-baik," ucap Fu Daiyu yang dibalas anggukan ringan dari Ne Zha.

Setelah itu Fu Daiyu bergegas pergi dengan Ruan Jian melesat dengan sangat cepat menuju utara.

"Betapa senangnya Han Xiao jika mengetahui aku mendapatkan Token untuk berkunjung ke Sekte Musim Semi Kosong." Ne Zha tertawa kecil mengingat sahabatnya yang gila pada perempuan.

Ne Zha kembali mengendarai Kuai You Shengqi untuk terbang rendah dan melesat secepat mungkin menuju arah Jutang Neraka, dia ingin cepat mengambil Pedang Lima Elemen.

Pedang miliknya telah rusak parah, sekarang hanya berguna untuk pajangan saja. Saat ini Ne Zha tidak memiliki senjata bagus selain pedang tersebut, maka dari itu Ne Zha menginginkan Pedang Lima Elemen secepat mungkin.

"Keberuntungan anak itu sungguh baik." Ne Zha mengingat saat Han Xiao menginginkan palu serta senjata, tiba-tiba saja Manajer Souxun memberikan sebuah peti yang berisi Tongkat Naga Penghancur serta palu tempa yang merupakan peninggalan Harimau Putih untuk Han Xiao.

Seharusnya peti yang berisi Tongkat Naga Penghancur itu berada di salah satu tempat bernama, Pulau Kematian. Namun entah bagaimana itu bisa berakhir di tangan Manajer Souxun.

Pulau Kematian juga adalah salah satu dari lina tempat paling berbahaya di Benua Angin Selatan.

Ne Zha mengeluarkan ponsel miliknya dari Cincin Spasial, lalu memutar lagu disana.

Yeah, yeah, yeah

Cheonsa gateun Hi kkeuten akma gateun bye...

"Ini album terakhir mereka yang aku dan Han Xiao dengar, apakah mereka sudah mengeluarkan lagu baru?" Ne Zha berpikir saat menyenandungkan lagu yang keluar dari ponselnya, sesekali pemuda itu menggerakan jarinya di kemudi mengikuti irama lagu yang sangat menyenangkan.

Tanpa terasa seluruh album dari girlband gadis yang berisikan empat orang tersebut telah Ne Zha putar seluruhnya. Tapi tak urung dia mengulang untuk mendengarnya lagi untuk menemani perjalanannya.

Ne Zha mendadak tertawa kecil saat mengingat pembataian yang dia lakukan dengan Han Xiao, tawanya bukanlah karena pembantaian tersebut. Tapi mengingat bagaimana dia dan Han Xiao berteriak penuh semangat saat keempat gadis itu melakukan konser di negara Maritim, mereka maju terdepan dan tak memikirkan para Mafia yang bisa saja membunuh mereka dengan cara yang mudah.

Sudah kesekian kalinya Ne Zha mengulang lagu tersebut hingga dirinya kini telah sampai di sebuah mulut hutan.

"Sampai sini perjalananku menggunakan Kuai You Shengqi," gumam Ne Zha lalu memasukan ponselnya kedalam Cincin Spasial beserta Kuai You Shengqi.

Hutan dihadapan Ne Zha sangatlah lebat, tidak kalah dengan Hutan Kegelapan. Namun disini cahaya matahari masih bisa menembus walaupun pohon disini sangat besar dan berhimpitan.

Langkah Ne Zha yang melesat langsung masuk kedalam hutan secara spontan saat Kuai You Shengqi sudah dimasukan kedalam Cincin Spasial, hal tersebut meninggalkan hembusan angin ringan di belakangnya seolah menandakan sebelumnya ada seseorang yang berdiri disini.

***

"Muridmu ternyata sangat berbakat." Sosok bayangan hitam mengeluarkan suaranya seraya terkekeh pada gadis kecil dihadapannya.

"Aku tidak menyangka dia akan segera sejajar dengan kita, walau beda beberapa tingkatan tapi harus kuakui dia memang sangat berbakat," timpal gadis kecil tersebut.

"Bunga Suci, apakah kau tidak akan membawanya kemari?" tanya sosok bayangan gelap tersebut.

"Tidak perlu, aku sudah cukup memiliki kau sebagai teman bermainku." Gadis kecil itu mengambil bidak catur dan menaruhnya pada papan.

"Kau kalah lagi," ujar gadis kecil itu seraya tertawa puas.

Sementara bayangan gelap itu terdengar menggerutu kesal atas kekalahannya.

***

"Fan'er apakah kau sadar apa yang kau lakukan?!" Permaisuri An kini tengah menatap nyalang pada anaknya. Yang Qianfan.

Kekalahan Yang Qianfan bukan hanya membuat Han Xiao mendapatkan kursi Pangeran Mahkota, tapi seluruh sumber daya dari hadiah berburu siluman juga. Belum lagi kini prestasi Han Xiao melebihi Qianfan dimata para pengamat.

"Anak ini tahu kesalahannya, anak ini akan segera menyelesaikannya. Namun diriku tak ingin ada campur tangan Bunda lagi," ucap Yang Qianfan seraya menundukan kepalanya.

"Bagus jika begitu!" ketus Permaisuri An, sungguh kesabarannya kini telah melewati batas karena tingkah bodoh Yang Qianfan.

Yang Qianfan segera pamit dari ruangan, dia pergi menuju aula pelatihan. Semenjak tangannya terputus satu oleh Han Xiao dia mendapatkan lengan baru yang lebih kuat dari sebelumnya karena Darah Abadi.

Bisa dikatakan sebenarnya Yang Qianfan secara tidak langsung telah menjadi lebih kuat karena Han Xiao, tetapi dia tidak memberitahukan hal tersebut pada Permaisuri An karena tidak ingin membuat Ibunya marah lebih panjang lagi.

Telinganya terasa panas saat mendengar omelan Permaisuri An.

"Kau bersembunyi terlalu dalam, aku tidak tahu seberapa besar kekuatanmu," gumam Yang Qianfan sedikit khawatir dalam nadanya.

***

Sesosok gadis kecil terlihat berumur empat belas hingga lima belas tahun tengah duduk di sebuah batu besar.

Tangan kecilnya dengan lentik memainkan kecapi dengan mada yang sangat indah, disuguhkan lemandangan sebuah taman penuh bunga merah membuat tempat tersebut terasa sangat nyaman ketika alunan kecapi yang dimainkan gadis tersebut memenuhi tempat itu.

Matanya tertutup dengan anggun, walaupun tidak melihat tapi permainan kecapinya sungguh membuat siapapun yang mendengarnya menjadi terhanyut dalam melodinya.

"Kau sudah tiba." Mata gadis tersebut segera terbuka dengan perlahan.

Pandangannya menyusuri seorang pemuda yang baru saja tiba di taman bunga tempat dia bermain kecapi, tangan gadis kecil itu masih bertautan dengan senar kecapi membuat alunan melodi indah menguar dari sana.

Pemuda yang baru saja tiba itu memiliki paras yang tampan, namun sangat dingin dan menyendiri serta terlihat sangat datar.

Raut wajah pemuda itu segera berubah ketika melihat kearah suara kecapi, lebih tepatnya ke arah gadis kecil tersebut.

Próximo capítulo