Aku masih mendengarkan lagu favoritku sebelum terkencing-kencing mengingat drama pagi itu.
Lainkali, akan kuhadiahkan kau satu linggis demi mengorek telingamu.
Atau, ku paketkan untukmu sepasang kaus kaki yang tak pernah ku cuci-cuci selama satu bulan penuh.
Waktu ku lewat ku kira kau legenda tinju kelas dunia. namun aku malah terkejut, ternyata kau pendekar lutut yang di hadapan mata menciut.
Manusia memang munafik, termasuk aku.
Tapi, sucikah seseorang yang menghina orang lain untuk mendapatkan sesuatu? Kau ciptakan wujud dari fakta yang berputar balik.
Sungguh, apa kau lupa siapa Penciptamu?
Bibir yang gemulai dengan lidah yang menjuntai, membuat aku semakin menggelitik. Pengeras suara yang aktif begitu saja dan rusak yang dibiarkan saja, berdemonstrasi tentang suatu hal yang mengajak partisipan untuk berbincang. Tadinya, kukira kau teroris. Waktu ku telaah, kau ternyata tukang hipnotis 'kriminal yang memanfaatkan ilmu positif untuk hal negatif demi kebutuhan yang eksklusif. Mungkin karena uang, atau ingin dapat pujian, atau ingin punya banyak pengikut.
Aku, bersudut pandang sebagai orang pertama pelaku utama, bermodalkan imajinasi hasil iritasi dari emosi. Beserta hati yang menggunjing dibalik tutur.
Alhasil media-media modern jadi lampiasan tulisanku, sebab kertasku telah usang dilalap ilalang siang-siang. Inilah liur yang perihalnya aku tak merasa berdosa. Yang tidak atau belum sempat tersampaikan. Obat hati alternatif dari pada merusak diri. Aku memilih bersuara dengan kekata, walaupun terbaca kasar, kotor, atau bahkan pecundang. Maka, apakah itu pecundang? Yang berbicara dengan sengaja didepan muka seseorang.
Aku adalah liur yang merasa tak berdosa, bukankah kita sama-sama tahu, siapa yang berhak menentukan dosa?
Aku juga munafik, juga seringkali berbincang dengan lawan bicara tentang seseorang.
Tak apa fikirku jika aku ternilai. Hanya saja, mulutku terlatih untuk tidak membungkus bangkai dengan liur untuk menyelimuti bau busuk. Karena aku pun tidak mau jika aku yang diperlakukan seperti itu.
Banyak sekali orang-orang yang menistakan seseorang, yang menginjak semangat dari hasil keringat tak seberapa.
Sialnya, mereka tidak berfikir atau memang enggan untuk mengetuk hatinya sendiri. Rasa simpatik berubah jadi ajang pencarian puji. Puji, lagi-lagi jadi lawan yang cukup sengit dari perlawanan sejati atas ego dalam diri.
*Bersambung...
-Allaboutme RebornStory-
Tapi, sucikah seseorang yang menghina orang lain untuk mendapatkan sesuatu?