Beribu kali pernyataan bahwa semua manusia punya kadar kecewanya, tak bosan-bosan muncul di permukaan.
Melawan semua ketepatan yang jelas. Tanpa ada satu unsur kepastian.
Tak selesai dalam satu malam, bahkan sepekan.
Sebab, menunda adalah konsekuensi untuk menghasilkan efek terbirit-birit.
Membakar simpati, terhadap manusia itu sendiri. Namun, tertuju pada seseorang, bukan untuk keseluruhan.
Luka gores bisa saja menjadi sepele, jika komunikasi yang membangun jadi alih-alih pengecoh. Tapi, mulut manusia juga sering tercium bau tidak enak.
Bahkan, aku menyebut bau tersebut tak senonoh.
Kecewa adalah bentuk; respons dari hal yang bertubi-tubi. Komponennya tak hanya pada satu sisi.
Seribu kali dipinta pun, takkan sanggup menggoyangkan seseorang menjadi sedia kala.